Kisah Heroik di Balik Keindahan Pulau Kemaro

Sejarah Pulau Kemaro berakar pada masa pemerintahan Keraton Palembang Darussalam.

oleh Nefri Inge diperbarui 28 Apr 2016, 23:09 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2016, 23:09 WIB
Pulau Kemaro
Kisah heroik di balik keindahan Pulau Kemaro

Liputan6.com, Palembang - Pulau Kemarau atau Kemaro menjadi salah satu destinasi menyedot perhatian wisatawan mancanegara (wisman) ataupun turis lokal. Fasilitas bangunan klenteng dan pagoda yang tinggi juga menjadikan Pulau Kemaro sebagai tempat peribadatan etnis Tionghoa terbesar saat perayaan Cap Go Meh di Palembang, Sumatera Selatan.

Tak cuma etnis Tionghoa dari Indonesia yang berdatangan. Turis dari negara tetangga seperti China, Malaysia, dan Singapura pun menjadi langganan saban tahun.

Bukan hanya sebagai pusat wisata religi, Pulau Kemaro juga terkenal dengan legenda asmara Putri Siti Fatimah, anak dari raja di Palembang dan Tan Bunn Ann, yang merupakan anak raja di China yang hijrah ke Palembang.

Sepasang kekasih ini mati menceburkan diri ke Sungai Musi dan kuburannya menjadi seonggok tanah yang meluas menjadi Pulau Kemaro. Lalu legenda Pohon Cinta yang dapat membuat hubungan sepasang kekasih yang datang ke sana bisa langgeng dan bahagia.

Legenda itu pun menjadi ikon Pulau Kemarau yang sangat terkenal di Indonesia hingga ke luar negeri. Namun, Legenda Siti Fatimah tersebut seakan menenggelamkan sejarah penting yang terjadi di Pulau Kemaro. Bahkan banyak warga Palembang yang tidak mengetahui tentang cerita sejarah yang terjadi di kawasan tersebut.

"Cerita Siti Fatimah itu hanya legenda, tidak ada bukti otentiknya. Bahkan kita tidak tahu, siapa nama raja yang menjadi orangtua Siti Fatimah tersebut. Hanya disebutkan saja bahwa dia anak raja. Padahal ada sejarah yang lebih penting yang dilupakan oleh warga Palembang," ucap sejarawan Sumatera Selatan, Ali Hanafiah, kepada Liputan6.com di [Palembang]( 2492914 ""), Kamis (28/4/2016).

Ia menuturkan, sejarah Pulau Kemaro terjadi saat masa pemerintahan Keraton Palembang Darussalam. Kemaro menjadi lokasi benteng pertahanan lapisan pertama yang dinamakan Tambak Bayo.

Ali menjelaskan benteng pertahanan Pulau Kemarau menjadi kunci penting masuknya kolonial Belanda ke Palembang. Para penjajah sangat sulit untuk masuk ke Palembang karena kuatnya pertahanan di Benteng Tambak Bayo.

Dari tahun 1811, Belanda mengincar Benteng Tambak Bayo untuk ditaklukkan. Barulah pada 1821, Benteng Tambak Bayo dapat dihancurkan dengan tipu muslihat Belanda.

Saat itulah, Ali menambahkan, Belanda baru bisa masuk dan menyerbu pertahanan Palembang Darussalam. Saat Belanda berhasil menjebol Benteng Tambak Bayo dan menguasai Palembang, seluruh prajuritnya diberikan kenaikan pangkat dua kali lipat sebagai bentuk penghargaan atas jerih payah mereka.

Bangunan Benteng Tak Tersisa

Namun, bangunan Benteng Tambak Bayo tidak tersisa sedikit pun. Lantaran itulah, tak mengherankan bila kemudian sejarah perjuangan Keraton Palembang Darussalam terlupakan, bahkan dari warga Palembang sendiri.

"Tidak banyak yang tahu tentang sejarah Benteng Tambak Bayo tersebut. Padahal sejarah itu sangat penting untuk mengetahui bagaimana kekuatan dari Keraton Palembang Darussalam berupaya menghalau penjajahan Belanda di Palembang," ujar Ali.

Lebih jauh ia memaparkan, Pulau Kemarau sendiri dipilih sebagai lokasi pertahanan lapis pertama karena kawasannya tidak pernah terendam saat permukaan Sungai Musi sedang tinggi. Sedangkan kawasan lain selalu terendam air Sungai Musi, karena sebagian besar kawasan Palembang merupakan rawa air.

Menurut Ali Hanafiah, bangunan klenteng dan pagoda di Pulau Kemaro baru dibangun sekitar dekade 60-an. Selain banyak dihuni etnis Tionghoa hingga saat ini, pembangunan tersebut juga bertujuan sebagai salah satu lokasi pariwisata di Palembang.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya