Cerita Dunia Rina, Gadis Sragen Pengidap Lumpuh Layu

Rina mengidap lumpuh layu sejak usianya 3 tahun. Setelah 25 tahun berselang, ia kini tak bisa berbicara.

oleh Fajar Abrori diperbarui 24 Jul 2017, 08:02 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2017, 08:02 WIB
Cerita Dunia Rina, Gadis Sragen Pengidap Lumpuh Layu
Rina mengidap lumpuh layu sejak usianya 3 tahun. Setelah 25 tahun berselang, ia kini tetatp tak bisa berbicara. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Sragen - Gadis berkulit kuning langsat bernama Rina Haryani hanya bisa terkulai di kasur. Sejak seperempat abad lalu, ia mengalami lumpuh layu. Tubuhnya sangat kurus, hanya tulang terbungkus kulit.

Rumah mungil dengan tembok berbahan triplek menjadi satu-satunya tempat bagi Rina menjalani hidupnya. Rumah berukuran 3 meter x 10 meter itu beralamat di Kwangen RT 1 RW 4, Ngembatpadas, Gemolong, Sragen, Jawa Tengah.

Ruang tamu sekaligus difungsikan sebagai ruang tidur. Di ruang itu hanya ada properti televisi dan kursi serta meja. Lantai plesteran ini digunakan sebagai tempat tidur, sementara alasnya hanyalah spanduk sebuah organisasi.

Bungsu dari enam bersaudara itu hidup bersama dengan orangtuanya, Ginem dan Suhari. Ayahnya saban hari mencari uang dari menarik becak.

"Kalau lahir normal, setelah persalinan dia juga nangis. Tapi setelah jatuh, kejang-kejang dan panas tinggi ya kemudian langsung enggak bisa apa-apa," ujar Ginem.

Kondisi kesehatan perempuan kelahiran 5 Desember 1989 itu menurun drastis sejak usia tiga tahun. "Dulu itu Rina lahir sebelum dukunnya datang. Sudah brojol dulu. Tapi setelah itu juga dirawat dan dibersihkan persalinannya.  Meski lahir duluan tidak masalah. Nangis bisa, manggil ‘bu’, juga bisa," ujar Ginem.

Hari-hari berganti hari, tapi bagi Rina, ‘dunianya’ hanya terbatas di tempat tidur. Ia tak bisa leluasa bergerak. Untuk makan, ia harus disuapi. Untuk mandi ataupun urusan ke belakang, ia juga harus dibantu orangtuanya. Pengidap lumpuh layu itu juga tidak bisa berbicara.

Ayahnya mengaku sudah berusaha untuk memeriksakan Rina, baik itu ke dukun maupun ke rumah sakit. Namun, usaha itu belum menuai hasil. Rina tetap saja tergolek lemah di tempat tidurnya.

"Sudah pernah ke RS Moewardi Solo pas kecil dulu. Terus ke dukun Magelang, Karanganyar, Purwodadi," kata Suhari.

Lima tahun belakangan, Rina memakai tampon agar mudah saat hendak buang air kecil dan buang air besar. Akan tetapi, kebiasaan itu berdampak buruk pada tubuhnya. Karena nyaris tak pernah bergerak, pantat kanannya pun terluka.

"Tapi sejak enam bulan belakangan ini sudah saya periksakan ke Puskesmas Gemolong. Lukanya sudah mulai sembuh. Periksanya pake Kartu Indonesia Sehat," kata ayahnya.

Saban hari, Rina dibawa ke Puskesmas untuk diperiksakan. Rina digendong oleh sang ibu. Sementara, ayahnya mengangkut istri dan anaknya ke Puskesmas menggunakan becak. Jarak rumah dengan becak sekitar satu kilometer.

"Ya setiap hari pasti ke Puskesmas. Bahkan kemarin itu pas Lebaran, saya kira libur. Ternyata sama pihak Puskesmas diminta ke sana," ujar Ginem.

Rina beberapa tahun pernah mendapatkan Bansos. Namun sejak awal tahun ini, bantuan itu disetop. Uluran tangan dibutuhkan Rina untuk pengobatan dan perawatan sakit lumpuh layunya, terlebih keluarga Rina tergolong berkekurangan.  

"Kita ikhlas untuk merawat Rina. Bagaimana pun ini anak kami," kata Ginem dengan mata berkaca-kaca.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya