Rekomendasi Badan Geologi Terkait Longsor di Sumedang dan Kuningan

Tim Tanggap Darurat (TTD) Badan Geologi telah menganalisis dan menyelidiki wilayah terdampak gerakan tanah serta longsor di Sumedang dan Kuningan.

oleh Arie NugrahaHuyogo Simbolon diperbarui 03 Mar 2018, 11:01 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2018, 11:01 WIB
Tanah bergerak
Tanah bergerak merayap di Desa Cimanintin, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, terjadi dalam satu pekan terakhir. (Foto: Pusdalops BPBD Sumedang/Arie Nugraha)

Liputan6.com, Bandung - Tim Tanggap Darurat (TTD) Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menganalisis dan menyelidiki wilayah terdampak gerakan tanah serta longsor yang terjadi di Sumedang dan Kuningan, Jawa Barat.

Akibat tanah bergerak di Dusun Cimanintin, Blok Babakan Sawah, Desa Cimanintin, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, sedikitnya 54 rumah rusak berat dan 159 jiwa terpaksa mengungsi. Ratusan warga yang rumahnya terdampak pergerakan tanah kemudian mengungsi ke beberapa lokasi.

Ketua Tim TTD Badan Geologi untuk gerakan tanah di Sumedang, Herry Purnomo mengatakan penyebab amblesnya tanah karena sifat fisik pelapukan tanah tebal lebih dari 4-7 meter. Selain itu, sifat tanah lunak, mudah menyerap air, banyak sawah, dan kandungan air jenuh.

"Kemiringan lereng 25-45 derajat bahkan ada yang 60 derajat, adanya bidang lincir dan bagian bawah batuan lempung," ucap Herry ditemui di Lobi Gedung Sekretariat Badan Geologi, Bandung, Kamis, 1 Maret 2018.

Herry menjelaskan, kawasan tanah bergerak tersebut sudah ditetapkan tidak layak huni. TTD Badan Geologi pun sudah menyosialisasikan kepada warga, Pemerintah Kabupaten Sumedang dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, serta kepolisian resor (polres) dan komando distrik militer (kodim).

"Sekarang ini sebagian rumah hancur, tapi dalam beberapa hari akan hancur karena tanahnya bergerak terus," jelasnya.

Badan Geologi juga meremomendasikan agar 54 rumah yang rusak akibat tanah bergerak segera direlokasi. Zona merah di kawasan tersebut juga harus dialihfungsikan dibuat hutan dan perkebunan.

"Lahan yang sudah kena bencana saya sarankan ditanami pohon-pohon. Jenisnya merupakan pohon keras dan berakar dalam seperti jati dan mahonj supaya tanah tidak bergerak lagi. Untuk pohon produktifnya bisa pohon durian, petai, dan nangka," ungkapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Relokasi Korban Terdampak Tanah Bergerak

Tanah bergerak
Tanah bergerak merayap di Desa Cimanintin, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, terjadi dalam satu pekan terakhir. (Foto: Pusdalops BPBD Sumedang/Arie Nugraha)

Badan Geologi juga telah menunjuk dua tempat relokasi untuk warga yang terdampak bencana, yakni Blok Kandaga dan Blok Genggehe. "Itu relokasi lama, tapi sama masyarakat tidak ditempati, hanya 10 persen yang menempati. Sudah ada rumah dan akses jalan," kata Herry.

Di tempat yang sama, Ketua TTD Badan Geologi untuk wilayah Kuningan, Anas Lutfi menyebutkan terdapat 15 kecamatan rawan longsor. Dari ke-15 wilayah itu, empat di antaranya sudah disurvei.

Keempat wilayah tersebut adalah Dusun Jabranti dan Dusun Cipari (Kecamatan Karangkencana), Dusun Babakan dan Dusun Ciraharja (Kecamatan Ciniru).

"Rekomendasi dari kita mesti harus pindah karena lokasi tidak layak. Untuk yang di Dusun Ciraharja relokasi untuk rumah yang rusak berat," ungkapnya.

Meski tidak ada korban jiwa dalam longsor di Kuningan, warga untuk tetap waspada mengingat hujan masih sering mengguyur kawasan tersebut. "Untuk di Desa Jabranti, ada tiga dusun masih terisolasi dengan penduduk sekitar 2.000 jiwa. Tapi, tidak ada korban jiwa," ujarnya.

 

Pusdalops Pantau Wilayah Rawan Bencana 24 Jam

Pusdalops BPBD Jawa Barat
Keberadaan Pusdalops BPBD Jawa Barat di Jalan Sukarno-Hatta, Kota Bandung, dilengkapi dengan sarana untuk memudahkan pengambilan keputusan terkait bencana alam. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Secara umum Jawa Barat memiliki karakteristik perpaduan antara daerah pegunungan yang berada di wilayah selatan dan dataran rendah di wilayah pantai utara. Adanya perbedaan karakteristik ini, membuat perbedaan perlakuan pada masing-masing wilayah. Khususnya pada wilayah-wilayah yang dimungkinkan rawan bencana.

Pemantauan terhadap kondisi alam dan aktivitas yang berpotensi bencana itu berada di ruang Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBD Jawa Barat. Kantornya beralamat di Jalan Sukarno-Hatta, Kota Bandung.

Keberadaan Pusdalops dilengkapi dengan sarana untuk memudahkan BPBD dalam mengambil keputusan terkait bencana. Baik itu menjelang bencana, saat bencana, dan usai bencana.

Belum lama ini, Liputan6.com berkesempatan mengunjungi ruangan Pusdalops PB BPBD Jabar. Terletak di lantai tiga Gedung BPBD, ruangan ini khusus untuk pemantauan dan pusat analisis data.

Terdapat empat layar LED 43 inci yang dirangkai membentuk persegi di bagian dinding. Operator dapat memantau aktivitas visual prakiraan cuaca, kecepatan angin, status gunung, dan gempa bumi.

Persis di depan layar terdapat ruang krisis yang akan sangat sibuk jika sedang terjadi bencana. Ruangan ini dilengkapi dengan empat komputer lengkap dengan layar yang terkoneksi dengan internet.

Tempat yang tak kalah sibuknya adalah ruangan rutin. Di sini, para petugas setiap hari mendapatkan data, menganalisisnya sampai melaporkan hasil pemantauan.

Peralatan lainnya yang ada di ruangan Pusdalops adalah telepon, faksimile, radio komunikasi, dan perangkat konferensi video. Ruangan ini juga dilengkapi dengan fasilitas ruang rapat dan manajer.

 

3 Unit Kerja

Pusdalops BPBD Jawa Barat
Keberadaan Pusdalops BPBD Jawa Barat di Jalan Sukarno-Hatta, Kota Bandung, dilengkapi dengan sarana untuk memudahkan pengambilan keputusan terkait bencana alam. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Manajer Pusdalops BPBD Jabar, Budi Budiman Wahyu mengatakan tim Pusdalops memiliki tiga unit kerja. Rincinya, data informasi, unit reaksi cepat, dan unit pendukung operasional.

"Masing-masing unit bekerja dengan pola yang sudah tersistem. Pagi dan malam, ada tidak ada bencana selalu ada laporan," kata Budi.

Dari hasil analisa petugasnya, BPBD akan melaporkan ke BNPB yang ditembuskan kepada kepala daerah. "Bila terjadi bencana kita lihat kontelasi BPBD kota/kabupaten, data yang kita terima dianalisis kemudian mengirim orang barulah kita lakukan assessment (penilaian)," ujarnya.

Pusdalops Jabar beranggotakan 50 orang. Mereka siaga 24 jam dengan dua shif kerja. Jika dalam keadaan darurat, maka personel harus bersiaga.

Pusdalops mendapatkan data dalam bentuk tulisan, gambar, peta, foto udara, rekaman audio, dan video. Sedangkan jenis datanya mulai dari geografi, demografi, dan pemantauan kondisi alam.

"Foto yang dikirim harus disertai titik koordinat. Itu yang terpenting untuk melakukan tindakan selanjutnya," Budi menerangkan.

Sebelum disebarluaskan melalui media BPBD, Budi menjelaskan, anggotanya selalu melakukan kroscek terlebih dulu. "Begitu sudah valid baru bisa kami sebarluaskan," katanya.

Menurutnya, ketika bencana terjadi banyak informasi bertebaran bahkan tak sedikit beredar informasi palsu alias hoaks. Misalnya, memakai foto bencana di tempat lain padahal tidak ada bencana.

"Informasi dari BPBD biasanya satu pintu. Pusdalops akan menganilisis terlebih dulu semua data yang masuk sebelum diberikan kepada pimpinan. Setelah itu dilakukan penanganan bencana," ujarnya.

 

Siaga Bencana, PMI Tambah Petugas Jaga

Banjir dan longsor di Jawa Barat
Manajer Pusdalops PB BPBD Jawa Barat, Budi Budiman Wahyu, memaparkan jumlah korban terdampak banjir dan longsor di Jawa Barat, dalam sepekan terakhir Februari 2018. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Tak hanya Pusdalops PB BPBD Jabar. Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bandung pun menyiagakan petugas jaga tambahan terkait maraknya bencana alam yang terjadi saat ini. Penambahan petugas jaga itu berasal dari Korps Sukarela (KSR) enam orang per shif yang awalnya empat orang per shif selama 24 jam bersiaga penuh.

Menurut juru bicara PMI Kota Bandung, Priyo Handoko, seluruh petugas KSR yang bersiaga itu dibantu oleh anggota PMI kecamatan se-Kota Bandung di wilayah masing-masing. Alasannya, berdasarkan catatan otoritasnya terjadi peningkatan kejadian bencana alam dalam kurun waktu dua bulan terakhir di tahun 2018.

Misalnya, banjir bandang dan kebakaran dalam skala besar. "Dalam dua bulan terakhir ada lebih dari lima bencana besar yang ditangani dan lebih dari 25 bencana skala kecil yang sudah ditangani pula oleh PMI," kata Priyo Handoko di Bandung, Kamis, 1 Maret 2018.

Priyo menjelaskan, seluruh kejadian bencana yang telah dikumpulkan datanya, dikategorikan sebagai bencana skala kecil. Namun, pemberlakuan penambahan petugas di PMI Kota Bandung untuk mengantisipasi permintaan bantuan dari wilayah lain yang sedang mengalami bencana dalam skala besar.

Priyo menyebutkan bala bantuan petugas apabila ada darurat bencana berasal dari relawan on call kecamatan, Sibat, dan relawan dari KSR perusahaan. Sementara, petugasnya yang bersiaga di Markas PMI berjumlah enam orang.

"Siaga 24 jam selamanya cuma keadaan sekarang, kita lebih di penambahan personel, khususnya di PMI Kota Bandung dan penekanan kepada tiap relawan di wilayah masing-masing untuk bersiaga," ujar Priyo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya