Emas Menghilang, Transaksi Sianida di Gunung Botak Malah Makin Marak

Sebelumnya, Gubernur Maluku memerintahkan penutupan tambang emas ilegal di Gunung Botak. Rupanya, warga bertahan untuk berburu sianida.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Feb 2018, 09:31 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2018, 09:31 WIB
Penertiban Tambang Emas Liar
Petugas gabungan tertibkan ratusan penambang emas ilegal di Gunung Botak

Liputan6.com, Ambon - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maluku menyatakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak, Kabupaten Buru semakin marak.

"Bayangkan saja, harga sianida saat ini dijual Rp 3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp 1 juta/liter," kata Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy, dikonfirmasi, Senin, 19 Februari 2018, dilansir Antara.

Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personel Polisi maupun TNI AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.

"Susah untuk menutup aktivitas penambangan maupun penjualan sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak karena masih ada penambang di sana," ujar Martha.

Data yang dihimpun, sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak. Saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan, ternyata masih ada beroperasi di sana.

"Kami memantau masih berkeliaran penambang ilegal di kawasan Gunung Botak yang ada hingga saat ini sehingga intensif berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk penertiban," katanya.

Padahal, penutupan penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak ini dikoordinasi Menko Polhukham dengan melibatkan kementerian maupun lembaga teknis lainnya.

"Jadi, bukan masalah emas yang sebenarnya depositnya di Gunung Botak relatif kecil. Namun, peredaran sianida maupun berkuri yang harus diberantas karena merusak ekosistem lingkungan dan kesehatan warga Pulau Buru," kata Martha.

 


Perintah Gubernur Maluku

Gunung Botak Papua.
Gunung Botak Papua.

Sebelumnya, Plt Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua menyatakan aktivitas penambangan emas ilegal di Gunung Botak, harus ditutup menindaklanjuti surat Bupati Buru, Ramly Umasugy pada 5 Januari 2018.

"Surat Bupati Buru sudah diterima Gubernur Maluku, Said Assagaff dan harus ditindaklanjuti dengan penutupan karena pengolahan melalui sistem rendaman itu memanfaatkan merkuri dan sianida," katanya.

Pengolahan dengan pola rendaman dengan bahan kimia asam sianida, castik dan cairan H02 di Sungai Anahoni. Kondisi ini juga terjadi di kawasan Gunung Botak dengan para penambang dari luar Maluku.

Bupati Ramly melaporkan saat ini lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali menambang dengan sistem rendaman, dumping, dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida.

"Terjadi pencemaran air Sungai Anahoni yang mengalir hingga ke laut sehingga mengancam ekosistem maupun sumber daya hayati laut di sekitar perairan Pulau Buru," kata Zeth.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya