Liputan6.com, Semarang - Penyelenggaraan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) oleh OSIS SMA Negeri 1 Semarang, Jawa Tengah, berbuah dipecatnya dua siswa karena dituduh melakukan kekerasan. Ini menjadi kegaduhan di dunia pendidikan karena ada pembelaan dan simpati masyarakat umum hingga lembaga negara kepada dua siswa yang dikeluarkan.
Memang diakui ada kontak fisik antara senior dan yunior, sebagaimana dilansir Kepala Badan Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Jawa Tengah (BP3AKB) Sri Winarna. Ia menyebut dalam setiap LDK pasti ada kontak fisik.
"Namanya LDK pasti ada yang namanya kontak fisik. Sekolah berdalih dikeluarkan itu sebagai shock therapy. Itu tidak benar. Harus bertahap," kata Sri Winarna.
Advertisement
Sinyalemen itu diperkuat adanya pengakuan wali murid bahwa anaknya menjadi korban kekerasan ketika mengikuti kegiatan OSIS. Ketua Dewan Pendidikan Jawa Tengah, Profesor Rustono menyebutkan bahwa dalam kegiatan OSIS selalu ada pembina, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
Baca Juga
Atas hal itu, kepala sekolah SMA Negeri 1 Semarang Endang Suyatmi menyebutkan bahwa di luar kegiatan OSIS yang dilaporkan ke sekolah, ada kegiatan LDK lain yang ilegal dan di luar pengawasan pembina OSIS.
Bagaimana para pengurus OSIS menyikapi hal itu?
Rokayah (sebut saja namanya demikian) salah satu pengurus OSIS SMA Negeri 1 Semarang bersedia bercerita tentang kegiatan OSIS dan beban para pengurus OSIS, dengan syarat namanya disembunyikan.
"Tahu sendiri kan, sekolah yang bernama SMA Negeri 1 Semarang lagi sensi (sensitif), dikit-dikit sanksi," kata Rokayah kepada Liputan6.com, Sabtu (3/3/2018) di sebuah kafe.
Simak video pilihan berikut di bawah ini:
Â
Jualan dan Ngamen Itu Bukan LDK
Menurut Rokayah, LDK hanya dilakukan satu kali saja, yakni pada November 2017. Kegiatan ini tradisi tahunan SMA Negeri 1 Semarang.
"Berlangsung lima hari, yang pada tahun-tahun sebelumnya diselenggarakan dua minggu," kata Rokayah.
Selama lima hari tersebut, pengurus OSIS harus menyampaikan kurang lebih 12 materi. Mulai kepemimpinan, ketahanan fisik, ketahanan mental, manajemen, keorganisasian, dan lainnya.
Sebanyak 12 materi itu harus disampaikan dalam durasi total 10 jam. Karena LDK dilaksanakan usai jam pelajaran sekolah selesai, yakni pukul 15.30 WIB sampai 17.30 WIB, jam akhir penutupan lingkungan sekolah atau dua jam setiap hari.
"Makanya pertemuan ditambah dengan ngobrol-ngobrol di luar jam sekolah, yang dilakukan seminggu sekali," kata Rokayah.
Untuk efektivitas, para pengurus OSIS rutin menggelar rapat dengan tempat dan waktu kondisional. Ini dilakukan sebelum LDK. Dan hanya perngurus OSIS yang dilibatkan.
"Mungkin itu yang disebut Kepsek LDK ilegal. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian menuju acara terbesar OSIS SMAN 1 Semarang, Reinkarnation. Reinkarnation berlangsung 23 September dan mendatangkan artis-artis nasional seperti Jaz Hayat, Kelompok Penerbang Roket, hingga RAN," kata Rokayah.
Anak-anak SMA ini harus membuat acara besar berskala nasional. Tentu biayanya juga besar. Karena keterbatasan tenaga, maka pengurus OSIS merasa kewalahan jika ditangani sendiri. Mereka berinisiatif melakukan rekrutmen pada kelas X sekaligus melakukan regenerasi.
"Karena ini acara yang sudah sangat dikenal publik Semarang dan menjadi acara paling besar SMANSA. Anggarannya pun mencapai Rp 300 juta lebih," kata Rokayah.
Advertisement
Masih Minat Jadi Pengurus OSIS?
Seluruh acara itu, semua ditangani OSIS. Mulai mencari artis, menentukan artis, melobi, hingga tawar-menawar dengan manajemen artis. Mereka juga harus menata acara, menyiapkan konsumsi, undangan, hingga mencari dana.
"Tahun lalu total pendapatan sekitar Rp 400 juta. Dan itu semua yang mencari OSIS. Sekolah hanya menandatangani proposal," kata Rokayah.
Untuk mengumpulkan dana sebanyak itu, dia mengaku telah berupaya selama satu tahun. Dari jualan kue, camilan, mengamen sampai mencari sponsor. Rokayah menduga, dari kegiatan mencari uang ini yang dikeluhkan salah satu orangtua pelapor yang menunjukkan adanya rok dan lain-lain.
"Ini kegiatan mandiri dan sangat mendidik. Kami tidak meminta-minta, tapi berusaha. Celakanya justru dipersoalkan bahkan disalahkan," kata Rokayah.
Usai Anin dan Afif dipecat, masihkah OSIS menjadi organisasi seksi yang dianggap bergengsi di sekolah?
"Saya enggak mau ah jadi pengurus OSIS. Takut, nanti ada apa-apa," kata Udin, siswa kelas X.
Hal serupa disampaikan siswa lainnya. Meski ada satu atau dua pelajar yang tetap bersedia menjadi pengurus, namun dengan syarat.
"Mau saja. Tapi kalau ada kegiatan, sekolah harus mendukung dan melindungi. Jadi kalau ada apa-apa ikut tanggung jawab. Enggak kayak ini," kata siswa lainnya.