Emas dan Keajaiban Tanah Papua

Percaya tak percaya, emas di Papua akan terus berlimpah.

oleh Katharina Janur diperbarui 21 Feb 2017, 10:01 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2017, 10:01 WIB
Pendulang Emas
Sejumlah pendulang emas di Kali Degeuwo, Paniai, Papua. (Foto: John Gobay/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Percaya tak percaya, emas di Papua akan terus berlimpah, jika didukung dengan keyakinan kepada Tuhan dan hati yang bersih.

"Seseorang bekerja dengan hati yang bersih dan niat yang tulus, pasti akan menemukan keajaiban yang satu dan kejaiban yang lainnya di Tanah Papua," ucap Ketua Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Mepago, John Gobay kepada Liputan6.com di Jayapura, Senin, 20 Februari 2017.

Contohnya di Sungai Mosairo, Nafisi yang terletak di Kabupaten Nabire. Daerah itu bukan penghasil emas. Namun dengan keyakinan doa, emas di daerah itu tak pernah habis.

"Masyarakat adat, pengusaha dan tetua adat di sana, selalu mengajak semua berkumpul dan berdoa. Bersyukur dengan alam yang mereka miliki. Ini yang mengakibatkan emas di daerah itu tak pernah berkurang," ia mengungkapkan.

Proses bagi hasil antara perusahaan Tunas Anugerah Papua Holding Company yang beroperasi di Nafisi dengan masyarakat pemilik hak ulayat tanah bersama dengan perusahaan juga berjalan dengan baik.

Ada 133 kepala keluarga (KK) di daerah itu dan mendapatkan dana bagi hasil dari perusahaan tersebut sekitar Rp 5 juta hingga 10 juta per bulannya. "Tak hanya itu saja, pemeriksaan kesehatan gratis dan setiap bulan mendapatkan sembako dari perusahaan juga dinikmati oleh masyarakat setempat," kata Gobay.

Berbeda dengan Degeuwo yang berlokasi di Kabupaten Paniai. Daerah itu adalah penghasil emas terbaik di Papua. Namun karena masyarakat tak menghargai alamnya, emas di daerah itu belakangan sulit dicari.

"Degeuwo itu justru dikotori dengan prostitusi. Miras (minuman keras) juga di mana-mana. Nyawa manusia yang tak berdosa juga banyak mati di daerah itu, karena kesalahannya sendiri," ia menjelaskan.

Berlimpah Emas

Pendulang Emas
Sebanyak 133 keluarga setiap bulan mendapatkan dana bagi hasil dari perusahaan emas yang beroperasi di Nafisi, Kabupaten Nabire. (Foto: John Gobay/Katharina Janur)

Tanah Papua memang kaya akan tambang emas. Di Kabupaten Keerom, misalnya, ada beberapa lokasi tambang emas yang saat ini dikelola oleh masyarakat setempat. Lokasinya di daerah Web, Senggi, dan Skamto.

"Masyarakat masih mencari emas dengan cara manual. Pasirnya disedot dengan penyedot yang digerakkan oleh sebuah genset, lalu hasilnya didulang di kali-kali di daerah itu. Hampir semua kali, ada aliran emasnya di Keerom," tutur Herman Yoku, salah satu Ondoafi (Kepala Suku) Keerom.

Herman mengungkapkan, per harinya masyarakat di sana bisa mengantongi 5-10 gram emas dan dijual ke Kota Jayapura dengan harga emas saat ini kisaran Rp 500 ribu per gram.

"Mereka mencari emas berkelompok dan sampai saat ini masih tetap melakukan aktivitasnya," tutur Herman.

Ia berharap, jika perusahaan ingin berinvestasi di daerah itu, harus ada keberpihakan dengan masyarakat setempat.

"Pemerintah Keerom sudah membuat peraturan daerah (perda) tentang tambang. Namun perda itu dicabut kembali, karena tak ada keberpihakan kepada masyarakat," Herman membeberkan.

Tak hanya di Kabupaten Keerom, Nabire, dan Paniai. Tambang emas juga hampir menyebar di pelosok Tanah Papua. Sebut saja di Kota Jayapura, di sepanjang Kali Anafre, lalu di Supiori, bahkan di kampungnya Gubernur Papua Lukas Enembe di Mamit, Kabupaten Tolikara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya