Zumi Zola: Jambi Perang Pungli

Warga Jambi diminta melaporkan praktek pungli secara jelas.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Okt 2016, 08:01 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2016, 08:01 WIB
Ilustrasi Suap CPNS
Ilustrasi Suap CPNS (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jambi - Gubernur Jambi Zumi Zola menegaskan bahwa Pemerintah Jambi menyatakan perang terhadap praktek pungutan liar (pungli) di setiap satuan kerja/instansi di wilayahnya khususnya pelayanan publik.

"Jambi nyatakan perang terhadap pungli, nggak boleh ada pungli, ngak boleh negara ini seperti itu, gimana mau maju," kata Zumi Zola di Jambi, Jumat (14/10/2016), dilansir Antara.

Dia menyatakan akan terus berkoordinasi dengan Forkompimda untuk lebih melakukan pengawasan ketat guna mengantisipasi adanya pungli tersebut. Sebaliknya dia berharap masyarakat yang mengetahui praktek pungli hendaknya melaporkan secara jelas.

"Kalau masyarakat mengetahui adanya pungli di satu instansi saya mohon laporkan ke saya, kalau kabupaten/kota lapor sama pak bupati. Tapi harus ada dasar buktinya, siapa orangnya, tolong dicatat namanya," ujar Zumi.

Persoalan pungli, katanya, memang harus ditindak tegas, apalagi ada arahan langsung dari Presiden. Namun pihaknya belum membuat tim satgas untuk memberantas pungutan liar seperti yang diterapkan provinsi lain, pasca-Presiden memantau langsung operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan beberapa hari lalu.

Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Provinsi Jambi minta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jambi aktif mengawasi praktek pungutan liar (pungli) di beberapa instansi agar pelayanan kepada masyarakat benar-benar maksimal.

Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Jambi Taufik Yasak mengatakan bahwa pihaknya sudah memetakan instansi/SKPD pelayanan publik yang rawan terjadinya praktek pungli.

Seperti pelayanan pembuatan SIM di kantor Kepolisian, pengurusan STNK di Samsat, Kantor Imigrasi, Kantor Dukcapil, Badan Pelayanan Perizinan dan Pelabuhan.

"Bahkan di dunia pendidikan praktek pungli juga tinggi, dimana setiap ajaran baru sekolah-sekolah yang menerima siswa baru tak lepas dari pungli," kata Taufik.

Menurut Taufik, modus pungli tak jauh dari kata pelayanan cepat. Misalnya mengurus SIM ingin cepat dan mengurus perizinan yang cepat tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan. Petugas pun memanfaatkan situasi itu.

Dampaknya, masyarakat tidak mampu merasa mengurus segala sesuatu itu terkesan lama. Artinya praktek pungli merugikan masyarakat banyak.

"Misalkan di Samsat mengurus STNK melalui calo, tentu petugas mendahulukan yang itu karena ada uang lebihnya. Padahal banyak masyarakat yang mengikuti prosedur dan harus antri, akibatnya urusan mereka menjadi lama. Kan itu merugikan," ujar dia.

Sebab itu Ombudsman, kata Taufik, minta pejabat/aparatur yang ditugaskan jangan menyalahi kewenangan. Jika itu terbukti maka Ombudsman bisa menggugat ke pengadilan.

"Ikuti sesuai UU No 25 tahun 1999 tentang pelayanan publik, jika terbukti melanggar kita tuntut atau kita usulkan instansi/perorangan untuk disanksi," kata dia.

Di samping itu, pemerintah, menurut dia, punya inspektorat yang fungsinya mengawasi kinerja para aparatur sipil. Namun sayangnya sejauh ini tidak berjalan.

"Pemerintah kan punya inspektorat, fungsikan itu. Jangan kepala, Kabid dan Kasi nya diam saja. Selama ini seperti itu asal punya status dan duduk manis saja, mereka harus aktif," Taufik menjelaskan.

Taufik menambahkan, pemerintah sudah seharusnya memperhatikan hal-hal terkait pelayanan publik terutama menghilangkan praktik pungli.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya