Tersangka Ricuh Lahan Bandara Ingin Tak Hanya Uang Ganti Rugi

Hingga kini, besaran ganti rugi bagi warga yang lahannya digusur pemerintah belum ada kejelasan.

oleh Arie Nugraha diperbarui 25 Nov 2016, 17:31 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2016, 17:31 WIB

Liputan6.com, Bandung - Kepolisian Daerah Jawa Barat menangguhkan penahanan tiga warga Desa Sukamulya, Kertajati, Majalengka, yang menjadi tersangka kasus kericuhan saat pengukuran lahan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Meski ditetapkan menjadi tersangka, mereka akan terus mempertahankan haknya.

Mereka beralasan lahan yang hendak digusur untuk bandara itu merupakan sumber penghidupan sekaligus tempat tinggal bagi 1.483 kepala keluarga di Desa Sukamulya. Menurut salah seorang tersangka, Carisman, belum ada kesepakatan antara warga dan pemerintah soal besaran ganti rugi lahan.

"Kalau memang mau ada istilahnya ganti rugi ini dan itu, tentunya saya berharap cuma ingin tahu ada kata sepakat yang terakhir. Udah gitu saja," kata Carisman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bandung, Kamis, 24 November 2016.

Carisman berharap jika kesepakatan ganti rugi berujung mufakat, selaku petani ia hanya menginginkan bisa kembali bekerja di bidang yang sama. Ia juga menegaskan tidak pernah sengaja melanggar hukum hingga berujung dipenjara saat menolak pengukuran itu.

"Hanya ingin bertani padi dan lain sejenisnya," ujar Carisman.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS) Bambang Nurdiansyah menyebutkan, sampai saat ini belum ada penjelasan langsung dari pemerintah daerah setempat dan Pemprov Jawa Barat kepada warga tentang ganti rugi.

Ia menjelaskan perlawanan warga yang dilakukan saat itu hanya untu meminta penjelasan terkait area mana saja dan ganti rugi apabila lahannya digunakan untuk pembangunan bandara.

"Apabila Desa Sukamulya dibangun bandara, maka seluruh lahan pertanian dan tempat tinggal warga seluruhnya akan tergusur," kata Bambang.

Besaran Ganti Rugi Tak Jelas

Jika pemerintah berkukuh menggusur, kata dia, pemerintah harus mengganti penuh lahan yang tergusur serta biaya insentif bagi warga selama usaha taninya belum stabil.

Hingga saat ini, besaran ganti rugi lahan terdampak pembangunan bandara masih belum jelas. Menurut Sekretaris Desa Sukamulya Ade Hari, hal itu karena belum ada kejelasan masalah ganti rugi. Maka itu, pengukuran lahan yang akan digunakan untuk bandara harus dihentikan.

"Bukannya ditunda, tapi harus dihentikan karena semuanya belum clear seluruhnya dari Pemrov dengan warga," kata Ade Hari melalui telepon di Bandung.

Ade mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari desa terdekat, yaitu Desa Kertajati, ganti rugi yang diberikan pemerintah yaitu berkisar Rp 86.000 per meter sampai Rp 200.000 per meter untuk lahan yang dimiliki oleh warga. Tetapi, kepastian besaran ganti rugi lahan di Desa Kertajati tidak diketahui.

"Saya tahunya karena orangnya sudah pindah," kata Ade.

Maka itu, kata Ade, warga akan tetap bertahan di desa yang telah lama dihuni. Ia meminta agar pemerintah, termasuk aparat, menghormati keputusan warga dan tidak mengulang tindakan represif seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Harus lebih manusiawi harus ditempuh nanti," ujar dia.

Akibat kericuhan antara warga dan kepolisian, seluruh anak-anak dan ibu di desanya harus menjalani proses penyembuhan trauma karena mengalami kaget berlebih usai menyaksikan peristiwa traumatik. Sejak minggu lalu, kondisi berangsur pulih yang ditandai aktivitas keseharian warga kembali normal dan warga yang mengungsi kembali ke rumahnya masing-masing.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya