6 Berita Terhangat 2018 dari Garut, Grup Penyuka Sesama Jenis hingga Pembakaran Bendera HTI

Sepanjang 2018 banyak peristiwa besar berasal dari Garut, Liputan6.com kembali merangkum bagi sebagai catatan akhir tahun, sebagai refleksi menjelang kehadiran tahun baru 2019.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 06 Des 2018, 00:03 WIB
Diterbitkan 06 Des 2018, 00:03 WIB
Kantor KPUD Garut Jalan Suherman, Tarogong, Garut
Kantor KPUD Garut Jalan Suherman, Tarogong, Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Kalender 2018 segera berganti. Tahun 2019 pun tengah menunggu dalam hitungan hari. Banyak informasi masyarakat yang terjadi sepanjang tahun ini berasal dari kota dodol, Garut.

Liputan6.com kembali menyajikan deretan peristiwa yang terjadi dari kota dodol Garut, Jawa Barat sepanjang tahun ini, sebagai kilas balik sebagai refleksi sepanjang tahun 2018.

Berikut enam pemberitaan menarik di Garut yang cukup menyedot perhatian publik, tidak hanya dalam negeri, tetapi juga mata dunia internasional, yang berhasil dihimpun Liputan6.com.

Bareskrim Tangkap Ketua Panwaslu dan Komisioner KPU Garut

Diawali Sabtu, 24 Februari 2018. Aksi senyap Satuan Tugas Antimoney Politic Bareskrim Polri bersama Satgasda Jabar dan Polres Garut, Jawa Barat, berhasil menangkap Ketua Panwaslu Garut, Heri Hasan Basri dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kantor Panwaslu Garut.

"Betul (OTT) sudah diamankan pihak polda," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Sabtu malam (24/2/2018).

Kejadian itu memang cukup mengagetkan banyak pihak. Peta politik Garut yang terkenal selalu menghasilkan kejutan, kembali terulang dengan tertangkapnya dua komisioner lembaga penyelenggara pemilu tersebut.

Selain Heri, petugas juga mengamankan Komisioner KPUD Garut, Ade Sudrajad. Keduanya diduga menerima suap atau gratifikasi pada kasus yang sama, untuk meloloskan salah satu bakal calon pasangan dalam Pilkada serentak di Kabupaten Garut 2018. Barang bukti berupa 1 unit mobil Daihatsu Sigra warna putih nopol Z 1784 DY ikut diamankan.

Penangkapan yang dilakukan petugas gabungan itu, cukup mengagetkan warga Garut. Pasalnya, pada Minggu (25/2/2018), panwaslu akan mengumumkan hasil dari sidang gugatan yang digelar Rabu (20/2/2018).

Diduga salah satu balon yang gagal itu memberikan satu unit mobil untuk meloloskan gugatan mereka dan masuk sebagai peserta pasangan calon dalam pilkada serentak Garut, 27 Juni 2018.

Sebelumnya, dalam pengumuman hasil verifikasi bakal calon peserta pilkada Bupati-Wakil Bupati Garut, yang diumumkan KPUD Garut, 12 Februari 2018, sebanyak dua pasang dari enam bakal calon (balon) peserta pilkada Garut, Jawa Barat dari usungan partai politik (parpol) dan perseorangan dinyatakan tidak lolos verifikasi.

Total hanya empat calon yang berhak mengikuti pilkada 27 Juni 2018. Empat pasang calon yang dinyatakan lolos antara lain pasangan petahana Rudy Gunawan-Helmi Budiman yang diusung partai PKS, Gerindra dan NasDem, Agus Hamdani-Pradana Aditya Wicaksana yang diusung partai PPP dan PAN, Alirahman-Dedi Hasan Bachtiar yang diusung partai Golkar-PDIP dan Hanura serta satu pasangan perseorangan Suryana-Wiwin Suwindayati.

Sedangan dua pasangan calon yang dinyatakan tidak lolos verifikasi yakni mantan Bupati Garut Agus Supriadi-Imas Aan Ubudiyah yang diusung partai Demokrat dan PKB Agus, serta calon perseorangan Soni-Usep. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Hoaks Pengeroyokan Marbut Masjid

Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna bersama pelaku hoaks penganiayaan ustad Uya
Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna bersama pelaku hoaks penganiayaan ustad Uya (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Belum reda dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisioner KPU dan Panwaslu Garut. Suasana hening Garut, Jawa Barat kembali dikejutkan dengan berita dugaan penganiayaan yang menimpa seorang marbut masjid di salah satu masjid di wilayah Garut selatan. Saat itu, fenomena ancaman dengan kekerasan kepada ulama di Garut seolah menjadi kenyataan.

Uyu, seorang marbut masjid atau penunggu Masjid Agung Pameungpeuk tiba-tiba menjadi buah bibir setelah mengaku dikeroyok sekelompok orang saat akan melaksanakan salat sunah. Petugas muazin sekaligus guru mengaji di Masjid Agung Pameungpeuk, Garut itu, mengaku dikeroyok lima orang tak dikenal, pada dini hari.

"Kejadiannya sekitar pukul 04.00 WIB tadi," ujar dia, Rabu (28/2/2018).

Ia menyatakan, kejadian berlangsung sangat singkat. Saat itu, ia berencana melaksanakan rutinitas kesehariannya menjalankan salat sunah. Namun, tanpa diduga, lima orang tak dikenal langsung menghampiri dirinya di dalam masjid.

"Saya dipukul pakai kursi kepala bagian belakang sebelah kanan, mulut diikat pakai sorban ke belakang," ungkap dia.

Dalam pertarungan tidak seimbang itu, Uyu akhirnya roboh. Namun, bukannya mereda, para pelaku tetap melancarkan serangannya ke tubuh ustaz tersebut. "Mereka pakai golok juga, tangan saya dipukul dua kali, dada saya diinjak, kaki sebelah kiri diinjak," dia menambahkan.

Sebelum penyerangan itu berlangsung, ia mengaku dalam beberapa hari sebelumnya didatangi sekelompok orang tak dikenal menggunakan kendaraan roda empat, yang menanyakan keberadaan Ketua MUI Kecamatan Pameungpeuk, KH Hasan Basari.

Namun, ia memilih bungkam dan tidak memberitahukan keberadaan pimpinan ulama di salah satu Kecamatan Garut Selatan itu. "Saya tidak beri tahu karena curiga akan keselamatannya," kata dia.

Beruntung dalam penyerangan itu, Uyu tidak mengalami luka serius, hanya luka lebam di bagian kepala, tangan, dan kaki.

Sementara itu, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna segera mengecek kejadian itu. Polres Garut langsung menyelidiki Tempat Kejadian Perkara. Aparat menemukan banyak keganjilan mulai dugaan luka yang dialami Uyu hingga tidak adanya barang bukti senjata tajam sebagaimana yang disebutkan korban Uyu.

Perbuatan Uyu akhirnya terkuak telah merekayasa penyerangan itu. Setelah melakukan serangkaian pemerikasaan, Uyu akhirnya mengaku jika motif rekayasa itu karena ingin mendapatkan perhatian pengelola masjid akibat persoalan ekonomi yang membelitnya.

 


Hari Anak di Garut Tercoreng Penusukan Siswa SD hingga Tewas

Orang tua dan keluarga FNM, korban penusukan siswa SD di Garut di atas pusara anaknya
Orang tua dan keluarga FNM, korban penusukan siswa SD di Garut di atas pusara anaknya (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Peringatan Hari Anak Nasional yang biasa dirayakan setiap tanggal 23 Juli, dinodai dengan aksi penusukan siswa sekolah dasar (SD), di Cikajang, Garut, Jawa Barat, hingga tewas.

FNM (12), siswa kelas VI SDN Cikandang 1 Cikajang, Garut, harus kehilangan nyawa di tangan HKM, teman sekelasnya sekaligus kawan bermain sehari-hari, hanya karena hal sepele.

"Saya sudah ikhlas, mau bagaimana lagi, saya serahkan saja sama Allah yang maha kuasa," ucap Feri (36), ayah korban dengan nada menahan tangis, saat ditemui di rumah orangtuanya, Kampung Barukai, Desa Margamulya, Cikajang, Selasa (24/7/2018) sore.

Menurutnya, kejadian yang menimpa putra sulungnya bak petir di siang bolong. Feri yang beraktivitas sebagai pedagang sayuran itu, mendapati anak kesayangannya terbujur kaku dengan bersimpah darah saat pulang ke rumahnya setelah diberi tahu sang istri.

"Pas istri saya bawa ke puskesmas juga sudah lemah, namun masih ada denyut nadi," ujar dia.

Tuti Fatmawati (32), ibu korban menambahkan, kejadian yang menimpa anaknya berlangsung di Kampung Babakan, sekitar pukul 12.30 WIB, Sabtu, 21 Juli 2018.

Saat itu, korban yang masih mengenakan seragam sekolah dasar, bertengkar dengan pelaku akibat salah paham karena pelaku kehilangan buku miliknya.

Tak terima dengan perlakuan korban, pelaku kemudian mengambil gunting yang baru saja digunakan di sekolah untuk kegiatan kesenian.

Ternyata benda tajam itu digunakan pelaku untuk menikam korban hingga berlumuran darah. Akibatnya, luka di beberapa bagian tubuh korban. "Yang saya lihat darah paling banyak dari kepala belakang sama punggung," kata dia.

Saat pertama kali dibawa ke Puskesmas Cikajang, ia sempat mengganti baju seragam merah putih yang dikenakan anaknya akibat banyaknya darah yang keluar. Namun, takdir berkata lain.

Keesokan harinya, putra pertama dari dua bersaudara itu, harus lebih dulu menghadap Sang Ilahi, akibat ulah dari teman sepermainan korban.

"Mohon maaf saya belum bisa kembali ke rumah untuk menenangkan diri dulu beberapa waktu di sini," ujar Feri sembari menunjukkan kediaman orangtuanya yang ia tinggali saat ini di Cikajang, Garut.

Kapolsek Cikajang, AKP Cecep Bambang mengatakan, kasus yang menimpa FD dipicu hal sepele. Saat itu, HKM, terduga pelaku tunggal dalam kasus itu, kehilangan buku tulis, sehari sebelumnya.

Selidik demi selidik, buku milik pelaku ternyata ditemukan keesokan harinya di bawah meja belajar yang biasa ditempati korban. Cekcok pun terjadi di antara dua siswa satu kelas itu, hingga berujung pertengkaran di belakang sekolah, sesaat jam kepulangan belajar mereka berlangsung.

"Pelaku diduga menusuk korban menggunakan gunting yang dibawa bekas pelajaran kesenian," ujarnya.

 

Orangtua Korban Pilih Islah

Meskipun luka hati menyayat hati Feri dan keluarga, ia sudah mengikhlaskan kepergian anaknya, tanpa ada tuntutan hukum kepada pelaku. "Kecuali kalau anak selamat dan nyawanya tertolong, saya akan menggugat, tapi ini meninggal," kata dia.

Menurutnya kejadian yang menimpa anaknya, murni musibah besar, meskipun dengan perantara perbuatan manusia. "Soal pelaku karena masih di bawah umur, saya serahkan semuanya pada aparat penegak hukum," ujar dia.

Meskipun proses hukum dari penegak hukum tetap berlangsung, namun ia menyatakan tidak akan melakukan tuntutan. "Saya sepakat di atas materai untuk tidak saling menuntut, orangtua pelaku juga sudah minta maaf," kata dia.

Agar kejadian tak terulang, pun meminta pihak sekolah agar lebih teliti memberikan tugas kepada siswa, dengan tidak meminta membawa senjata tajam ke sekolah.

"Saya mohon hentikan (bawa senjata tajam), supaya tidak ada lagi kejadian kedua, ketiga, dan seterusnya setelah anak saya," tutur dia sambil menutup mukanya menahan kesedihan.

Kini, harapan panjang Feri yang berharap anaknya menjadi pengusaha sukses itu kandas tinggal kenangan. Putra tertuanya yang dipercaya sebagai seksi keamanan di kelasnya itu, telah terbaring tenang selamanya di pemakanan umum Kampung Batukai, Desa Margamulya, Cikajang.

Meskipun pihak keluarga korban tidak akan memperpanjang persoalan secara hukum, pihak SDN Cikandang 1, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, akhirnya tetap memberikan hukuman skorsing kepada HKM, 12 tahun, terduga kasus penusukan.


Tim Saber Pungli Polda Jabar Tangkap Tiga PNS Garut

Pusat perkantororan Setda Pemda Garut, Jawa Barat
Pusat perkantororan Setda Pemda Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Kembali ke bulan Mei. Tim Saber Pungli, Polda Jabar kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kali ini, pelakunya tiga oknum pejabat Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Garut, berinisial RD, BS, dan RW, serta dua bidan IK dan LS, yang diduga melakukan praktik rasuh.

Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Waryoto yang ditemui wartawan usai tablig akbar di Mapolres Garut, Jawa Barat Selasa malam, belum memberikan penjelasan ihwal penangkapan itu.

"Nanti kalau sudah A1 akan saya sampaikan secara lengkap ya," ujar dia, selepas mengantarkan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, ke kendaraan pribadinya, Selasa malam (8/5/2018).

Jawaban serupa disampaikan Juru Bicara Polda Jabar AKBP Trunoyudo Wisnu Andiko. Menurutnya, informasi adanya OTT belum bisa disampaikan secara lengkap, sebelum mengantongi informasi secara detail dari petugas lapangan.

"Kapasitas saya belum bisa meng-iya kan saat ini, tunggu dulu saja," kata dia sambil tersenyum saat dikerubuti wartawan yang menanyakan penangkapan itu.

Perwira menengah itu mengaku informasi OTT siang tadi pertama kali dari rekan-rekan media saat kunjungan bersama Kapolda Jabar hari ini. "Saya langsung tanya benar gak ini, makanya nanti tunggu sebentar, saya akan dalami dulu kebenarannya," ujar dia,

Selain mengamankan tiga orang, turut diamankan pula dua pejabat BKD lainnya, yakni BD dan RW sebagai saksi, serta barang bukti uang Rp 31,5 juta. Hingga petang tadi, ketiga pelaku masih menjalani serangkaian pemeriksaan di kantor Mapolsek Tarogong Kaler.

Kapolsek Tarogong Kaler Resor Garut, Iptu Tito Baskoro membenarkan adanya pemeriksaan ketiga PNS itu di kantornya. Ia mengaku ditelepon pihak Polda Jabar untuk meminta izin pemeriksaan itu, meskipun ia tidak mengetahui persis kronologi pemeriksaannya.

"Kebetulan saya kan lagi tugas PAM (Pengamanan) di Mako (menyambut Kapolda) jadi tidak sempat mendampinginya," kata dia.

Berdasarkan informasi yang beredar, OTT kali ini berlangsung sekitar pukul 11.50 siang tadi di ruang kerja RD. Pemberian uang itu diduga pungutan liar (pungli) SK CPNS Bidan dan dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten Garut.

Mereka yang telah lulus CPNS diminta sejumlah uang dengan imbalan SK diserahkan kepada mereka, atau jika tidak memberikan uang tebusan, maka SK akan ditahan.

Sebelumnya, pada Senin (7/5/2018) lalu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Garut, diketahui telah melantik dan membagikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan 149 bidan PTT yang lulus seleksi CPNS tahun ini.

 


Grup Facebook Pelajar Penyuka Sesama Jenis Resahkan Warga Garut

Akun facebook pelajar penyuksa sesama jenis di Garut
Akun facebook pelajar penyuksa sesama jenis di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Di tengah ketenangan masyarakat, tiba-tiba sebuah grup Facebook penyuka sesama jenis di Kabupaten Garut, Jawa Barat, langsung menjadi perbincangan warga Kota Intan. Mereka resah lantaran akun tersebut berisikan siswa SMP dan SMA dengan jumlah anggota mencapai 1.000 orang lebih.

Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kabupaten Garut, Rahayu mengatakan, lembaganya pertama kali memperoleh informasi itu sekitar dua hari yang lalu, dari grup media sosial.

"Bukan hanya kaget, tapi juga sangat prihatin sekaligus miris," ujar dia, Minggu (7/10/2018).

Dalam waktu singkat, rangkaian penyebaran isu itu sudah beredar luas melalui Whatsapp. Tak ayal ragam ungkapan penyesalan dan keprihatinan langsung muncul.

Bahkan, setelah dilakukan penelusuran masuk ke dalam akun "Kumpulan Barudak Gay SMP/SMA Garut" itu, ditemukan tiga grup penyuka sesama jenis yang beredar. Pertama dikhususkan untuk anak sekolah SMP dan SMA.

"Sedangkan dua grup lain untuk beberapa wilayah kecamatan," ujar dia.

Dia mengatakan, kemunculan akun tersebut sangat menyedihkan. Selain tidak pantas, juga membahayakan generasi muda ke depan. Untuk itu, lembaganya berencana melaporkan ke Polres Garut.

"Pemerintah harus berikan tindakan hukum kepada pembuat grup dan para pelaku agar jera," pinta dia.

Keluhan serupa disampaikan Ketua Garut Education Watch (GEW), Sony Mulyadi Supriadi. Menurutnya, kemunculan ini harus segera mendapat perhatian serius dari semua pihak terutama pemerintah daerah.

"Ini merupakan tanggung jawab bersama dan semua harus turun tangan untuk mengatasinya," kata dia.

Ia mengatakan, kemunculan akun penyuka jenis itu menunjukkan lemahnya pengawasan semua pihak atas gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Meskipun mayoritas anggotanya terdiri dari pelajar SMP dan SMA, bukan berarti tanggung jawab hanya dipikul sekolah dan dinas pendidikan.

"Semua elemen yang ada, mulai ulama/tokoh agama, aparat penegak hukum dan juga masyarakat, harus turun langsung (mengatasi)," katanya. 

Namun khusus lembaga pendidikan terutama sekolah, lembaganya meminta peranan guru Bimbingan Konseling (BK) lebih aktif mengawasi dan memberikan bimbingan siswa didiknya.

"Yang jelas sangat prihatin, bahkan dari informasi yang kami peroleh, jumlah anggotanya sudah mencapai 1.200 orang," ungkap dia.

Kapolres Garut, Ajun Komisaris Besar Budi Satria Wiguna, mengaku lembaganya telah menerima informasi adanya grup penyuka sesama jenis melalui akun Facebook. Untuk itu, lembaganya akan segera melaukan penyelidikan. 

Sejak pertama kali muncul akun media sosial (medsos) Facebook penyuka sesama jenis atau gay di Garut, Jawa Barat, kepolisian resort Garut, langsung melakukan penyelidikan awal keberadaan akun tersebut.

"Bicara anggota ternyata tidak hanya Garut, tapi juga ada dari seputaran tetangga Garut, seperti Bandung, Bogor, Jakarta bahkan sampai ada dari luar Jabar anggotanya," kata dia.

Akibat dugaan grup asusila tersebut, ragam demo dari kalangan umat Islam menyeruak di sejumlah tempat, tidak hanya aksi penolakan umat Islam Kabupaten Garut, tetapi sejumlah daerah pun melakukan hal serupa sebagai bentuk penolakan mereka.


Polemik Pembakaran Bendera HTI pada Hari Santri Nasional

Ribuan massa menolak pembakaran bendera HTI di Garut
Ribuan massa menolak pembakaran bendera HTI di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Perayaan Hari Santri Nasional (HSN) ke-3 di Garut, Jawa Barat tercoreng aksi oknum anggota ormas tertentu yang membakar bendera milik HTI di lapangan Alun-Alun Limbangan, Garut.

Akibatnya video berdurasi 2,04 menit yang beredar pada Senin (22/10/2018) siang sekitar pukul 11.00 itu, langsung jadi kontroversi.

Begini kronologi berdasar informasi yang dihimpun Liputan6.com di lapangan, setelah pembakaran bendera salah satu ormas yang telah dilarang di Indonesia itu.

Awalnya, sebelum dilaksanakannya perayaan HSN ke-3, seluruh santri dari seluruh ormas yang ada di wilayah Kecamatan Limbangan, Garut meneken tanda tangan perjanjian untuk melaksanakan perayaan HSN damai.

"FPI, persis, NU, Muhammadiyah, dan lainnya sepakat dan tanda tangan di atas materai Rp 6.000 agar jangan mengibarkan bendera selain Merah Putih," ujar salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

Kemudian seluruh ormas meneken perjanjian itu. Pada praktiknya semuanya berjalan lancar hingga perayaan HSN di lapangan Kecamatan Limbangan itu berlangsung aman.

Namun setelah menyanyikan lagu Hubul Wathon saat sesi hiburan, tiba-tiba ada peserta HSN yang menaikkan bendera arroyah yang diduga kerap digunakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Bendera itu sempat naik di tiang bendera sampai beberapa meter, sebelum akhirnya diturunkan oleh anggota ormas, ada Pak Camat kok yang tahu," ujar sumber tadi menambahkan.

Awalnya sempat bersitegang, antara peserta yang membawa bendera tadi dengan anggota ormas. Namun, akhirnya peserta pembawa bendera tadi, diamankan pihak keamanan demi menjaga ketentraman bersama.

"Nah mungkin tersulut emosi, akhirnya mereka membakar bendera itu, tidak ada yang menginjak bendera, bahkan debunya pun kami kumpulkan," ujar sumber.

Sumber tadi menegaskan tidak ada yang bermaksud membakar bendera berlafaz kalimat tauhid itu. Namun, pembakaran yang dilakukan anggota ormas itu, sebagai bentuk kekesalan pada HTI, organisasi yang telah dilarang di Indonesia.

"Nah kan bendera itu sengaja dibawa mereka, padahal kami semua ormas sudah sepakat untuk tidak mengibarkan bendera selain Merah Putih, jadi kami tidak membakar lafaz tauhid tadi, tapi membakar benderanya," ujar sumber tadi.

Akhirnya sekitar pukul 12.00 Senin siang, seluruh peserta perayaan HSN membubarkan diri dan meninggalkan lapangan. "Mungkin tadi ada yang mem-posting di medsos hingga akhirnya ramai, saya sendiri sudah pulang akhirnya kembali lagi ke lapangan," ujar dia.

Untuk menetralisasi keadaan, akhirnya sumber tadi kembali mendatangi lokasi pembakaran, hingga diketahui adanya penyebarluasan informasi video itu melalui media sosial. "Nah dari medsos itulah akhirnya yang menjadi viral," ujar sumber tadi.

Seperti diketahui, satu jam setelah video pembakaran bendera itu menyebar di dunia maya, banyak komentar yang diberikan masyarakat hingga menimbulkan persoalan baru. Saat ini, persoalan hukumnya masih diselidiki pihak Polres Garut.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya