Liputan6.com, Langkat - Aparat meringkus petani sawit berinisial M (58) yang diduga sebagai pembunuh harimau Sumatera. Petani itu membunuh harimau betina berumur 13 tahun tersebut dengan jerat kawat.
Kepada aparat, M mengaku dibayar Rp 10 juta untuk membunuh harimau Sumatera yang merupakan satwa langka itu. Akibatnya, M dijerat Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 huruf b UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAH dan E Jo PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Kepala Balai Gakkum KLHK Sumatera, Halasan Tulus menjelaskan, M ditangkap atas kerja sama antara Balai Gakkum KLHK Sumatera dengan Balai Besar TNGL.
Advertisement
"Pelaku diamankan pada Minggu, 27 Agustus 2018. Saat ini telah diamankan di kantor Seksi Wilayah I Sumatera, Mako SPORC Brigade Macan Tutul," kata Halasan, Senin 28 Agustus 2017.
Halasan menyebut, kejahatan lingkungan sudah masuk kategori extraordinary crime layaknya kejahatan narkoba. Untuk itu pihaknya berharap, pelaku dihukum seberat-beratnya. Ia juga meminta agar masyarakat turut memantau aksi pemburu tak bertanggung jawab.
Dari hasil pemeriksaan aparat, M yang pekerjaan sehari-harinya sebagai pemanen buah sawit, mengaku telah memasang jerat di pinggiran Hutan Taman Nasional Gunung Leuser.
Baca Juga
M mengetahui di sekitar lokasi itu ada harimau yang sering melintas karena sering melihat jejak yang ditinggalkan oleh harimau. Pada hari ketujuh setelah jerat terpasang, satu ekor harimau terjerat. M menemukannya sudah dalam keadaan mati. Ia kemudian menghubungi seseorang yang berinisial S untuk menjual harimau tersebut.
"M ditangkap di Desa Sei Serdang, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat. Lokasi transaksi jual beli harimau itu," kata Halasan.
Rupanya, petani sawit itu telah beraksi sebanyak tiga kali. Usai tiga kali beraksi, M diringkus bersama bangkai harimau Sumatra berjenis kelamin betina berusia 13 tahun yang akan dijual kepada pemesan, seorang warga Medan.
Luka bekas jerat masih terlihat jelas di beberapa bagian tubuh si belang betina yang nyaris punah tersebut. Satwa karismatik bernama latin Panthera tigris sumatrae itu hendak dijual kepada pemesan di wilayah Aceh dan Medan.
Petugas membutuhkan waktu 45 hari sebelum menetapkan petani sawit itu masuk dalam daftar penjerat dan memperjualbelikan harimau Sumatera.
"Untuk pengembangan lebih lanjut, petugas masih mendalami identitas lain yang terlibat dalam perburuan dan jual beli satwa dilindungi ini, masing-masing pemesan dan pembeli," kata Halasan.