Liputan6.com, Gorontalo - Pagi sekitar pukul 09.00 Wita para narapidana Lapas Kelas II A Gorontalo yang mengikuti program asimilasi sudah mulai disibukkan dengan aktivitasnnya masing-masing di luar tembok Lapas.
Untuk narapidana laki-laki ada yang bekerja memproduksi batako, budidaya ikan mujair, pertanian, dan perkebunan. Sedangkan untuk perempuan membuat aneka kue kering yang nantinya akan dimasukan ke sejumlah supermarket yang ada di Kota Gorontalo.
Kepala Lapas Kelas II A Gorontalo Widodo mengatakan, pelatihan kerja tersebut merupakan program lapas yang dinilai penting. Tujuannya agar setelah keluar lapas, warga binaan bisa memanfaatkan bekal ilmu atau keterampilan yang didapat untuk bekerja atau membuka berusaha mandiri.
"Jadi kita berikan bekal kemandirian kepada warga binaan agar setelah bebas nanti bisa mandiri," kata Widodo. Lebih lanjut pria berkacamata ini menambahkan, ada beberapa kegiatan yang dilakukan para warga binaan mulai dari pembuatan batako, beternak ayam, maupun bidang pertanian.
Baca Juga
Untuk peternakan ayam dan produksi batako perputarannya lebih cepat. Selain itu, kata Widodo, pihaknya bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Gorontalo dalam bidang tenaga kerja.
Warga binaan bisa manfaatkan kesempatan untuk bekerja, seperti di dinas lingkungan hidup maupun kerja dengan kontraktor menjadi kuli bangunan. Pola itu sudah berjalan sejak 2016 silam.
Semua ini dilakukan juga sebagai upaya untuk bisa mengurai over kapasitas di dalam lapas ketika siang hari. Sebab jumlah warga binaan di Lapas Gorontalo sebanyak 638 orang, artinya sudah dua kali lipat melebihi kapasitas yang ditentukan.
"Program ini baik sekali, efeknya warga binaan di dalam Lapas cenderung lebih baik, aman dan tentram. Di samping itu mereka bisa membantu keluarganya karena mereka bekerja bisa digaji," jelas Widodo.
Pimpinan hotel prodeo Gorontalo ini menjelaskan, untuk warga binaan yang bekerja mandiri di dinas lingkungan hidup, digaji hingga Rp 1 juta perbulan. Demikian pula dengan tenaga kerja yang bekerja sebagai kuli bangunan mendapat standar UMR (Upah Minimum Regional) Gorontalo.
Adapun proses selektif pemilihan napi yang akan dimasukan dalam program kerja mandiri dilakukan sesuai dengan prosedural, yakni napi yang sudah menjalani separuh masa hukuman pidana.
Khusus yang tidak terkena PP 99, mereka lakukan dengan TPP dengan seleksi yang ketat, dan terutama syaratnya mereka harus berbuat baik. Dengan demikian warga binaan berlomba-lomba berbuat baik agar bisa terpilih dan bisa bekerja serta berkarya di luar tembok.
“Tahun ini diharapkan lebih banyak lagi warga binaan yang bisa masuk program kerja mandiri, mereka di luar juga tetap diawasi," ucapnya.
Tetapi tak menutup kemungkinan meski diawasi narapidana itu akan melanggar. Dan kalau ada yang melanggar maka ada sanksi berat yang sudah disiapkan.
"Harapan kita mudah-mudahan mereka tidak melakuhan hal-hal yang negatif," ucap Widodo.