Perpisahan Mengharukan Buaya Sinyulong 200 Kg dengan Pemiliknya

Mata buaya, ditutup dengan kain agar tak beringas, atau barangkali, agar tak sedih berpisah dengan pemiliknya.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 16 Feb 2018, 14:01 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2018, 14:01 WIB
Sebanyak delapan ekor buaya dititipkan ke penangkaran buaya, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)
Sebanyak delapan ekor buaya dititipkan ke penangkaran buaya, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Buaya sapit atau senyulong (Tomistoma schlegelii) itu tampak tenang kala dipindah ke kolam penangkaran buaya di Desa Dawuhan Kulon, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis, 15 Februari 2018.

Buaya berbobot 200 kilogram ini sebelumnya diangkut dari Weleri, Kendal oleh petugas Balai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah bersama dengan seekor buaya muara (Crocodylus porosus) berbobot 85 kilogram.

Saking beratnya, butuh delapan orang untuk memikul kerangkeng besi berisi seekor buaya besar sepanjang empat meter itu menuju kandang penangkaran buaya. Kakinya telah diikat dengan kuat.

Mulutnya pun diamankan dengan plester. Sedangkan mata buaya ditutup dengan kain agar tak beringas, atau barangkali, agar tak sedih berpisah dengan pemilik lamanya.

Ternyata, tak mudah untuk melepas buaya ke kandang penangkaran buaya yang telah disiapkan. Tetapi, dengan ketegangan tingkat tinggi, akhirnya predator buas itu pun berhasil dilepas ke tempat tinggal barunya.

Buaya ini diserahkan oleh pemilik sebelumnya, Sudjianto yang mengelola tempat wisata alam. Tentu berat bagi Sudjianto untuk berpisah buaya yang telah menjadi salah satu koleksi andalan di tempat wisatanya.

Pencinta Hewan Tak Berarti Boleh Pelihara Buaya

Agar aman, buaya diikat kakinya dan dilakban mulutnya. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)
Agar aman, buaya diikat kakinya dan dilakban mulutnya. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)

Tetapi, ia mesti berpisah dengan koleksinya lantaran kedua jenis buaya itu adalah jenis satwa liar yang dilindungi. Sedangkan wisata alam yang dikelolanya, tak memiliki izin penangkaran.

Rupanya, BKSDA tak hanya menyerahkan dua ekor buaya itu. Secara keseluruhan, BKSDA Jawa Tengah menyerahkan delapan ekor buaya.

Enam ekor buaya lainnya adalah milik Chandra Gunawan, kolektor asal Moyudan, Godean, Sleman dan Gunarto, warga Sidokarto, Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sama dengan Sudjianto, kedua orang ini juga secara sukarela menyerahkan buaya koleksinya kepada BKSDA Yogyakarta. Mereka menyerahkannya pada akhir Januari 2018 lalu.

Kepala BKSDA Jawa Tengah, Suharman, mengatakan delapan buaya muara itu diserahkan untuk dipelihara di satu-satunya penangkaran buaya berizin di Jawa Tengah.

Buaya dari Yogyakarta itu pun diserahkan ke penangkaran Dawuhan Kulon, Banyumas lantaran di Yogya belum ada penangkaran yang berizin.

BKSDA Minta Warga Hindari Konflik Langsung dengan Buaya

Buaya Sinyulong dilepas ke kandang penangkaran, ditonton oleh puluhan warga. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)
Buaya Sinyulong dilepas ke kandang penangkaran, ditonton oleh puluhan warga. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)

Dia pun menjelaskan, tak semua warga boleh memelihara hewan buas ini. Warga harus mengantongi izin dari Pemerintah Kabupaten dan BKSDA.

“Karena buaya memerlukan perlakuan khusus dan juga cukup berbahaya, sehingga perlu adanya keterampilan dan juga perawatan khusus,” dia menjelaskan, melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis, 15 Februari 2018.

Sebab itu, ia pun meminta agar warga yang memelihara buaya segera menyerahkan kepada BKSDA setempat. Ia juga mengimbau agar warga tak gegabah mencoba menangkap buaya di alam liar untuk menghindari konflik frontal yang bisa berakibat jatuhnya korban, baik manusia maupun satwanya.

“Masyarakat tidak boleh membunuh buaya, kecuali dengan alasan sangat mendesak,” dia menjelaskan.

Adapun pemilik penangkaran buaya Dawuhan Kulon, Fatah Ahmad Suyanto mengatakan, saat ini di penangkarannya telah ada 12 ekor buaya. Delapan ekor berjenis buaya muara, sedangkan tiga ekor lainnya adalah buaya air tawar Papua (Crocodylus novaguinae).

Ia memperoleh buaya itu dengan cara membeli. Ada pula buaya yang dititipkan oleh BKSDA. Dengan tambahan delapan ekor buaya itu, maka penangkarannya secara total berpopulasi 20 ekor buaya.

Rahasia Memelihara Buaya

Butuh delapan orang untuk melepas buaya Sinyulong berbobot 200 kilogram. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)
Butuh delapan orang untuk melepas buaya Sinyulong berbobot 200 kilogram. (Foto: Liputan6.com/BKSDA Jateng/Muhamad Ridlo)

Fatah mendirikan penangkaran sejak tiga tahun lalu dengan biaya mandiri. Alasannya sederhana, ia adalah pencinta reptil dan sedih jika ada reptil besar yang mati. Dia pun khawatir dengan kelestarian buaya yang semakin terancam.

Untuk memelihara buaya, Fatah mengaku banyak belajar secara autodidak. Ia pun rajin menyambangi pemelihara buaya.

“Kita percaya diri saja, tentu perawatan dengan mengetahui sifat-sifat buas buaya. Ya sudah mantap, sehingga saya bersedia untuk menjadi penangkar buaya," Fatah menjelaskan.

Di tempat baru ini, buaya bakal dirawat lebih maksimal. Pasalnya, penangkaran dibangun dengan mempertimbangkan kebutuhan buaya di habitatnya. Misalnya, dalam kandang ada bagian yang tak terendam air agar buaya bisa berjemur.

Kandang itu juga dikelilingi pagar kawat tinggi aman bagi warga yang ingin menonton aktivitas buaya, termasuk anak-anak. Ke depan, Fatah berharap penangkarannya bisa menjadi media edukasi.

“Buayanya tambah pastinya perawatan jadi lebih ekstra dan penyediaan pakan bertambah,” dia menerangkan.

Selain menitipkan buaya ke penangkaran, BKSDA Jawa Tengah juga melepasliarkan burung langka yang diserahkan oleh masyarakat. Ada pula burung langka yang merupakan sitaan.

Saksikan video di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya