Perubahan Gang Dolly Mengejutkan Bu Menteri

Gang Dolly Surabaya dulu kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Bagaimana wajahnya sekarang?

oleh Dhimas Prasaja diperbarui 27 Agu 2017, 15:02 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2017, 15:02 WIB
Bekas Tempat Karaoke di Gang Dolly
Bekas Bangunan Karaoke yang Terbengkalai di Gang Dolly (Liputan6.com/Balgorazky A. Marbun)

Liputan6.com, Surabaya - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengaku takjub melihat perubahan Gang Dolly di Surabaya yang dulu dikenal sebagai lokalisasi prostitusi terbesar se-Asia Tenggara. Di kawasan itu, Menteri Yohana blusukan di Jalan Kupang Gunung yang lebih populer dengan sebutan Gang Dolly.

"Saya lihat ini sudah berubah sekali," katanya kepada wartawan di sela kunjungannya ke eks lokalisasi prostitusi Dolly dan Jarak di Surabaya, Minggu (27/8/2017), dilansir Antara.

Dia kemudian memasuki rumah produksi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya di salah satu sudut Gang Dolly. Lama dia mengamati produk-produk sepatu dan sandal di rumah produksi tersebut, sebelum kemudian beranjak menuju Jalan Putat Jaya Gang Lebar dengan naik kereta kelinci atau odong-odong.

Di kawasan Jalan Putat Jaya Gang Lebar yang dulunya berjajar rumah-rumah bordil, Menteri Yohana menyaksikan kini semuanya telah berubah menjadi rumah tangga. Di salah satu sudut jalan itu terdapat tempat bernama Dolly Saiki Point, yang menyajikan berbagai produk usaha kecil menengah (UKM) dari seluruh warga sekitar eks lokalisasi Jarak dan Dolly.

Menteri Yohana tampak berlama-lama mengamati satu per satu produk UKM yang dijual di Dolly Saiki Point. Dia membeli beberapa produk batik dan camilan.

"Saya tidak sangka dulu Gang Dolly yang terkenal sampai ke seluruh Asia Tenggara sekarang sudah berubah," katanya.

Menteri Yohana mengaku, sebelumnya melihat perubahan eks Lokalisasi Dolly dan Jarak setelah ditutup oleh Wali Kota Tri Rismaharini hanya melalui televisi.

"Sekarang saya melihat sendiri dengan berkunjung langsung, betapa perubahannya sudah memenuhi indikator untuk kriteria kampung atau wilayah RT/RW yang ramah terhadap perempuan dan anak," ujarnya.

Satu hal yang membuat Menteri Yohana salut adalah Wali Kota Tri Rismaharini dinilai telah berhasil memberdayakan perempuan-perempuan di wilayah eks lokalisasi Dolly dan Jarak untuk menambah pemasukan ekonomi keluarganya.

"Bahkan masyarakat sekitar bisa merasakan langsung dampak ekonomi dari pemberdayaan perempuan yang telah dilakukan Wali Kota Tri Rismaharini," ucapnya.

Dia menambahkan, Kementerian PPPA bersama Kementerian Sosial saat ini sedang mengupayakan penutupan lokalisasi prostitusi di berbagai daerah seluruh Indonesia.

"Sebelum saya datang kemari, saya selalu memberi contoh eks lokalisasi Kalijodo di Jakarta yang telah berubah menjadi taman yang ramah bagi anak-anak. Sekarang saya sudah menyaksikan perubahan eks lokalisasi Dolly dan saya akan menjadikannya sebagai percontohan untuk kawasan sentra pertumbuhan ekonomi," katanya.

Sejarah Gang Dolly 

20160209-Ilustrasi-PSK-iStockphoto
Ilustrasi Pekerja Seks Komersial (PSK). (iStockphoto)

Gang Dolly pernah menjadi kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Kawasan ini dulu sangat terkenal dan telah ada sejak masa kolonial Belanda.

Kawasan Gang Dolly berlokasi di Kelurahan Putat Jata, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur. Dari berbagai sumber, sejarahnya dulu sebagai kawasan bisnis prostitusi dirintis oleh Dolly van der Mart, seorang noni Belanda. Ada juga yang menyebutkan bahwa Dolly lebih dikenal dengan nama Dolly Khavit.

Lokalisasi Dolly awalnya komplek pemakaman Tionghoa. Sekitar tahun 1960, kawasan itu dibongkar dan dijadikan permukiman. Sekitar 1967, seorang mantan pekerja seks komersial (PSK) bernama Dolly Khavit yang menikah dengan pelaut Belanda membuka sebuah wisma di kawasan itu.

Dolly Khavit itu mengawali bisnisnya karena kesepian dan merasa sakit hati akibat ditinggal suaminya yang seorang pelaut. Dolly yang cantik dan tomboi itu membuat banyak orang penasaran.

Dolly merupakan wanita yang berlagak seperti lelaki. Bahkan disebutkan ia menjadi laki-laki dan menikahi sejumlah perempuan yang kemudian dipekerjakan di rumah bordil yang dikelolanya.

Dolly pun diceritakan lebih suka dipanggil "papi" daripada "mami" --sebutan seorang muncikari. Usaha wisma milik Dolly semakin berkembang. Awalnya hanya untuk melayani tentara Belanda, tetapi laki-laki hidung belang yang datang makin hari makin banyak. Konon pelayanan para anak buah Dolly sangat memuaskan.

Dolly pun mngembangkan usaha hingga memiliki empat wisma di kawasan itu, yakni Wisma T, Sul, NM, dan MR. Bisnis Dolly awalnya sempat dilanjutkan oleh seorang anak hasil hubungan Dolly dengan pelaut Belanda. Usaha itu tidak dilanjutkan setelah anak Dolly meninggal dunia.

Namun, Gang Dolly sudah terlanjur membesar. Pada puncak keemasannya, ribuan pekerja seks menawarkan kehangatan di Gang Dolly. Satu cerita yang populer, calon konsumen bisa memilih mereka yang dipajang di etalase atau di ruangan yang bisa diintip.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya