Liputan6.com, Cirebon - Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) PRA Arief Natadingrat menyatakan rekaman tentang pemberitahuan pertemuan raja dan sultan se Indonesia terkait wacana referendum di Jakarta adalah hoaks.
Dalam rekaman yang beredar melalui pesan Whattsapp tersebut, terucap wacana melakukan referendum. Pesan suara tersebut diucapkan orang yang mengaku Yang Mulia Raja Muda Karo Sri Paduka Subur Sembiring menyebutkan pemberitahuan dan momentum berkumpul pada Kamis malam, 30 Mei 2019.
Advertisement
Baca Juga
Arief mengaku tak mengenal secara pribadi pria dalam rekaman itu. Menurutnya, pria itu bahkan bukanlah anggota FSKN sehingga tak bisa mengambil tindakan apapun.
"Bukan anggota forum, jadi kami tak bisa mengambil tindakan apapun. Kami pun hanya meluruskan saja pemberitahuan bahwa yang beredar di medsos itu hoaks dan tidak benar," kata Arief, Jumat (31/5/2019).
Dalam rekaman disinggung mengenai upaya pengembalian kepemimpinan kepada raja dan sultan secara konstitusi. Pengembalian kepemimpinan tersebut dari Presiden RI karena dianggap tidak mampu menjalankan amanah.
"Negara ini dulu dipimpin sultan dan raja maka ketika seorang kepala negara atau presiden tak mampu menjalankan amanah. Para raja dan sultan seyogyanya secara konstitusional harus dikembalikan kepada raja dan sultan," mengutip rekaman yang mengatasnamakan oknum salah satu raja.
Dalam rekaman tersebut, sejumlah nama raja dan sultan se Indonesia disebutkan termasuk Sultan Arief. Dia mengaku baru mendapat informasi tersebut Rabu, 29 Mei 2019.
Kepada wartawan, dia menyatakan informasi pertemuan di Jakarta dalam upaya referendum tersebut tidak benar. Bahkan, kata dia, beredar undangan di medsos kepada para raja dan sultan di Jakarta.
"Undangan itu mengatasnamakan forum menggelar referendum untuk mencabut mandat dari Bung Karno soal NKRI. Itu tidak benar, kami tidak tahu dan tidak menggelar itu," kata Arief.
Arief meyakinkan para raja dan sultan yang tergabung dalam FSKN selalu bersama Negara. Dia mengatakan, FSKN adalah mitra pemerintah dalam menjaga nilai kelestarian sejarah dan budaya Indonesia.
"Tidak benar kalau ada yang ingin refrendum," cetusnya lagi.
Independen
Pihaknya mengaku khawatir rekaman itu akan memancing situasi di sejumlah daerah menjadi tak kondusif. Terutama menjadi bahan usai Pilpres 2019 yang berujung aksi massa 22 Mei 2019.
Arief sendiri mengaku tidak tahu apa-apa perihal kegiatan yang digelar di Jakarta tersebut. Selama ini, kata dia, kegiatan apapun yang digelar FSKN tak sembarangan diumumkan, harus melalui rapat pleno.
"Tunggu hasil pemilu dan teruskan pembangunan," kata dia.
Arief mengaku, FSKN merupakan organisasi yang independen. Hal tersebut ditegaskan dalam AD-ART, bahwa FSKN tidak berpolitik praktis dan tak berafiliasi pada salah satu partai politik.
Arief tak menampik kejadian itu akan berdampak secara politis dan sosial bagi FSKN. Negara, imbuhnya, bahkan bisa terongrong.
Penyebutan kedaulatan rakyat yang dihubungkan dengan raja dan sultan se-Indonesia seperti yang disebutkan dalam rekaman, dikhawatirkan akan membuat FSKN telah berpolitik praktis.
Meski sejauh ini belum berencana mengambil langkah hukum terkait hal ini, dia meyakinkan akan tetap berkoordinasi dengan raja dan sultan lain yang tergabung dalam FSKN.
Mantan anggota DPD RI ini kembali memastikan, FSKN mengikuti program-program pemerintah, khususnya bidang budaya, ekonomi kreatif, sosial. Raja dan sultan se-Nusantara yang tergabung dalam FSKN juga sebagai WNI yang tunduk dan patuh pada undang undang yang berlaku.
"Kami menghadapi Lebaran di keraton masing-masing. Tidak ada kegiatan apapun di Jakarta," ujar dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement