Liputan6.com, Manado - Jemaah Ahmadiyah menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Di Sulawesi Utara (Sulut), kaum Ahmadiyah terkonsentrasi di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Manado.
Salah satu anggota Ahmadiyah, Muhamad Yakub tersenyum ramah menyambut tamu yang masuk di sebuah rumah permanen yang terletak di Kelurahan Taas, Kecamatan Tikala, Manado, Kamis sore, 12 Oktober 2017. "Silahkan masuk di rumah ini, yang kami sebut rumah misi," ujar Yakub.
Dia masuk ke dalam ruang tamu, dan memperkenalkan seorang pria. Namanya Jusuf Pontoh, salah satu tokoh Ahmadiyah di Manado. "Beliau ini keponakan dari Yahya Pontoh, mantan diplomat RI yang membawa ajaran Ahmadiyah ke Sulawesi Utara," ujar dia.
Advertisement
Yakub adalah seorang mubaligh Ahmadiyah untuk wilayah Sulut 1 yang meliputi Manado dan sekitarnya. Meski tergolong muda, laki-laki berkacamata itu menjadi pemimpin spiritual Jemaat Ahmadiyah di Manado.
"Kalau saya mengurus terkait kerohanian. Untuk organisasi dipimpin oleh Sugeng Musdi," ujar Yakub sambil memperkenalkan seorang laki-laki yang belum lama tiba di rumah itu.
Baca Juga
Yakub mengungkapkan, urusan keperluan dirinya selaku mubaligh menjadi tanggung jawab Pengurus Pusat Jemaah Ahmadiyah Indonesia. Pusatnya berada di Jakarta.
"Sedangkan pusat Ahmadiyah internasional berada di London Inggris," kata Yakub.
Jika Yakub berpindah tugas ke daerah lain sesuai penugasan Pengurus Pusat Ahmadiyah, rumah misi itu akan ditempati mubaligh yang menggantikan posisi Yakub.
Dia mengungkapkan, jumlah penganut Ahmadiyah di Kota Manado mencapai 73 orang, yang terdiri dari 16 Kepala Keluarga atau KK. "Jumlah ini memang tidak tetap, karena ada jemaat yang masuk Manado, ada juga yang keluar daerah karena tuntutan pekerjaan," kata Yakub.
Jemaat Ahmadiyah Manado terpusat di Kelurahan Taas. Rumah misi yang ditempati Yakub, berdekatan dengan sebuah masjid yang masih berada dalam satu halaman. Setelah menaiki puluhan anak tangga, terlihat bangunan permanen bercat kuning berdiri megah. Papan bertuliskan “Masjid Baitul-Islam” terpampang di atas dua jendela kaca.
"Setiap hari Jumat atau hari raya keagamaan, mesjid ini dipadati jemaat yang datang dari berbagai kecamatan di Manado, termasuk dari Desa Sea," ujar dia.
Yakub mengatakan, di Desa Sea sudah hadir dan berkembang Ahmadiyah tetapi hingga kini belum memiliki masjid. Jika di daerah lain di Indonesia, kaum Ahmadiyah sering mendapat perlakuan diskriminatif, seperti pelarangan beribadah hingga penyerangan rumah ibadah, kehidupan mereka di Kota Manado masih kondusif.
"Hubungan kami dengan tetangga terjalin dengan baik. Saat Idul Fitri misalnya tetangga Kristiani memberikan saya bingkisan, saya juga membalasnya dengan memberikan bingkisan. Begitu juga saat Natal," ujar Yakub.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sejarah Ahmadiyah di Indonesia
Yakub mengaku, beberapa kali didatangi aparat kepolisian. Aparat itu minta agar dia mengawasi umatnya sehingga tidak ada yang terpengaruh isu radikal dan terorisme. "Saya sampaikan bahwa Jemaat Ahmadiyah itu cinta damai, benci akan tindak kekerasan," ujar dia.
Sugeng menambahkan, memang beberapa kali sempat terjadi riak-riak yang mencoba mengusik keberadaan Ahmadiyah di Manado. Apalagi, dengan gencarnya pemberitaan media terkait kekerasan yang dialami jemaah Ahmadiyah di daerah lain.
"Kepada mereka saya sampaikan, papan nama yang terpampang di depan rumah ini sudah menandakan kami dilindungi di negara ini," ujar Sugeng sambil menambahkan, secara umum jemaahnya di Manado bisa hidup dengan damai dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Dalam buku “Dasar-Dasar Hukum Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia” yang ditulis Munasir Sidik diungkapkan, Ahmadiyah didirikan pada 23 Maret 1889 di Qadian India oleh Hazrat Mirza Ghulam as. Dia lahir pada 1835 dan wafat pada 1908.
Di situ juga disebutkan, Ahmadiyah bukan agama baru, dan tidak pula membawa ajaran baru. Anggota Ahmadiyah adalah Islam, kitab sucinya Alquran yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat. Nabinya Nabi Muhammad Saw berdasar kepada 5 Rukun Islam dan 6 Rukun Iman.
Saat ini, Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh Hazrat Mirza Masror Ahmad Atba, yaitu khalifah yang ke-5 penerus Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. Sejak mulai didirikan, Jemaat Ahmadiyah telah berkembang dan tersebar di 210 negara di seluruh dunia.
Ahmadiyah masuk ke wilayah Indonesia sebelum negara ini merdeka, yaitu melalui mubaligh Maulana Rahmat Ali HAOT yang ketika itu secara khusus diutus oleh pimpinan Ahmadiyah Internasional di wilayah Indonesia. Maulana membawa Ahmadiyah masuk ke Indonesia melalui Kota Tapaktuan Aceh pada 2 Oktober 1925.
Dari sana, Ahmadiyah berkembang ke seluruh wilayah Sumatera Barat dan pada 1931 masuk ke Batavia (sekarang Jakarta). Pada 1932, Ahmadiyah telah berkembang di wilayah Batavia dan Bogor.
Advertisement