Ini Tantangan Ekstrem Terbang di Papua, Berani Coba?

Jika cuaca di Papua tak ramah dan pemantauan visual tidak jelas, pilot lebih memilih untuk 'balik kanan'.

oleh Katharina Janur diperbarui 10 Mar 2016, 16:30 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2016, 16:30 WIB
Terbuai Pesona Tersembunyi Raja Ampat
Berada jauh di selatan, danau ubur-ubur jadi pesona tersembunyi Raja Ampat.

Liputan6.com, Jayapura - Para pilot benar-benar harus cermat dan berani jika terbang ke Papua. Selain medannya ekstrem, fasilitas penerbangan juga tidak semua memenuhi standar.

Pilot di Papua yang menjelajah langit tanah Papua, terlebih di pedalaman, harus menggunakan cara visual saat menurunkan dan menerbangkan pesawatnya dari dan ke lapangan terbang. Para pilot pun harus terus mengasah kemampuan.

Kapten Pilot Daud Mongdong yang berusia 61 tahun ini misalnya. Pilot yang telah memiliki sekitar 16 ribu jam penerbangan ini pun tak pernah puas dengan kemampuannya menaklukkan Papua.  

"Setiap hari saya terus melatih diri sendiri menguasai langit Papua. Hampir semua lapangan terbang di Papua butuh pendekatan sendiri untuk landing dan take off," kata Daud.

Dia menyebutkan, hampir semua lapangan terbang di pedalaman Papua tak dilengkapi berbagai instrumen seperti alat pemantau cuaca, tower pemantau, dan instrumen penunjang lain. Pemantauan cuaca pun dengan visual saja.


"Misalnya jika mau turun, saya biasa menanyakan kepada petugas atau masyarakat yang berada di lapangan itu, bagaimana kondisi cuaca di bawah, apakah ada celah yang terbuka, sambil kita observasi di atas, jika cuaca mendukung maka melakukan pendaratan," jelas Daud.  

Dia mengaku maklum pemasangan berbagai instrumen di sekitar lapangan terbang itu sangat sulit dilakukan. Sebab  hampir semua lapangan terbang di pedalaman Papua berada di tengah-tengah celah gunung, bukit, dan lembah.

"Jika sudah di luar standar, maaf saja kami harus balik dan lebih baik pulang," kata Daud yang juga menjabat sebagai Operation Manager AMA itu.

Para pilot dengan  rute perintis di Papua, Daud menegaskan, harus mengetahui kondisi lapangan terbang setempat. Dia punya beberapa pesan untuk para pilot saat terbang ke Papua.

"Jika hujan semalaman berarti lapangan udara yang rata-rata rumput dan tanah ini masih basah dan jangan sekali-kali bermain dengan cuaca di Papua. Jangan pernah masuk awan di daerah pegunungan jika tidak tahu lokasinya di mana,” ujarnya.

Jalur penerbangan perintis di Papua saat ini dikuasai oleh maskapai penerbangan Susi Air dan Trigana Air. Penerbangan perintis ke pedalaman Papua juga dilayanai oleh penerbangan misionaris milik gereja.

Tambah pesawat perintis

Sebanyak 4 pesawat terbang jenis Caravan dan Twin Otter, meramaikan rute penerbangan perintis untuk pedalaman Papua. Keempat pesawat berbadan kecil ini milik PT Spirit Avia Sentosa, dan akan mulai terbang Jumat, 11 Maret 2016.

Managing Director  PT Spirit Avia Sentosa, Kevin Audy Lesmana, menuturkan peluncuran penerbangan akan dilaksanakan di Hangar Merpati,  Bandar Udara Frans Kaisepo, Kabupaten Biak Numfor. Keempat pesawat ini akan ditempatkan di Kabupaten Biak Numfor, Nabire, Timika, dan Wamena.

"Selain mengangkut penumpang, kami juga melayani penerbangan cargo ke sejumlah pedalaman Papua, misalnya penerbangan ke Sugapa, Ilaga, Mulia, Bade, Enarotali, Jila dan sejumlah wilayah lainnya," kata dia.

"Kami juga akan bekerjasama dengan dokter untuk memberikan pengobatan gratis ke pedalaman Papua."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya