Liputan6.com, Bengkulu - Kasus prostitusi yang memperdagangkan siswi SMP sebagai objek seksual mendapat perhatian serius berbagai pihak.
Pengamat sosial Universitas Dehasen Bengkulu Vethy Octavea Musya Chaniago melihat sebuah ancaman besar di balik pengungkapan kasus ini. Korban yang masih tercatat sebagai siswi SMP yang masih aktif bisa saja memancing para Anak Baru Gede (ABG) yang mengenalnya untuk berbuat kriminal.
"Ini bisa jadi kasus Yuyun kedua. Kami minta kepada aparat untuk tidak membuka identitas siswi. Sangat berbahaya dan mengundang kejahatan yang lebih besar," ucap Vethy di Bengkulu, Minggu, 4 September 2016.
Terlepas dari sadar atau tidak bahkan disengaja atau tidak, siswi SMP itu jelas sebagai korban, bukan pelaku. Vethy mengatakan seharusnya dia mendapat perlindungan dan tidak dipekerjakan, apalagi dalam bisnis prostitusi yang dikenal sangat kejam dan mengancam jiwa.
"Bayangkan saja jika teman sekolahnya mengetahui dia itu pekerja seks, tentu akan memancing tindakan lain. Bisa perkosaan atau bahkan seperti kasus Yuyun, kekerasan seksual berujung kematian," kata Vethy.
Baca Juga
Terpisah, aktivis sosial anti-perdagangan manusia Bengkulu Hidi Christopher meminta kepada pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara untuk mengintensifkan pendekatan moral dan keagamaan di sekolah. Ini harus dilakukan untuk menghindari bujuk rayu para muncikari dalam menjerat para pelajar ke lingkaran perdagangan manusia.
"Pendidikan moralitas diperbanyak, ini bisa menutup peluang bujuk rayu para muncikari," kata Hidi.
Dia juga meminta aparat untuk mengusut kasus prostitusi anak di bawah umur ini hingga ke akarnya. Ia meminta aparat mengumumkan identitas pelanggan yang menggunakan jasa tersebut.
"Saya sangat yakin, penikmat jasa ini bukan orang sembarangan. Umumkan saja kepada publik nama mereka supaya ada efek jera," kata Hidi.