Liputan6.com, Pekanbaru - Dua terduga pengedar narkotika di Kampung Dalam Pekanbaru, tak kuasa membendung tangis ketika ditemui Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Seto Mulyadi di Mapolresta Pekanbaru.
Keduanya, EP dan AP yang masih berumur 15 tahun mengaku menyesal terlibat menjadi kurir dua kilogram sabu yang diungkap aparat Mapolresta Pekanbaru, Kamis (24/3/2016) lalu.
"Menyesal pak. Saya awalnya sudah menolak, tapi dipaksa terus," ungkap EP kepada Kak Seto di Mapolresta Pekanbaru, Senin (28/3/2016).
Kepada Kak Seto, keduanya sempat mengaku digaji sebesar Rp 500 ribu per hari dengan tugas menjual sabu kepada si pemesan.
"Uangnya saya buat belanja. Sisanya ditabung dan bantu-bantu orangtua juga," sambung EP sambil menangis.
"Orangtua nggak tahu, alasannya jadi tukang parkir," timpal AP.
Baca Juga
Â
Advertisement
Baca Juga
EP dan AP yang masih bertstatus pelajar itu, mengutarakan cita-citanya kepada Kak Seto. Keduanya ingin kembali sekolah.
"Cita-cita saya mau jadi olisi," sahut EP.
"Kalau saya mau jadi tentara," jawab AP.
Terkait kasus yang menjerat keduanya, Kak Seto menyebut EP dan AP telah menjadi korban sindikat dan dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan.
"Melihat motivasinya, mereka ini adalah korban jaringan narkoba yang lebih luas dan kejam, yang sengaja memanfaatkan anak. Ini akan jadi koreksi kita bersama," ungkap Kak Seto.
Kak Seto dan lembaganya berjanji mendampingi keduanya selama menjalani proses hukum. Apalagi sebentar lagi akan dilaksanakan ujian nasional (UN)
"Mereka tetap harus dapatkan haknya atas pendidikan. Kita sudah koordinasi dengan LPA Riau," pungkas Kak Seto.
Sebelumnya, AP dan EP diamankan bersama dua rekannya karena diduga terlibat memiliki dan mengusai 5 ribu paket sabu siap edar. Sabu seberat dua kilogram itu terbungkus dengan paket harga yang berbeda, mulai dari paket Rp 200 ribu, Rp 300 ribu dan Rp 500 ribu.‎