Kue Buroncong dan Semilir Angin Pagi di Pantai Losari

Meski banyak penganan modern, kue buroncong tetap memiliki cita rasa yang tak tergantikan di lidah warga suku Bugis-Makassar.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 07 Jul 2017, 06:01 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2017, 06:01 WIB
Salam Pagi
Kue buroncong atau pancong, penganan khas Bugis-Makassar diserbu warga yang memadati area Car Free Day (CFD) di Pantai Losari, Makassar. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Liputan6.com, Makassar - Semilir angin berembus sepoi-sepoi di kawasan Jalan Penghibur, Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan. Pagi itu, beberapa hari usai Lebaran, banyak warga Kota Makassar berolahraga di area Car Free Day atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Pantai Losari.

Namun, sejumlah warga tampak merubung gerobak pedagang makanan. Pedagang itu menjajakan kue buroncong atau pancong, penganan khas Bugis-Makassar.

Banyak kuliner modern dengan inovasi terbaru yang mengundang selera dan cita rasa untuk mencicipinya di sepanjang pantai yang menjadi ikon front water City Makassar. Namun, kue buroncong tetap memiliki cita rasa yang tak tergantikan di lidah warga suku Bugis-Makassar.

Termasuk, selera kue sarapan pagi saudagar-saudagar Bugis-Makassar yang sukses di perantauan, tapi sedang berada di Kota Anging Mamiri sebutan Makassar dalam forum Pertemuan Saudagar Bugis-Makassar (PSBM).

Saparuddin (25), warga Bontonompo, Kabupaten Gowa mengaku, ia membuat dan menjual kue buroncong sudah menjadi mata rantai rumpun keluarganya.

"Mau disebut warisan juga bukan, tapi mulai dari membuat dan menjual dari zaman kakek dan orangtua. Termasuk, saya yang awalnya tujuh tahun lalu, beli becak seharga Rp 60.000. Selanjutnya, saya modifikasi jadi gerobak untuk jualan buroncong keliling," ucap Saparuddin kepada Liputan6.com, Minggu, 2 Juli 2017.

Saparuddin menjelaskan, cita rasa buroncong buatannya banyak diminati warga. Bukan hanya karena campuran tepung terigu, santan, parutan kelapa muda, gula pasir, sedikit garam, dan penambahan soda kue.

"Tapi ada cara racikan khusus yang sudah turun-temurun seperti mencampur bahan-bahan, sehingga jadi adonan. Lalu mengoleskan mentega pada cetakan agar adonannya tidak lengket di cetakan. Kemudian proses pembakarannya menggunakan kayu," ujar dia.

Untuk mengetahui buroncong sudah masak apa belum, lihat adonan yang mengembang dan pinggirannya berwarna kecokelatan. "Kita cungkil sisinya lalu keluarkan dari cetakannya menggunakan gancu," kata Saparuddin.

Kue buroncong atau pancong, penganan khas Bugis-Makassar diserbu warga yang memadati area Car Free Day (CFD) di Pantai Losari, Makassar. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Saat Liputan6.com mencicipi, kue buroncong memang lebih enak dinikmati dalam kondisi masih panas. Rasanya yang gurih dan legit memang berasal dari kelapa.

Bahkan, rasa buroncong bisa bervariasi, tergantung saat membuat adonannya, apakah ingin lebih manis, gurih atau agak asin.

Sejauh ini, sekalipun kue buroncong sudah ada sejak puluhan atau ratusan tahun lampau, belum ada literatur yang menjelaskan kapan kue tradisional khas Bugis-Makassar ini ditemukan. Termasuk kaitannya dengan kue pancong.

Tapi, saat berkunjung ke Makassar, tak ada salahnya jika Anda mencoba kudapan gurih khas Bugis-Makassar itu. Terutama, sebagai bekal sarapan untuk menambah energi menjelajahi Kota Makassar atau jadi camilan santai di waktu pagi dan sore hari.

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya