Lomba Balap Unik di Konawe, Petani Geber Trail Sambil Angkut Gabah Basah

Bukan seperti kejuaraan biasa, lomba balap motor ini terbilang unik. Pasalnya, peserta kejuaraan balap motor trail ini harus mengangkut gabah basah sejak start hingga peserta mencapai finish.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 05 Mar 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2019, 07:00 WIB
Gaya Petani Konawe Adu Balap Motor Trail di Sawah
Kejuaraan balap trail ojek petani yang digelar di Desa Puudaria Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe, Sabtu (2/3/2019) hingga Minggu (3/3/2019). (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Konawe - Mendengar kejuaraan balap motor trail orang akan langsung mengingat sebuah arena khusus dengan jalur lintasan menantang. Namun, jika dilakukan di areal persawahan bekas panen padi, tentu membuat orang terheran-heran.

Kelurahan Puduuria, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe, diubah ratusan petani dari berbagai kabupaten di Sulawesi Tenggara mirip arena balap motor trail profesional, Sabtu hingga Minggu, 2-3 Maret 2019. Lintasan dibuat di atas sepetak sawah seluas 100x10 meter.

Sebanyak 106 orang pembalap trail yang berasal dari beberapa kabupaten ikut ambil bagian pada kejuaraan balap ojek petani. Bukan seperti kejuaraan biasa, lomba balap motor ini terbilang unik. Pasalnya, peserta kejuaraan balap motor trail ini harus mengangkut gabah basah sejak start hingga peserta mencapai finis. 

Tak peduli lumpur sedalam 1 meter lebih pada beberapa titik di arena balap, semua peserta berlomba menjadi juara. Mereka bukanlah kalangan profesional pemilik teknik mumpuni atau jam terbang yang layak disebut pembalap profesional.

Pesertanya berasal dari tukang ojek dan petani yang sehari-hari bekerja di sawah. Pekerjaan yang mulai berkurang usai panen, menjadi alasan ratusan petani dan tukang ojek rela mandi lumpur di atas motor berlomba di dalam areal bekas sawah.

Tukang ojek yang turun pada kejuaraan ini, merupakan kuli pengantar gabah hasil panen petani. Saat musim panen, mereka menjadi pengantar padi dari sawah menuju tempat penggilingan menggunakan motor yang dirancang menyerupai trail.

Arena balap yang dipakai, bekas lahan persawahan yang baru selesai dipanen. Sawah seluas 100 meter persegi itu, dirancang mendadak menjadi lintasan yang lengkap dengan garis pembatas sepanjang lintasan mirip areal balap sungguhan.

Selama 2 hari, petani dan tukang ojek berlomba dalam arena sawah yang basah penuh lumpur. Teknik dan kemampuan balap nyaris tak berlaku di sini.

Asal bisa menggunakan motor dengan kopling dan punya fisik kuat, pesertanya pasti bisa bersaing. Tentunya, motor trail rakitan mereka harus tahan banting di arena yang hanya cocok dijadikan sebagai lintasan kerbau saat menarik bajak.

Beberapa titik arena dibuat lebih menantang oleh panitia yang juga berasal dari petani dan aparat desa. Ada spot yang nyaris tak bisa dilewati jika hanya dengan duduk di atas sadel motor.

Peserta harus turun dan mendorong motor dengan muatan penuh gabah. Sebab, ban kadang menancap di dalam lumpur.

Jika sudah seperti ini, riuh penonton tak terbendung. Penyebabnya, beberapa di antara pembalap kampung yang kurang kuat, bisa pingsan karena kelelahan berjuang menembus lintasan berlumpur.

Usaha mereka sebanding dengan hadiah yang disediakan. Tak seperti hadiah uang diterima pembalap pada umumnya, panitia menyiapkan beberapa unit traktor seharga ratusan juta rupiah bagi pemenang.

"Hadiahnya dari salah satu perusahaan penyedia pupuk dan racun tanaman. Tapi, bukan hadiah yang utama, kepuasan petani dan tukang ojek yang kami utamakan," ujar Lurah Puudaria, Tuo Turhamun.

 

Posisi Menentukan Prestasi

Gaya Petani Konawe Adu Balap Motor Trail di Sawah
Petani di Konawe berlomba di arena berlumpur untuk mendapatkan posisi paling bagus agar cepat mencapai finis. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Petani ternyata punya cara sendiri agar bisa menang dalam lomba ini. Setelah bendera start diangkat, semua peserta berlomba berada di jalur paling depan.

Jika berada di lintasan paling belakang, pembalap akan terhalang oleh peserta di depannya. Sebab, arena penuh lumpur sukar ditebak saat sudah berada di arena.

"Kita berlomba mendahului di garis start. Jika kita di posisi belakang, kemudian ada peserta di depan tersendat di lumpur, kita tak bisa lewat," ujar Sunaryo, salah seorang peserta.

Posisi di depan juga menyimpan keuntungan lain. Jalur berlumpur, apabila sering dilewati akan berubah menjadi kubangan yang dalam dan bisa membuat motor milik peserta terjebak. Sehingga, mereka yang melewati jalur bekas yang dilewati pembalap lainnya, akan mendapati jalur yang sudah tak berbentuk lagi.

"Rata-rata, yang bisa merebut posisi start pertama dan meninggalkan peserta lain, akan mudah mencapai garis finis karena melewati jalan yang masih bagus dan belum terinjak pembalap lain," ujar pembalap lainnya, Fadli.

Ketua Panitia Lomba Balap Ojek Petani, Suwarjono mengatakan, lintasan sengaja dibuat menantang agar petani lebih termotivasi mengejar hadiah. Menurutnya, beberapa spot 'neraka' dibuat sebanding dengan yang diterima petani dan ojek peserta lomba.

"Mereka terima hadiah untuk juara 1 mencapai Rp 29 juta per orang untuk 2 hari balapan. Bayangkan, dengan road race biasa yang hadiahnya hanya Rp 5 hingga Rp 10 juta per orang," ujarnya.

Dir Binmas Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol Erfan Prasetyo mengatakan kejuaraan ini akan menguji sportivitas petani. Sehingga, meskipun bekerja di sawah, tetapi petani menurutnya juga bisa melakukan tindakan sportif saat bekerja.

"Ajang ini juga untuk mempererat hubungan antara sesama petani. Meskipun ada hadiah, tetapi hadiah hanya dijadikan motivasi untuk bekerja dan berkarya lebih baik," ujar Erfan Prasetyo.

Ojek Petani Jadi Penghasilan Utama

Suhardi, ojek yang bekerja untuk petani padi, menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian utamanya. Selama setahun, mereka dibayar mengangkut gabah petani selama 2 musim panen.

Setiap musim panen, para pengojek gabah bekerja sekitar 2 bulan lamanya. Mengantar gabah dari sawah yang baru saja panen, menuju tempat penggilingan padi berjarak sekitar 2 hingga 3 kilometer.

"Kami kerja setiap hari sekitar 2 sampai 3 bulan setiap musim. Sekali mengantar kami dibayar mulai dari Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu oleh petani padi," ujar dia.

Katanya, biaya mengangkut gabah tergantung medan dan jarak. Makin jauh jarak dari sawah ke lokasi penggilingan padi, makin besar biayanya.

"Jadi wajar, dari semua peserta, peserta tuan rumah paling banyak yang masuk final. Karena dalam setahun mereka telah latihan sekitar 5 sampai 6 bulan," kata Halidun, salah seorang panitia kejuaraan.

Salah seorang peserta asal Desa Puudaria, Sudirman mengakui medan yang dibuat panitia sangat sukar. Jika disuruh memilih, dia memilih menjadi pengojek gabah saja, sebab bisa banyak bersantai.

"Tapi, kalau mengojek gabah hanya bisa dapat Rp 3 juta selama 2 minggu. Sedangkan di sini, kami bisa dapat Rp 29 juta selama 2 hari balapan dengan sungguh-sungguh," ujarnya.

Hadiah Rp 29 juta yang dimaksud, yakni sebuah traktor pembajak sawah seharga Rp 29 juta per unit untuk juara I. Pemenang kedua mendapatkan traktor senilai Rp 20 juta. Untuk juara ketiga, mendapatkan peralatan sawah senilai jutaan rupiah.

"Jadi wajar mereka berlomba mati-matian di arena lumpur. Karena memang di wilayah ini jarang petani yang punya traktor sawah senilai puluhan juta," ujar Ketua Panita Suwarjono.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya