Liputan6.com, Semarang - Pekerja seks komersial (PSK) laki-laki menggeliat di Kota Semarang. Pergerakannya sangat samar tidak seperti PSK perempuan yang serba terbuka yang bahkan menjajakan diri di pinggir jalan.
Tapi cobalah sesekali menelepon iklan pijat di surat kabar. Barangkali beruntung mendapatkan tawaran live show. Ira (nama samaran), salah seorang penikmat prostitusi laki-laki, mengatakan pernah mencicipi live show.
"Saya beberapa kali menggunakan jasa Ryan untuk live show. Seru lo. Tapi biasanya saya enggak mau lanjut. Cukup lihat saja," kata Ira, beberapa waktu lalu.
Yang dimaksud live show adalah pertunjukan live sex. Ini merupakan variasi layanan dari PSK laki-laki. Para pelanggan diberi keleluasaan untuk melihat secara langsung aksi para PSK laki-laki itu. Adapun yang dijadikan pasangan biasanya seorang PSK juga.
Ryan, nama samaran, seorang pelaku prostitusi laki-laki, mengatakan peminat live show cukup tinggi. "Saya tak perlu menyebut angka. Tapi akhir-akhir ini cukup diminati," kata dia.
Baca Juga
Harga untuk layanan itu berbeda-beda. Jika tiga tahun lalu, menurut Ira, masih berkisar di angka Rp 750 ribu, saat ini barangkali sudah mencapai jutaan rupiah.
Kepada Liputan6.com, dalam obrolan di sebuah teras kamar hotel di puncak bukit Semarang, Ira menyebutkan saat ini di Semarang tenaga PSK laki-laki makin banyak. Keberadaan sosial media menjadi salah satu kanal percepatan jumlah PSK laki-laki.
Ira mengatakan rata-rata mereka adalah anak-anak muda yang masih sekolah atau kuliah. Lebih banyak lagi adalah anak-anak muda yang sudah tak lagi sekolah.
"Mereka cari jalan pintas. Mungkin dianggapnya pekerjaan kayak gini enak," kata Ryan.
Secara umum, PSK laki-laki terbagi dalam tiga kelas. Pertama adalah mereka yang tak bermodal, mengandalkan akun medsos untuk menawarkan diri. Kadangkala disertai foto-foto vulgar organ intim mereka. Yang termasuk kategori pertama ini, biasanya anak-anak muda belasan tahun hingga 20 tahun.
Soal kelas pertama ini Ira menanggapi, "Saat ini lebih mudah mencari layanan seksual anak-anak muda. Tapi selalu dan pasti mengecewakan. Mungkin karena jam terbang ya, jadi nafsunya gede, tekniknya mentah," kata Ira sekitar sebulan lalu.
Kelas kedua adalah mereka yang mengiklankan diri di iklan baris jasa pijat surat kabar. Biasanya usia mereka 30 tahun ke atas. Iklan yang dipasang dibagi dua kriteria.
Untuk yang melayani gay dan transgender, mereka akan menggunakan kata kunci "pijat terapi lemah syahwat". Sementara, mereka yang khusus melayani wanita menggunakan kata kunci "pijat frigiditas tenaga pria".
Perempuan Mapan
Adapun kelas ketiga adalah mereka yang sudah membangun jaringan. Transaksi mereka sudah menggunakan jaringan pelanggannya. Sistem pembayaran juga sudah tidak mau dengan tunai, melainkan transfer.
Ira menjelaskan, dari ketiga kelas itu, memang paling mahal yang terakhir. Untuk bisa memakai PSK laki-laki kelas tinggi, harus keluar duit lebih banyak.
"Bedanya, yang model ini tak langsung hantam. Harus membangun suasana dulu, kadang clubbing, kadang travelling ke mana gitu. Nah, biaya yang paling mahal ya membangun suasananya itu," kata Ira.
Perempuan Mapan
Adanya PSK laki-laki ini dicermati sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran. Di satu sisi, ada perempuan-perempuan yang mapan secara finansial. Di sisi lain, ada penyedia layanan seks.
Ryan adalah representasi ketiga kelas penyedia jasa seks. Ryan pernah praktik dengan memanfaatkan jaringan salon gay, mengiklankan diri, dan kini ia berada dalam kasta tertinggi penyedia jasa seks laki-laki di Semarang.
Psikolog Universitas Semarang, Probowatie Tjondronegoro, menyebutkan bahwa perilaku penyediaan prostitusi laki-laki adalah sebuah relativitas. Ia melihat banyaknya anak-anak belasan tahun yang menawarkan diri sebagai sebuah fenomena. Penyebabnya sederhana, negara gagal mengelola potensi pemudanya.
"Sikap permisif masyarakat pada akhirnya akan terbentuk ketika negara tidak memperhatikan fenomena ini," kata Probowatie.
Faktor ketersediaan lapangan kerja yang tidak sebanding dengan penguasaan ketrampilan atau keahlian anak-anak muda. Mereka juga dipupuk sikap malas dan didorong gaya hidup hedonis hingga bermuara jadi satu.
"Lebih parah lagi, diperburuk dengan revolusi komunikasi, di mana tiap orang pasti punya akun media sosial dan bahkan bisa lebih dari satu, ikut menjadi nutrisi suburnya prostitusi di perkotaan," kata Probowatie.
Advertisement