Menjaga Warisan Dunia Taman Nasional Kerinci Seblat

Taman Nasional Kerinci Seblat membentang dari taman nasional yaitu dari Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, hingga Sumatera Selatan.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 30 Jul 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2019, 14:00 WIB
Taman Nasional Kerinci Seblat (Foto: Fransisca Noni, peneliti Fauna & Flora International)
Taman Nasional Kerinci Seblat (Foto: Fransisca Noni, peneliti Fauna & Flora International)

Liputan6.com, Jakarta - Taman Nasional Kerinci Seblat yang berada di sebelah barat dari Pulau Sumatera memiliki luas area hampir 1,4 juta hektare. Cakupan dari taman nasional yaitu dari Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, hingga Sumatera Selatan. Tidak heran, keragaman topografi dan ekosistem menjadikan taman nasional ini memiliki bentang alam yang unik dan indah.

Bioma yang berupa hutan hujan tropis, hutan dataran rendah, dan lahan basah menyimpan keanekaragaman yang tinggi. Selain menyediakan sumber air untuk masyarakat sekitar kawasan. Kawasan terkenal akan keindahannya, antaralain Danau Gunung Tujuh, Gunung Kerinci, Rawa Bento, Tegakan Hutan Madapi, atau Goa Kasah.

Menurut Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) Tamen Sitorus, terdapat setidaknya 4000 jenis tumbuhan dan 300 jenis anggrek. Bunga terbesar yaitu Rafflesia arnoldii, Rafflesia hasseltii. Sedangkan bunga tertinggi di dunia yaitu Amorphophallus titanium. Terdapat pula flora langka jenis kantong semar Nepenthes sp dapat ditemui di kawasan ini. Untuk fauna terdapat lebih dari 371 jenis burung, 85 jenis mamalia, tujuh jenis primata, enam jenis amfibi, dan sepuluh jenis reptilia.

Ada 13 jenis satwa dan tumbuhan endemik dan terancam punah yang dapat ditemukan di TNKS, di antaranya yaitu gajah sumatera Elephas maximus sumatrensis, harimau sumatera Panthera tigris sumatrae, kelinci sumatera Nesolagus netscheri, tapir asia Tapirus indicus, padma raksasa Rafflesia arnoldii, dan cemara sumatera Taxus sumatrana.

"Dari kajian-kajian ini, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bernama UNESCO memasukkan TNKS menjadi Situs Warisan Alam Dunia sejak 2004,” jelas Tamen.

Tamen menambahkan, hingga kini pihaknya melakukan pemantauan akan keberadaan flora dan fauna di dalam kawasan. Dalam rangka menjaga keanekaragaman hayati kawasan, mereka juga bekerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan dan mitra, seperti Fauna & Flora International – Indonesia Programme (FFI-IP) sejak 2000.

Koordinator Biodiversity Kerinci Seblat Fauna & Flora International – Indonesia Programme Wido Rizki Albert, menjelaskan bahwa kawasan TNKS menjadi salah satu lokasi yang memiliki jumlah populasi satwa terancam punah seperti harimau sumatera yang cukup baik. Satwa lain seperti jenis burung tokhtor sumatera Carpococcyx viridis juga terpantau setelah 10 tahun tidak terpantau.

Bersama pihak BBTNKS, kata Wido, pihaknya melakukan kegiatan pemantauan satwa dan tumbuhan sambil menjaga kawasan melalui kamera penjebak dan patroli. Pada 2018, lebih kurang 40 jenis jenis satwa berhasil teridentifikasi dari rekaman kamera jebak, selain harimau sumatera beragam jenis kucing liar jenis macan dahan Neofelis diardi, kucing emas Catopuma temminckii, kucing batu Pardofelis marmorata juga terekam kamera.

"Termasuk satwa mangsa potensial bagi harimau sumatera seperti rusa sambar Rusa unicolor, kambing hutan Capricornis sumatraensis, juga beragam jenis burung tanah seperti kuau raja Argusianus argus dan sempidan sumatera Lophura inornata,” terang Wido.

Dia menambahkan, meskipun kekayaan keanekaragaman hayati tinggi di dalam kawasan tapi ancaman terhadap kawasan juga tinggi. Dalam salah satu kegiatan “Sumatran Tiger Project”, pemantauan terhadap satwa dan tumbuhan dilakukan di luar dan di dalam kawasan taman nasional. Dari hasil yang dilakukan, ternyata ancaman berupa perburuan dengan menggunakan jerat atau dengan senapan angin, perambahan, dan pembalakan masih banyak dan sering ditemui di dalam kawasan.

BBTNKS pun melakukan berbagai upaya demi keamanan kawasan. Seperti kegiatan patroli rutin didalam dan sekitar kawasan TNKS yang dilakukan setiap bulannya. Terhitung sejak Januari hingga Juni 2019 saja, tim di lapangan telah melaksanakan patroli dengan total jarak tempuh sepanjang 2.475 km. Tim dari taman nasional bersama FFI-IP mendapati tidak kurang dari 220 jerat, 215 titik lokasi perambahan, pembalakan, dan perburuan burung di dalam dan sekitar kawasan taman nasional.

Menurut Tamen, upaya penegakan terhadap tindak kejahatan satwa liar perlu dilakukan. Pihaknya menyita jerat yang ditemukan. Juga menyita alat yang berupa senapan angin dan gergaji mesin, memberikan surat teguran atau peringatan, hingga menangkap para tersangka dan pelaku. Kegiatan patroli harus sering dilakukan bersama mitra demi mengurangi ancaman satwa atau tumbuhan di dalam kawasan.

"Jangan sampai warisan dunia di salah satu tanah Sumatera menjadi punah,” jelas Tamen.

(Fransisca Noni, peneliti Fauna & Flora International)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya