Pegiat Anti-Trafficking Tambah Daftar Buron Kasus Kapal TKI

Hingga kini, dua jenazah TKI korban kapal tenggelam masih belum bisa diidentifikasi.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 19 Nov 2016, 10:45 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2016, 10:45 WIB

Liputan6.com, Batam - Insiden tenggelamnya kapal pengangkut 98 TKI dari Malaysia di perairan Tanjung Bemban, Batam, beberapa waktu lalu berbuntut panjang. Selain masih mencari enam korban hilang dan mengidentifikasi jenazah yang tersisa, polisi juga disibukkan dengan pengejaran tiga tersangka yang diduga kuat kabur ke Malaysia.

Selain ketiga tersangka berinisial Yn, BY alias Herman, serta Sy alias S alias Pak Lurah, Polda Kepri kini menambah satu tersangka baru berinisial SR. Ia kini berstatus buron.

"Dia merupakan salah satu buronan yang berperan sebagai perekrut TKI yang ada di Batam," kata Kapolda Kepri Brigjen Sam Budigusdian di Rumah Sakit Bhayangkara, Jumat, 18 November 2016.

Kapolda menerangkan, modus yang digunakan SR untuk merekrut para TKI ilegal adalah dengan mengatasnamakan LSM anti-trafficking (anti-perdagangan manusia). Namun, status itu hanya kedok untuk menutupi aksinya menjadi penyalur TKI ilegal ke Malaysia.

"Sebelumnya, dia selalu memberikan informasi tentang trafficking," kata Kapolda.

Kapolda juga menunggu komitmen Kepolisian Diradja Malaysia yang berjanji menangkap buron kasus tenggelamnya kapal pengangkut TKI itu.

"Dirpolair Kepolisian Kawasan Johor Malaysia yang sempat datang ke Polda Kepri usai kejadian tersebut menyampaikan akan menangkap S alias Sy alis Pak Lurah yang berda di Malaysia. Kami menunggu komitmen itu," kata dia.

Dua Jenazah TKI Belum Teridentifikasi

Sejauh ini, polisi sudah menangkap tiga orang tersangka yang masing-masing bernama D selaku ABK kapal yang ditemukan semalam, serta RS dan PP yang merupakan perekrut, penyalur dan pengurus kepulangan TKI ilegal tersebut.

Terhadap SY dan By tersebut dikenakan pasal 102 ayat (1) huruf A dan B dan Pasal 103 ayat (1) huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

"Ancamannya pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun," kata Sam.

Sementara untuk tersangka D, dikenakan Pasal 219 ayat (1) dan Pasal 323 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan atau Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 359 KUHP.

"Kami masih kembangkan kasus ini untuk mengungkap jaringan pengiriman TKI ilegal ke Malaysia," kata Kapolda.
 
Sementara itu, dari 54 jenazah yang ditemukan meninggal dalam insiden tersebut, dua jenazah korban belum teridentifikasi. Tim DVI kesulitan mengidentifikasi karena data postmortem sebagai pembanding tidak ada.

"Dimohon keluarga yang familinya bekerja sebagai TKI di Malaysia yang merasa kehilangan, melaporkan kepolisian setempat," kata Sam.

Lima korban terakhir yang berhasil diidentifikasi adalah Nazwa, anak kandung Afriyanda, balita perempuan asal Pauk, Padang, Sumbar, Suhatman (36) asal Sarolangun Jambi, Iyah (50) asal Sakra Timur Lombok, Ujang (23) asal Cijaku, Lebak, Banten, dan Heriyansyah (26) asal Tagamus, Lampung. Kelima jenazah itu rencananya dipulangkan Senin, 21 November 2016, oleh BNP2TKI.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya