Insiden Aneh Menimpa Para Penambang Ilegal di Candi Muara Takus Riau

Akibat insiden aneh itu, para penambang ilegal di Candi Muara Takus berbondong-bondong berhenti menggali.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2018, 11:30 WIB
Candi Muarojambi
Festival Candi Muaro Jambi 2017 sebentar lagi bakal digelar

Liputan6.com, Pekanbaru - Kejadian aneh mengiringi penemuan peninggalan kuno yang diduga bagian dari cagar budaya Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, Riau, dan menimpa para penambang yang beraktivitas di lokasi tersebut.

Ketua Tim Teknis sekaligus Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, Nedik Tri Nurcahyo, Kamis, mengatakan sejumlah penambang kuari dan galian C di lokasi penemuan peninggalan kuno tersebut mendadak jatuh sakit tanpa bisa dijelaskan penyebabnya.

Sebelumnya, aktivitas penambangan di area cagar budaya Candi Muara Takus dikeluhkan masyarakat karena dikhawatirkan merusak situs bersejarah tersebut. Apalagi, penambangan tersebut diduga tanpa izin atau ilegal.

Aktivitas penambangan kuari dan galian C itu secara tidak sengaja telah mengungkap peninggalan kuno yang diduga merupakan bagian dari cagar budaya Candi Muara Takus.

"Sekarang aktivitas penambangan sudah ditinggalkan, gundukan pasirnya masih kelihatan. Selain karena ada ditemukan peninggalan ini, ada pekerjanya yang tiba-tiba sakit. Itu mungkin ada faktor nonempiris kenapa penambangan itu akhirnya ditinggalkan," kata Nedik Tri Nurcahyo, dilansir Antara, Kamis, 26 April 2018.

Lokasi penemuan peninggalan berupa batu bata itu berjarak 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Tepatnya sekitar 1 kilometer bagian selatan dari Candi Muara Takus dan 300 meter dari jembatan Sungai Sati, yang merupakan anak Sungai Kampar.

Dalam ekskavasi itu, tim gabungan meneliti dengan metode "pit" atau menggali untuk mengetahui sebaran temuan bata tersebut. Sebagai kesimpulan awal, lanjut Nedik, pada area yang diteliti seluas 20 x 40 meter persegi ditemukan banyak bata-bata yang sebagian sudah tidak utuh lagi hingga ke tebing Sungai Sati.

Tim tersebut berharap agar pemerintah daerah melindungi area penemuan tersebut dari aktivitas yang bisa merusak, seperti penambangan ilegal.

"Saya harap ini dijaga karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, sesuatu objek yang diduga cagar budaya harus diperlakukan sebagai cagar budaya," kata Nedik.

 

 

Banyak Misteri

Candi Muarojambi
Pengunjung bisa berkeliling sepeda yang biasa disewa untuk melihat berbagai situs di komplek Candi Muarojambi. (B Santoso/Liputan6.com)

Temuan tersebut diharapkan bisa menjawab pertanyaan para ahli tentang Candi Muara Takus yang hingga kini masih misterius. Salah satunya perihal kebutuhan sumber daya manusia yang membangun candi megah itu.

"Pasti dibutuhkan orang yang banyak untuk membangunnya, mesti ada perkampungan yang cukup ramai," ucapnya.

"Jangan-jangan yang ditemukan ini salah peninggalan masa lalu juga yang ada kaitannya dengan Muara Takus, tapi itu masih terlalu dini dan perlu penelitian lebih lanjut," imbuh Nedik lagi.

Hingga kini, bukti tertulis dalam seperti dalam bentuk prasasti mengenai waktu sebenarnya Candi Muara Takus dibangun belum pernah ditemukan. Keberadaan candi yang berupa stupa besar dari susunan batu bata dan batu sungai itu, selama ini disebut sebagai situs candi tertua yang ditemukan di Sumatera.

Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad ke-4, ada yang mengatakan abad ke-7, abad ke-9 bahkan pada abad ke-11. Namun, candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya.

Nedik mengatakan ekskavasi yang akan berlangsung hingga 28 April itu baru merupakan penelitian awal. Meski begitu, ada dugaan kuat bahwa temuan itu sarat akan unsur kepurbakalaan, sehingga tim mengusulkan rekomendasi penelitian lanjutan.

"Kami rekom ada penelitian lanjutan karena areanya yang luas berupa bata-bata. Banyak pertanyaan yang akan terjawab dari hasil penelitian lanjutan mengenai apa susunan batu itu, apa fungsinya, apa itu bagian dari candi atau bangunan lainnya," kata Nedik.

Ia berharap penelitian lanjutan nanti bisa melibatkan banyak pihak selain BPCB Sumatera Barat, karena bisa melibatkan juga dari Dinas Kebudayaan Riau, BPCB Aceh-Sumatera Utara, Pusat Arkeologi Nasional, serta akademisi yang memahami geologi.

"Hasil sampel penelitian ini kita kirim ke lab Balai Konservasi Borobudur untuk mengetahui apa ini bata kuno, dan komposisi penyusunnya apa," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya