Menyelam Ngawur, Ini Risiko Nelayan-Nelayan Teripang

Para nelayan teripang ini mengabaikan risiko dan bahaya yang mengintainya demi menghidupi keluarga.

oleh Mohamad Fahrul diperbarui 20 Okt 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2017, 18:00 WIB
Nelayan Lumpuh di Pulau Putri, Sumenep
Suasana Perahu Nelayan di Perairan Pulau Putri (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)

Liputan6.com, Sumenep - Menjadi nelayan pencari teripang sepintas terlihat sangat menggiurkan, mengingat seringkali keuntungan yang diperoleh cukup melimpah. Padahal, bekerja menyelam ke dasar laut untuk mendapat teripang ini menanggung risiko serta bahaya yang dapat mengancam keselamatan jiwa. Tidak jarang di antara nelayan pencari teripang ini harus mengalami lumpuh usai menyelam ke dasar laut.

Masyarakat Pulau Putri di Desa Tonduk, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Madura bukannya tidak mengetahui bahaya dan risiko menjadi penyelam teripang, tetapi mereka tetap saja nekat dan mengabaikan bahaya yang mengintainya demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Selain itu, mereka juga rela meninggal keluarganya di rumah untuk mencari penghasilan lebih layak ke seluruh penjuru laut yang ada di negeri ini. Namun, tak jarang dari para penyelam bernasib buruk, mereka mengalami lumpuh total setelah naik dari dasar laut setelah mencari teripang.

Akibatnya, ia tidak lagi bisa bekerja menjadi penyelam, keinginan untuk mendapatkan penghasilan akhirnya sirna. Bahkan, lebih ironis ada yang meninggal seketika saat naik dari dasar laut lantaran tidak memperhatikan kondisi perubahan suhu air.Salah Seorang Nelayan Pencari Teripang Yang Lumpuh (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)Risiko lumpuh dan kematian ini karena para nelayan tidak memenuhi standar saat menyelam di dasar laut yang kedalamannya melebihi syarat yang ditentukan. Kelumpuhan anggota badan biasanya terjadi pada bagian pinggang ke bawah. 

"Sampai sekarang ada sebanyak 63 orang penyelam yang lumpuh. Jadi mereka tidak lagi bisa bekerja mencari teripang," kata Kepala Desa Tonduk, Kecamatan Raa, Sri Hajati Rahma, Kamis, 19 Oktober 2017.

Sri Hajati menjelaskan, menjadi nelayan pencari teripang sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat secara turun temurun. Oleh karena iitu, sampai sekarang warga tetap saja menggantungkan hidupnya menjadi nelayan yang berlayar ke beberapa daerah habitat teripang, tetapi waktu yang mereka jalani tidak lama seperti zaman dahulu.

"Kalau sekarang dua bulan sudah pulang kampung. Dulu ada yang sampai satu tahun jika berlayar ke luar daerah, karena perahu yang digunakan belum pakai mesin," cerita Sri.Salah Seorang Nelayan Pencari Teripang Yang Lumpuh (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)Dalam aktivitas mencari teripang, alat yang biasa digunakan nelayan sangat sederhana. Mayoritas mereka hanya mengandalkan tabung kompresor sebagai oksigen agar bisa bertahan lama di dasar laut saat menangkap teripang. Pasalnya, dibutuhkan biaya besar yang melebihi penghasilannya untuk membeli alat lebih canggih.

Sungguh menyedihkan ketika melihat penderitaan nelayan yang lumpuh, selain kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, mereka tidak lagi mampu beraktivitas secara normal. Ia pun harus memakai alat bantu tongkat agar bisa berjalan, bahkan ada juga yang harus digendong ketika hendak keluar masuk rumah.Salah Seorang Nelayan Pencari Teripang Yang Lumpuh (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)"Hasil yang diperoleh dari berlayar mencari teripang juga tidak tentu. Jika bernasib baik bisa saja setiap pulang bisa membawa uang Rp 5 juta. Namun, ketika tidak beruntung, hasilnya belum cukup buat biaya bekal," jelas Sri Hajati.

Bekerja sebagai nelayan yang sering berlayar dalam waktu lama bukanlah hal mudah, sudah meninggalkan anak dan istri, mereka seakan hidupnya hanya di atas perahu. Hal ini disebabkan mereka tidak akan bersandar ke bibir pantai selama bekal masih ada dan belum mendapatkan hasil tangkapan yang banyak.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya