Gaji Fantastis Pekerja Asing Ilegal di Tambang Emas Rakyat Papua

Saat para pekerja asing yang bekerja ilegal di tambang emas rakyat Papua itu digaji fantastis, warga lokal hanya diberi upah seadanya untuk mengantarkan bahan bakar.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jun 2018, 03:00 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2018, 03:00 WIB
Ilustrasi tambang emas
Ilustrasi tambang emas. (iStock)

Liputan6.com, Timika - Jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Timika, Papua, menyebut puluhan pekerja asing ilegal yang bekerja di tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire, menerima gaji fantastis hingga mencapai Rp 40 juta per bulan.

"Dari investigasi yang kami lakukan, mereka semua digaji rata-rata 7.000-8.000 Yuan (mata uang Tiongkok) atau sekitar Rp 14 juta-Rp 15 juta per bulan. Bahkan, ada yang sampai Rp 40 juta. Itu keterangan mereka," kata Kepala Kantor Imigrasi Tembagapura, Timika, Jesaja Samuel Enock, Senin, 25 Juni 2018, dilansir Antara.

Samuel Enock langsung memimpin operasi penertiban orang asing di empat lokasi tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire pada 10 Juni 2018 lalu. Bersama empat stafnya, Samuel mendatangi lokasi tambang emas rakyat di Kampung Bifasik, Kampung Lagari, dan sepanjang aliran Sungai Musaigo, Distrik Makime, Kabupaten Nabire.

Empat lokasi tambang emas rakyat itu dieksploitasi oleh sebuah perusahaan PMJ yang berkedudukan di Nabire. Kini, pemilik perusahaan tersebut berinisial BE menjadi target utama pihak Imigrasi Tembagapura, Timika, untuk diajukan ke kursi pesakitan lantaran mempekerjakan puluhan pekerja asing tanpa dokumen resmi alias menyalahi izin tinggal.

"Dari 21 orang warga negara asing yang sudah kami periksa di Kantor Imigrasi Tembagapura, Timika, ada yang menggunakan bebas visa kunjungan wisata, ada yang menggunakan visa kunjungan. Rata-rata mereka beralamat di Jakarta. Ini sudah pelanggaran karena keberadaan mereka tidak sesuai dengan tempat tinggalnya," tuturnya.

Menurut dia, perusahaan PMJ di Nabire tidak pernah melapor ke Kantor Imigrasi Tembagapura terkait keberadaan puluhan pekerja asing asal Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan tersebut.

"Terdapat indikasi kuat bahwa keberadaan mereka di sana untuk bekerja sebab di situ merupakan lokasi tambang. Orang-orang asing itu datang ke sana bukan untuk sekedar jalan-jalan, tapi mereka memang melakukan aktivitas di lokasi tambang," kata Samuel.

Sebanyak 21 pekerja asing yang sudah ada di Timika. Sementara, 16 orang asing lain masih berada di Nabire.

Ia memastikan tidak ada pekerja asing itu yang akan dideportasi. Namun, seluruhnya akan diajukan ke pengadilan dengan sangkaan melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana diatur dalam Pasal 122 huruf a UU Nomor 6 Tahun 2011, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta.

"Dari catatan paspor mereka, ada yang sudah berulang kali keluar masuk Indonesia. Ada yang pernah bekerja di Sulawesi, ada yang pernah bekerja di Maluku Utara. Kami melihat ada suatu kesengajaan dari pihak-pihak tertentu untuk mendatangkan orang asing ke tempat-tempat tersebut," kata Samuel.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

Pekerja Kasar

ilustrasi-tambang-emas-140225c.jpg
Ilustrasi tambang emas.

Dari keterangan awal para pekerja asing tersebut, mereka telah bekerja di lokasi tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire dalam jangka waktu bervariasi mulai dari tiga bulan hingga enam bulan.

Adapun pekerjaan yang mereka geluti di lokasi tambang emas rakyat di Nabire bermacam-macam mulai dari supir dum truk, operator ekscavator, operator peralatan pemurnian emas, bahkan ada yang bekerja sebagai tukang masak.

"Mereka semua melakukan pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan oleh orang-orang lokal. Berarti, mereka bukan tenaga ahli yang memang sangat diperlukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Mengapa perusahaan tidak mau mempekerjakan tenaga kerja lokal, tapi harus didatangkan dari luar negeri?" tanya Samuel.

Lebih ironis lagi, lanjut Samuel, masyarakat lokal yang notabene merupakan pemilik hak ulayat atas lokasi tambang emas rakyat di Nabire tersebut sama sekali tidak diizinkan untuk melihat proses produksi, apalagi mengetahui hasil produksi emas yang diolah di lokasi lahan mereka sendiri.

"Semua pekerjaan mereka yang ambil alih. Masyarakat lokal hanya dapat tugas untuk mengambil bahan bakar di Nabire. Penghasilan yang masyarakat terima sangat jomplang dibanding orang asing yang bekerja di lokasi tambang itu," tutur Samuel.

Kehadiran petugas Kantor Imigrasi Tembagapura, Timika di lokasi tambang emas rakyat di Nabire, beberapa waktu lalu mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat.

"Masyarakat sangat mendukung kehadiran kami untuk melakukan penegakan hukum terhadap orang asing yang bekerja di lokasi tambang-tambang itu karena sekaligus memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat yang seharusnya mendapat porsi yang adil dari pihak perusahaan," kata Samuel.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya