Sebab Warga Pati Ngotot Tolak Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng

Sebanyak 54 persen PDB Kabupaten Pati selama ini berasal dari sektor pertanian yang 35 persennya disumbang dari sekitar Pegunungan Kendeng.

oleh Liputan6 diperbarui 20 Mei 2016, 15:01 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2016, 15:01 WIB
Tolak Pabrik Semen
Sebanyak 54 persen PDB Kabupaten Pati selama ini berasal dari sektor pertanian yang 35 persennya disumbang dari sekitar Pegunungan Kendeng.

Liputan6.com, Pati - Ribuan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng melakukan longmarch sepanjang 20 kilometer sambil membawa obor untuk mengajak semua pihak turut melestarikan Pegunungan Kendeng. Kegiatan ini berlangsung pada Kamis malam, 19 Mei 2016.

Aksi damai dimulai dari petilasan Nyai Ageng Ngerang di Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, sebagai lokasi yang akan terdampak dari rencana pendirian pabrik dan pertambangan oleh sebuah perusahaan, hingga Alun-alun Kabupaten Pati sekitar pukul 20.00 WIB.

Sebelum beraksi, peserta longmarch berdoa bersama dan membentuk formasi lingkaran. Aksi jalan kaki malam hari tersebut juga dimeriahkan dengan kesenian liong dan barong.

Koordinator JMPPK Gunretno mengatakan, aksi ini merupakan panggilan moral dan hati nurani. Mereka tidak ingin masa depan anak-cucu terwarisi lingkungan yang rusak dan menyengsarakan hidup mereka kelak.


"Pegunungan Kendeng wajib dilestarikan untuk mendukung misi Nawacita Presiden Joko Widodo, yakni terwujudnya kedaulatan pangan," ujar Gunretno, dilansir Antara, Kamis 19 Mei 2016.

Jika kawasan karst ini ditambang, dikhawatirkan keseimbangan ekosistem rusak, sumber air dan sungai bawah tanah yang selama ini digunakan warga untuk pertanian, ternak, dan kebutuhan hidup sehari-hari juga hilang.

Selain itu, kata dia, aksi ini juga sebagai bentuk usaha untuk mempertahankan slogan Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani.

Dengan slogan tersebut, kata dia, Pemerintah Daerah Pati seharusnya berpihak pada para kaum tani yang membuat daerah tersebut menjadi lumbung pangan selama ini. Bukan berpihak kepada industri pertambangan yang akan merusak sumber air untuk pengairan irigasi dan kehidupan warga.

Aksi malam itu, kata dia, mewakili suara masyarakat yang akan terkena dampak langsung dari industri pabrik semen yang akan berdiri di Pati. Gunretno berharap majelis hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya yang menyidangkan kasus pabrik semen di Kabupaten Pati tetap memegang prinsip-prinsip keadilan.

"Dalam pengambilan keputusan jangan hanya mempertimbangkan pada berkas-berkas tertulis, tetapi perlu melihat bukti di lapangan dan dampak terhadap kehidupan petani dan lingkungan pada masa yang akan datang," ujar dia.

Tak Perlu Pabrik Semen

 Masyarakat di daerah yang bakal terkena imbas pendirian pabrik, kata Gunretno, sepakat jika Kecamatan Tambakromo dan Kayen tidak perlu ada pabrik semen.

Dari sisi kepadatan penduduk, kata dia, jauh lebih padat dibandingkan dengan Kecamatan Sukolilo yang sebelumnya juga berhasil menggagalkan rencana pendirian pabrik Semen Gresik tahun 2009.

"Para hakim harus memegang teguh prinsip keadilan dan berpihak pada fakta dan kebenaran, salah satunya demi kelestarian alam Pegunungan Kendeng yang harus tetap terjaga, demi keberlangsungan kehidupan dan keberlanjutan ekosistem," tutur Gunretno.

Menurut dia, ketukan palu dari majelis hakim yang berkeadilanlah yang dapat membantu dan menyelamatkan kelestarian Pegunungan Kendeng dari ancaman bencana sosial, ekonomi, dan ekologis.

Berdasarkan keterangan dari Bappeda Pati, kata dia, 54 persen pendapatan domestik bruto (PDB) Pati dari pertanian. Sangat ironis apabila lahan pertanian di Kecamatan Kayen dan Tambakromo, 35 persen dari total lahan pertanian di Pati, justru nantinya menjadi pertambangan.

Padahal, kata dia, berdasarkan data BPS luas lahan pertanian di Pati semakin berkurang.

"Jika pertambangan jalan dan tidak ada upaya serius pemerintah mempertahankan lahan pertanian maka tentunya akan mematikan kehidupan petani," ucap Gunretno.

Apalagi, kata dia, berdasarkan keterangan dari ahli speleologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Rahmadi, pertambangan semen di Pegunungan Karst Kendeng Utara berpotensi memutus fungsi karst sebagai pendistribusi air melalui gua.

Jika distribusi air terputus maka bisa menyebabkan mata air hilang dan pemulihannya sangat sulit karena kawasan karst merupakan bentang alam di batuan mudah larut seperti batu gamping.

"Karst memiliki jaringan gua sebagai pipa air alami yang menghubungkan zona resapan, zona simpanan,dan mata air yang penting bagi masyarakat di kawasan setempat," ujar dia.

Aktivitas tambang, kata dia, bakal menghilangkan lapisan tanah pucuk dan lapisan epikarst (karst permukaan) serta akan memutus jaringan air bawah tanah.

"Akhirnya, menyebabkan fungsi karst sebagai akuifer air bersih bagi masyarakat sekitar hilang," ujar Gunretno mengutip keterangan Cahyo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya