Liputan6.com, Yogyakarta - Alat pendeteksi merkuri bernama Mercury Auto Detection System (MADS) ciptaan sekelompok mahasiswa UGM berhasil mengharumkan nama bangsa di International Invention Innovation Competition Canada (ICAN) 2016 yang berlangsung di Toronto pada akhir Agustus lalu.
Para mahasiswa Fakultas Teknik, Andy Aulia Prahardika, Al Birru Kausal, Luthfia Adila, I Made Wiryawan, dan Tirta Inovanini berhasil mendapatkan medali emas usai menyisihkan lebih dari 150 tim dari 30 negara di dunia.
MADS lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) 2015 dan mendapatkan dana hibah penelitian dari Dirjen Dikti pada 2016. Hingga saat ini, MADS telah dua kali dikembangkan dan kini tengah menjalani proses pengembangan ketiga.
Berbeda dengan spektrofotometer serapan atom (AAS), alat berfungsi serupa yang sudah ada, MADS lebih portabel dengan dimensi yang kecil. Harganya pun sangat terjangkau, yakni hanya Rp 1 juta. Sedangkan, harga spektrofotometer bisa mencapai Rp 200 juta.
Baca Juga
"Dengan begitu dapat digunakan dalam proses pengujian bahan makanan saat sidak dengan hasil yang bisa langsung diketahui saat itu juga, kalau spektrofotometer sulit dibawa-bawa," kata Andy Aulia di Fakultas Teknik UGM, Selasa, 25 Oktober 2016.
Ia menjelaskan prinsip kerja alat ini hampir sama dengan spektrofotometer. Larutan yang dijadikan objek pengujian ditembakkan sinar monokromatik dan selanjutnya diserap oleh detektor warna. Selanjutnya, warna yang diperoleh akan dideteksi dengan kriteria zat-zat yang ada.
"Nantinya, MADS tidak hanya bisa mendeteksi merkuri, tetapi juga bisa mendeteksi zat lain," ucap Andy.
Andy mengungkapkan, pembuatan MADS berangkat dari keprihatinan mereka terhadap maraknya penjualan berbagai produk makanan, obat, serta kosmetik bermerkuri yang membahayakan kesehatan.