Nyawa 3 Warga Garut Melayang Akibat Difteri

Salah seorang warga Garut meninggal kemarin akibat wabah difteri. Tercatat 11 orang warga Garut terjangkit penyakit tersebut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 11 Des 2017, 14:33 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 14:33 WIB
Nyawa 3 Warga Garut Melayang Akibat Difteri
Salah seorang warga Garut meninggal kemarin akibat wabah difteri. Tercatat 11 orang warga Garut terjangkit penyakit tersebut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Sebanyak tiga orang warga Kabupaten Garut, Jawa Barat, meninggal dunia akibat wabah penyakit difteri. Tercatat, 11 kasus ditemukan di Garut dari total 116 kasus difteri dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) di Jawa Barat saat ini.

Kepala Dinkes Garut Tenny Swara Rifai mengatakan, jumlah penderita difteri meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya lima kasus. "Kami tidak kaget saat difteri berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) di Jabar. Soalnya tahun lalu juga ada kasus serupa," ujarnya, Senin (11/12/2017).

Menurut Tenny, dari 11 laporan yang ditemukan, sebagian besar berada di wilayah selatan Garut. "Penanganannya dilakukan di RSHS Bandung. Kami tidak menyediakan obat dan vaksin karena jarang kasusnya," paparnya.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Janna Markus, menambahkan ke-11 kasus difteri tersebar di Kecamatan Sukaresmi, Cibatu, Cihurip, Garut Kota, Bayongbong, Sukawening, Cisurupan, Pamulihan, Bungbulang, dan Cikajang.

"Yang sembilan orang sekarang sudah sehat. Dua orang meninggal sekitar awal tahun ini," ujarnya.

Jika dibandingkan tahun lalu, ia mengakui kasus difteri di Kota Dodol ini meningkat cukup signifikan. "Tapi, kasusnya bukan yang paling tinggi. Kasusnya memang meningkat dibanding tahun lalu," katanya.

Agar wabah difteri tidak menyebar, ia mengajak masyakat untuk mengikuti imunisasi lanjutan. Langkah imunisasi dilakukan secara bertahap dari bayi berumur 12 bulan, 18 bulan, hingga duduk di kelas 5 SD.

Selain itu, jika menemukan kasus baru di masyarakat, ia meminta masyarakat segera melaporkannya agar mendapatkan penanganan yang tepat.

 

 

Difteri Jabar Masuk KLB

Difteri Juga Incar Orang Dewasa, Waspadalah!
Difteri Juga Incar Orang Dewasa, Waspadalah!

Juru bicara RSUD dr Slamet Garut Muhammad Lingga Saputra menambahkan, satu pasien difteri akhirnya meninggal dunia kemarin. "Betul, kemarin ada pasien difteri bernama Aidah meninggal dunia," ujarnya.

Dengan adanya satu tambahan pasien difteri meninggal dunia asal Kampung Ngamplang RT 01 RW 05 Kecamatan Pakenjeng tersebut, total ada tiga warga Garut meninggal dunia.

Hingga 3 Desember 2017, Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat sebanyak 116 kasus difteri, dengan 13 orang di antaranya meninggal dunia. Dengan kondisi itu, akhirnya wabah difteri Jabar masuk dalam status KLB.

Difteri ialah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan.

Difteri biasanya ditandai dengan dengan pengingkatan suhu tubuh hingga 38 derajat Celsius, menyebabkan sakit tenggorokan, demam, pembengkakan kelenjar, dan lemas.

Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian.

Dengan kondisi itu, dibutuhkan upaya pencegahan sedini mungkin. Penyakit ini mudah menular melalui pernapasan, batuk, bersin, atau hanya melalui percakapan langsung.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kenali Gejala dan Cegah Difteri

Difteri kembali mewabah di Tanah Air. Bakteri yang sudah terlumpuhkan puluhan tahun lalu itu terdeteksi di 95 kabupaten/kota pada 20 provinsi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan dari Januari sampai akhir November 2017, dilaporkan ada 593 kasus difteri dengan 32 kematian.

Bahkan, 11 provinsi melaporkan kejadian luar biasa (KLB) difteri ke Kemkes. Kasus difteri disebut KLB karena ada peningkatan dua kali kasus pada periode yang sama.

Mengutip laman Mayo Clinic, difteri adalah infeksi serius pada selaput lendir di hidung dan tenggorokan akibat bakteri Corynebacterium dipththeriae.

Gejala difteri ditandai dengan demam yang tak begitu tinggi (38 derajat Celsius), munculnya pseudomembran atau selaput tenggorokan berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit ketika menelan, terkadang disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher dan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Ada kalanya gejala difteri juga disertai sesak napas dan suara mengorok.

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae dan bersifat mudah sekali menular melalui percikan air liur (droplet) dari bersin atau batuk.

Umumnya difteri menyerang individu yang tak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut, terutama anak-anak. Namun, penyakit ini sebetulnya tak pandang usia dan tidak tergantung musim.

Masa penularan difteri dari penderita, yakni 2-4 minggu sejak masa inkubasi (2-5 hari). Masa inkubasi adalah waktu masuknya bakteri ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala.

Mengingat penularannya begitu cepat, maka bila ada anggota keluarga yang positif mengalami gejala difteri, anggota keluarga lainnya harus mendapat imunisasi. Tujuannya agar anggota keluarga yang lain tak ikut tertular difteri.

Jika gejala difteri tidak segera ditangani atau petugas medis keliru mendiagnosis, maka bisa mengakibatkan kematian pada penderita. Menurut Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Provinsi Jawa Barat, Yus Ruseno, difteri yang sudah parah bisa merusak sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal.

Munculnya KLB difteri bisa terkait dengan adanya kesenjangan atau kekosongan kekebalan (immunity gap) di kalangan penduduk di suatu daerah. Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap difteri karena tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya.

Adanya penolakan imunisasi di beberapa daerah di Tanah Air akhir-akhir ini menyebabkan cakupan imunisasi juga tidak sampai 95 persen. Hal itu meningkatkan risiko penyebaran difteri.

Bila semua masyarakat mendukung imunisasi, termasuk difteri, langkah ini bukan hanya melindungi dirinya, melainkan juga mencegah orang lain tertular penyakit tersebut.

"Imunisasi itu pencegahan. Dan tentu harus tahu, melakukan imunisasi itu untuk menolong yang lain juga. Bukan hanya diri sendiri," tegas Menteri Kesehatan, Nila Moeloek.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya