Liputan6.com, Pekanbaru - Proyek pemugaran masjid tertua di Pekanbaru, Nur Alam yang kini berganti nama menjadi Masjid Raya Pekanbaru, ternyata berbau korupsi. Untuk mengumpulkan bukti atas dugaan tersebut, Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tengah mengusutnya.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau Sugeng Riyanta tak menampik hal tersebut. Hanya saja, dia belum menjelaskan secara gamblang kasus ini karena masih penyelidikan.
"Iya, terkait masjid yang berada di Kecamatan Senapelan, masjid raya," kata Sugeng di Pekanbaru, Senin petang, 19 Juni 2017.
Sejumlah pihak sudah dimintai keterangan untuk membuat terang kasus ini, di antaranya pihak Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau. Salah satu yang diperiksa adalah Muhammad yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas PU Riau.
Pantauan wartawan, pria yang sekarang menjabat Wakil Bupati Bengkalis itu datang ke Kejaksaan Tinggi Riau di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru dengan berkemeja putih. Datang sejak siang, dia sempat keluar untuk melaksanakan salat Ashar.
Namun, ia menolak berkomentar ketika disapa wartawan yang duduk di ruang tunggu Pidana Khusus Kejati Riau. Usai salat, dia kembali diperiksa dan keluar lagi menjelang berbuka puasa untuk pulang.
Baca Juga
Advertisement
Sugeng dikonfirmasi malah mengaku tidak tahu bahwa Muhammad seorang wakil bupati. Dia menyebut surat panggilan yang dilayangkan terkait jabatannya sebagai Kepala Dinas PU Riau.
"Nggak tau saya, tahunya ya baru ini. Tapi itu nggak penting, pemanggilannya terkait jabatan yang dulu," ujar Sugeng.
Masjid Nur Alam atau Masjid Raya Pekanbaru merupakan salah satu bukti kejayaan Kerajaan Siak yang dibangun sejak 1762. Terletak di Jalan Senapelan, masjid ini disebut sebagai tempat ibadah kaum muslim tertua di Pekanbaru.
Masjid ini didirikan ketika Kerajaan Siak dipimpin Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sebagai sultan ke 4 dan dilanjutkan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Pembuatan masjid ini juga sebagai tanda menjadikan Senapelan sebagai pusat kerajaan.
Masjid itu ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah pusat. Tak lama kemudian, datang rencana pemugaran yang dilakukan sejak 2009. Tapi, upaya revitalisasi itu malah menghilangkan nilai sejarah dari masjid itu sendiri.
Hal itu mendapat soroyan dari berbagai pihak. Salah satunya Ketua Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar. Dia menyayangkan revitalisasi masjid yang kemudian membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana mencabut statusnya.
"Kita tidak bisa menyalahkan kementerian, karena memang salah sendiri dan tidak menggunakan kaidah-kaidah yang sudah ada," kata Al Azhar mengomentari pemugaran masjid ini.
Sebelum direnovasi, tambah Al Azhar, masjid ini memperlihatkan keanggunannya, terutama dari sisi peradaban Senapelan sebagai pusat Kota Pekanbaru di masa lampau. Ciri khas itu sudah hilang sejak masjid direvitalisasi.
Terkait anggaran sendiri, Pemerintah Provinsi Riau sudah mengucurkan Rp 49,7 miliar. Hanya saja, dana dari APBD itu diduga dikorupsi beberapa pihak dan kasusnya sudah masuk radar Kejaksaan Tinggi Riau.