Kabar Gembira! Kini BPHTB Bisa Dibayar Belakangan

BPN telah menyiapkan sistem ‘BPHTB Terhutang’ dimana masyarakat tetap bisa mendapatkan sertifikat meskipun belum membayar BPHTB.

oleh Fathia Azkia diperbarui 21 Nov 2016, 19:23 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2016, 19:23 WIB

Liputan6.com, Jakarta Hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2016/2017 Kementerian ATR/BPN mengevaluasi berbagai program dan prosedur baru yang bakal digiatkan.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, M. Noor Marzuki menuturkan, tahun 2017 sasaran kinerja Kementerian ATR/BPN akan meningkat secara akseleratif menjadi lima kali lipat dari tahun sebelumnya.

Dari target pendaftaran tanah 1 juta sertifikat di tahun 2016, menjadi 5 juta sertifikat di tahun 2017.

Karena itu, pemerintah telah mengidentifikasi hambatan serta melakukan terobosan untuk melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematis.

Dari segi pembiayaan, dari target 5 juta sertifikat, hanya 2 juta bidang tanah yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Sisa 3 juta lainnya didapat melalui kerjasama dengan Pemerintah Daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), investor melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan sumber dana lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Marzuki seperti dikutip Rumah.com.

(Simak juga: Banyak Aduan Pungli, BPN Segera Bentuk Saber Mafia Tanah)

Sementara untuk hambatan kekurangan juru ukur, Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 33 Tahun 2016 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi.

Peraturan ini memberikan kewenangan kepada perorangan ataupun Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi berbentuk firma, untuk menerima pekerjaan langsung dari Kementerian ATR/BPN atau dari masyarakat.

“Soal petugas ukur, kami akan melakukan swastanisasi, Permen sudah diterbitkan,” jelasnya.

Terakhir untuk Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang menjadi tanggungan masyarakat dalam membuat sertifikat, Marzuki menjelaskan pihaknya telah menyiapkan sistem ‘BPHTB Terhutang’ dimana masyarakat tetap bisa mendapatkan sertifikat meskipun belum membayar BPHTB.

“Nanti akan tertulis (di sertifikat) BPHTB terhutang, sewaktu-waktu mau dijual atau digadaikan harus dilunasi dulu,” ia melanjutkan.

Legalisasi 9 Juta Hektar Tanah

Sementara itu, rapat juga menegaskan kembali komitmen Kementerian ATR/BPN dalam menjalankan Reforma Agraria 9 juta hektar, seperti yang sudah tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN, Yuswanda A. Temenggung menguraikan, pemberian tanah kepada masyarakat dilakukan dalam dua skema besar.

“Adalah penataan kembali sektor pertanahan melalui legalisasi aset seluas 4.5 juta hektar, dan penyediaan akses tanah melalui redistribusi tanah seluas 4.5 juta hektar,” terang Yuswanda.

(Simak juga: Waspada, Tanah Bersertifikat Potensi Terjerat Sengketa!)

Untuk legalisasi aset, lanjutnya, bersumber dari 600 ribu hektar tanah transmigrasi yang belum bersertifikat dan 3,9 juta hektar bidang tanah yang secara berkala akan disertifikasi.

Meliputi 5 juta bidang tanah di tahun 2017, 7 juta bidang tanah di tahun 2018, dan 9 juta bidang tanah di tahun 2019.

“Ini di-breakdown dalam skema legalisasi aset,” ia menambahkan.

Sementara untuk redistribusi tanah, didapat dari 400 ribu hektar tanah terlantar dan tanah Hak Guna Usaha yang telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang, serta 4,1 juta hektar dari pelepasan kawasan hutan.

“Ini skema sampai 2019, dan saat ini sedang di-exercise bersama dengan Kementerian Kehutanan,” tukasnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya