Dari Mana Haji Geyot Si Ikon Ramadan Bandung Dapat Nama?

Haji Geyot berencana bangun dari tidur. Kapan itu?

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 21 Jun 2017, 16:02 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2017, 16:02 WIB
Boneka Haji Geyot
Nama Haji Geyot sempat populer dan jadi ikon Ramadan di Kota Bandung 1990-an. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon).

Liputan6.com, Bandung - Satu tahun berselang setelah tampil di Hotel Savoy Homann, Pak Haji Geyot baru resmi diperkenalkan kepada warga Kota Bandung. Sebanyak empat buah boneka serupa disebar di sejumlah titik dengan penggagasnya kala itu Wali Kota Bandung, Ateng Wahyudi.

Menurut anak kedua Joen, Ginanjar Ramdani (26), awalnya sang ayah dipanggil oleh Ateng. Sang ayah bukannya senang. Ia khawatir karena rekan-rekan ayahnya membisikkan hal-hal yang mencemaskan ketika ada panggilan dari orang nomor satu di Kota Bandung kala itu.

"Setelah ramai di Homann itu, teman-temannya Bapak nyingsieunan (menakut-nakuti) kalau-kalau Pak Wali nanti marah karena sejak adanya boneka sering bikin macet dan lain-lain," ujar Ginanjar, Selasa, 20 Juni 2017.

"Waktu itu ada telepon dari Sekretaris Pak Wali Kota. Pak Wali minta ketemu dengan Bapak. Bapak juga kaget, takutnya diomelin, benar kata temannya karena bikin macet," kata Ginanjar.

Namun, kecemasan itu hanya sesaat. Setelah dipertemukan, Ateng justru mengapresiasi karya Joen. Bahkan secara langsung, dia meminta untuk dibuatkan empat buah boneka Haji Geyot. Syaratnya, boneka harus disempurnakan.

"Padahal di saat yang bersamaan, Bapak saya ada rencana mau ke Jedah karena panggilan kerja di sana. Bapak lalu mengiyakan permintaan Pak Wali sampai akhirnya batal pergi ke Jedah," ujarnya.

Ginanjar menambahkan, sang ayah kemudian menyelesaikan keempat boneka sesuai permintaan Ateng. Bahan styrofoam ditinggalkan, diganti dengan fiberglass. Adapun perubahan gerakan patung dari semula geleng-geleng kepala ditambahkan menjadi bergoyang, tangan bersikut, dan pinggul pun ikut bergoyang.

Akhirnya masing-masing patung Pak Haji dipajang di empat titik, yakni Setiabudi, Cicaheum, Tegalega, dan Cibeureum. Selain patung Pak Haji dan beduk juga ditambahkan sound system dan lampu hias, sehingga lebih menarik.

Lalu, bagaimana patung ini bisa dinamakan Haji Geyot?

"Waktu pemasangan di Tegalega Pak Wali datang. Pak Wali bilang sambil teriak, 'tong tarik-tarik teuing atuh geyot na' (Jangan terlalu kencang goyangannya). Dari situ mungkin orang jadi ambil kata geyot-nya sampai akhirnya ke sini dipakai nama itu," ucap Anjar, panggilan Ginanjar.

Bangun dari Tidur Panjang

Boneka Haji Geyot
Nama Haji Geyot sempat populer dan jadi ikon Ramadan di Kota Bandung 1990-an. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon).

Keberadaan Haji Geyot di Kota Bandung menghilang selama puluhan tahun. Seolah lenyap dari tidur panjangnya ini, boneka yang digerakkan mesin ini kembali hadir menyapa warga Bandung ketika Ramadan tahun lalu.

"Saya mulai bikin tahun kemarin. Awalnya ada keinginan buat nerusin karya Bapak. Selain itu lihat di media sosial banyak yang nanyain ke mana Haji Geyot. Lalu saya bikin dan langsung dipesan. Dipasang di BIP sama di Cirebon," ujar Anjar.

Untuk tahun ini Anjar mengakui kalah cepat ketika mengajukan boneka karyanya untuk dipajang ke pemerintah kota. Alhasil, tak ada Haji Geyot di Bandung tahun ini. "Waktu itu proposalnya mepet, jadi tidak ada tahun ini," ujarnya.

Anjar mengakui, berbekal pengalaman dimiliki, kini membuat Haji Geyot jadi lebih mudah. Apalagi dia banyak mempelajari teknik membangun patung dari sang ayah.

"Dari dulu saya sering bantu Bapak karena bikin patungnya juga di rumah. Mulai dari memotong besi sampai merangkai kerangka di dalamnya," katanya.

Bermodal uang tabungan sendiri, lulusan SMK ini pun kemudian menciptakan dua buah boneka Haji Geyot. Bahkan, pada satu kesempatan dia diminta untuk membuat patung Santa. Mirip dengan Haji Geyot, boneka Santa raksasa ini digerakkan oleh mesin.

Baru-baru ini Anjar mengaku sedang mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HKI) Haji Geyot ke Direktorat Jenderal HKI. Dia menjadi ahli waris karya sang ayah.

"Sedang didaftarkan. Masih menunggu sertifikatnya sekitar dua tahun," ucapnya.

Selagi menunggu proses HKI, Anjar mengaku ingin meneruskan karya sang ayah. Termasuk juga kemungkinan pembuatan boneka-boneka bergerak dengan karakter lainnya.

"Selanjutnya kalau ada pesanan dari perusahaan yang ingin dibuatkan patung bergerak, saya siap. Mungkin ke depan enggak hanya Haji Geyot saja," ujar Anjar.

Sepanjang hari selama Ramadan, boneka raksasa berbusana muslim lengkap dengan kopiah dan sarungnya itu tiada henti bergoyang pinggul sambil memukul beduk. Namun saat Hari Raya Idul Fitri tiba, Haji Geyot akan beristirahat panjang dan akan kembali tampil pada bulan puasa tahun berikutnya.

Jeda dua tahun kemudian usai diresmikan, Haji Geyot yang jadi maskot bulan Ramadan itu bisa dibilang mencapai puncak kejayaannya. Banyak pihak minta dibuatkan lagi boneka serupa.

"Sejak pemesanan empat patung itu, (pembuatan) berlanjut. Totalnya jadi tujuh. Waktu itu Pak Wali sampai bilang sama Bapak, kalau si Haji Geyot jadi ikon Ramadan di Kota Bandung," ucap Anjar.

Pada 2001, Haji Geyot sempat singgah ke Majalengka. Di sana, selain Haji Geyot, dibuatkan juga patung penabuh rebana dengan tampilan sosok Ibu Haji.

Selain itu, Joen juga sempat membuat patung untuk Kota Ciamis dan Banjar. "Untuk Ciamis sudah 10 tahun sampai sekarang masih dipasang. Itu juga belum minta direstorasi," kata Anjar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya