Alquran Kulit Kayu Tersimpan di NTT, Begini Kisahnya..

Alquran kulit kayu di NTT masih dirawat dan dikunjungi banyak orang.

oleh Ola Keda diperbarui 25 Nov 2016, 12:21 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2016, 12:21 WIB

Liputan6.com, Kupang - Alor merupakan salah satu kabupaten di NTT dengan ibu kota, Kalabahi. Kabupaten Alor merupakan salah satu pulau terdepan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Demokratik Timor Leste.

Sebelum masuknya agama, penduduk Alor menganut paham animisme dan dinamisme. Saat ini, mayoritas penduduk Alor adalah penganut agama Kristen, sedangkan sisanya menganut agama Islam, Budha dan Hindu.

Lantas, agama mana yang pertama masuk ke Alor? Menurut Hans Itta, salah satu peneliti dan penulis buku tentang Alor, agama Islam merupakan agama pertama yang masuk ke Alor pada 1522 melalui mubalig dari Kesultanan Ternate bernama Mukhtar Likur.

Ia masuk melalui Desa Gelubala (sekarang Baranusa) di Pulau Pantar. "Dari tempat ini, Islam mulai menyebar ke arah timur dan masuk ke desa-desa di Alor lainnya seperti Bungabali (sekarang Alor Besar), Alor Kecil, Dulolong dan lainnya," ujar Hans Ita, beberapa waktu lalu.

Pada 1523, lanjut Hans, tibalah lima orang bersaudara dari Ternate bernama Iang Gogo, Kima Gogo, Karim Gogo, Sulaiman Gogo dan Yunus Gogo. Mereka memiliki misi yang sama dengan Mukhtar Likur, yaitu menyebarkan ajaran Islam di Kepulauan Alor.

Untuk mencapai tujuan itu, mereka berpisah dan menyebar ke berbagai desa di Alor. Iang Gogo menetap di Bungabali, Kima Gogo memilih ke Malu/Kui/Lerabaing, Karim Gogo di Malaga, Sulaiman Gogo di Panje sebuah desa di ujung paling utara Pulau Pantar, sedangkan Yunus Gogo dan Abdulah menetap di Gelubala, Baranusa.

Bermodalkan Alquran dan pisau khitan yang dibawa dari Ternate, Iang Gogo kemudian menyebarkan agama Islam. Dia berhasil meng-Islamkan Raja Alor Besar bernama Baololong I, yang sebelumnya penganut animisme.

Alquran Kulit Kayu

Di Alor Besar, Iang Gogo meninggalkan suatu peninggalan bersejarah berupa sebuah kitab suci Alquran yang ditulis tangan di kertas kulit kayu. Saat ini, Alquran tersebut disimpan oleh Saleh Panggo Gogo yang merupakan generasi ke-13 keturunan Iang Gogo di Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat Laut.

Kitab suci agama Islam dari kulit kayu tersebut berisikan ayat-ayat Alquran lengkap 30 juz (114 surat) dengan pembungkus berupa kotak kayu. Diperkirakan, Alquran itu ditulis pada Abad XII hingga abad XV di Maluku Utara.

Bupati Alor Amon Djobo mengatakan, situs Alquran tua berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai salah satu wisata religi di Alor, terutama bagi umat Muslim di berbagai daerah.

"Alquran tua tersebut terbuat dari kulit kayu dan memiliki sejarah khusus dengan masuk dan menyebarnya umat Islam di Pulau Alor, sehingga sangat menarik untuk dijadikan wisata religius. Apalagi, saat ini banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang mulai berdatangan untuk melihat Alquran ini," ujar Amon Djobo, kepada Liputan6.com, Senin, 21 November 2016.

Menurut Amon, pemerintah Kabupaten Alor saat ini sedang mengembangkan situs Alquran kulit kayu menjadi tujuan wisata rohani, bersama sejumlah potensi wisata lainnya yang ada di kabupaten yang berbatasan laut dengan negara Timor Leste.

Sementara itu, agama Kristen baru masuk ke Alor pada 1908 melalui seorang pendeta berkebangsaan Jerman DS William-Bach. Ia tiba dengan menumpang Kapal Canokus dan menyebarkan agama Kristen di Pantai Dulolong.

Meski datang belakangan, penduduk yang beragama Islam tidak keberatan dan bahkan turut membantu pembangunan gereja pertama di Alor pada 1912. Gereja pertama itu bernama Gereja Kalabahi -sekarang dikenal dengan nama Gereja Pola.

"Kayu-kayu bangunan gereja didatangkan dari Kalimantan dan bangunan gereja dikerjakan oleh para tukang-tukang Muslim. Hal ini menjadi bukti dari adanya toleransi antar umat beragama di Alor sejak dahulu," tutur Hans.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya