Liputan6.com, Makassar Aksi razia sejumlah buku berbau komunisme oleh sekelompok warga yang menamakan dirinya sebagai Brigade Muslim Indonesia (BMI) di toko gramedia Trans Studio Mall Makassar, mendapat tanggapan pedas dari kalangan akademisi maupun pegiat literasi di Sulsel.
Prof. Dr. M. Qasim Mathar, Guru Besar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN Alauddin Makassar) mengatakan ormas siapa pun termasuk BMI tidak boleh melakukan tindakan sepihak dengan merazia sejumlah toko buku yang menjual buku beraroma paham-paham yang dianggap terlarang tanpa terlebih dahulu mengklarifikasi pihak toko buku bersangkutan.
"Mestinya harus diklarifikasi dulu, kenapa gramedia menjual itu. Kalau mereka (gramedia) bilang itu tidak keliru itu tidak menyalahi hukum seperti itu. Kalau itu tidak dilakukan berarti kan sepihak," kata Qasim, Minggu (4/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Ormas yang langsung merazia tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada pihak toko buku yang dimaksud, menurutnya hal itu mengabaikan prinsip tabayyun yang diajarkan dalam agama Islam.
"Prinsip tabayun yang diajarkan oleh agama Islam itu tidak dilaksanakan. Kan tidak boleh orang lantas masuk ke tempat jualan orang untuk itu (merazia). Harus kita tanya kenapa kamu jual seperti itu," terang Qasim.
Ia menjelaskan bahwa dalam aturan MPRS No. 25 tahun 1966 tentang larangan penyebaran Marxisme, Lenimisme, Komunisme dan Atheisme terdapat catatan kecuali untuk keperluan terbatas. Misalnya, untuk penelitian akademik, kajian akademik dan diskusi akademik itu tidak apa-apa.
"Yang saya tahu bahwa untuk kajian akademik itu tidak dilarang, tidak ada paham yang dilarang untuk kajian akademik. Paham anti Tuhan sekalipun juga tidak bisa dilarang," terang Qasim.
Â
Tindakan Sepihak
Di Kampus misalnya, Dosen memberikan kuliah tentang paham anti Tuhan atau Atheisme. Apakah itu termasuk dilarang? Tentunya itu mengundang perdebatan.
Sehingga kata dia, soal gramedia menjual buku seperti demikian tentunya pihak gramedia punya pertimbangan dan mengetahui aturannya.
"Gramedia tentu punya alasan dan saya pribadi percaya gramedia sebagai penerbit besar dia tahu itu aturan," ujar Qasim.
Tak hanya itu, Guru Besar Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar itu juga mencontohkan jika ada sekelompok akademisi yang menggelar diskusi resmi untuk membahas tentang paham-paham, itu sah-sah saja asalkan memiliki izin resmi.
"Misalnya ada diskusi akademik di Warkop contohnya secara resmi disampaikan izin ke Polisi. Ini ada diskusi akademik tersusun rapi dengan pembicara para ahli di bidang itu mau membicarakan isme-isme seperti itu yah kalau diizinkan tidak apa-apa," tutur Qasim.
Sejatinya, kata Qasim, ormas yang menamakan dirinya Brigade Muslim Indonesia (BMI) memberikan ruang kepada pihak gramedia untuk mengklarifikasi terkait buku-buku yang dijualnya bukan malah melakukan razia sepihak.
"Tindakan sepihak itu tak baik, mungkin saja pihak gramedia merasa tidak bersalah menjual buku-buku yang dimaksud seperti beraroma komunisme. Gramedia mungkin juga tak mau ribut meski merasa ada tindakan sepihak yang tidak memberikan ruang untuk menjelaskan ke publik apa yang dianggap ormas itu sebagai sesuatu yang terlarang," Qasim menandaskan.
Hal yang sama diungkapkan pegiat literasi di Sulsel. Muhammad Mario Hikmat, Pegiat Literasi di Dialektika Sulsel mengaku sangat mengutuk keras tindakan razia buku beraroma komunisme oleh sekelompok warga yang mengatasnamakan Brigade Muslim Indonesia (BMI) di toko gramedia Trans Studio Mall Makassar, Sabtu 3 Agustus 2019.
"Kami mengutuk kelakuan BMI. Tindakan kelewat bodoh BMI, selain mencerminkan sikap mereka yang tolol dan anti intelektualitas, juga merupakan tindakan inkonstitusional," kata Mario, Minggu (4/8/2019).
Ia mengaku heran dengan sikap berbangga diri massa BMI usai merazia bahkan menyita sejumlah buku-buku yang dinilainya beraroma paham komunis dari toko gramedia Trans Studio Mall Makassar kemarin.
"Mereka justru mempertontonkan kebodohan dengan merazia buku, dan sialnya mereka bangga dengan itu. Kelompok arogan seperti ini ialah parasit dan tak boleh dibiarkan mengotori peradaban," tegas Mario.
saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement
BMI Akan Terus Gelar Razia
Â
Ketua Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulsel, Muhammad Zulkifli mengatakan tindakan merazia sejumlah buku beraroma komunisme pada toko gramedia Trans Studio Mal Makassar oleh ormas yang dipimpinnya kemarin, telah sesuai dengan Tap MPRS No. 25/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan juga pelarangan ajaran atau doktrin bermuatan komunisme atau Marxisme dan Lenimisme.
"Jadi, kami datang memperlihatkan dasar hukumnya dan kami anggap bahwa salah satu cara menyebarkan paham Marxisme, Lenimisme dan Komunisme adalah dengan penjualan buku," ucap Zulkifli.
Menurutnya, kedatangan ormasnya ke beberapa toko buku di Makassar sekedar mengimbau kepada pemilik toko agar buku-buku beraroma komunisme tidak lagi di perjualbelikan dan pihak toko pun sepakat menarik serta tidak lagi memperjualbelikan buku-buku yang dimaksud.
"Alhamdulillah kemarin kami telah memberikan pemahaman kepada pihak gramedia sehingga sepakat menarik dan tidak menjual buku-buku itu lagi," terang Zulkifli.
Ia yang juga diketahui tergabung dalam organisasi Pemuda Pancasila Sulsel itu, mengklaim jika aksi merazia toko buku seperti kemarin merupakan hal yang biasa dan kerap dilakukannya.
Bahkan, lanjut dia, aksi serupa sebelumnya ia lakukan di lokasi yang berbeda. Yakni pada toko buku gramedia yang berada di Mall Panakkukang, Kota Makassar. Dimana ia mengaku menyita ratusan buku yang dianggap beraroma paham komunisme.
"Buku-buku yang ditarik itu banyak. Dari gramedia Mall Panakukang sekitar 60an dan gramedia Trans Studio Mall sekitar 50an buku," jelas Zulkifli.
Ia berjanji tak akan berhenti usai merazia toko buku gramedia Trans Studio Mall Makassar. Ia akan terus merazia sejumlah toko buku di Makassar yang terindikasi menjual buku yang menganut paham komunis.
"Pasti kita cari semua yang terindikasi menyebarkan paham itu, akan kami cari dan kami akan terus memberi pemahaman kepada pemilik toko tentang bahaya pemahaman ini," Zulkifli menandaskan.