Gawat, Rangkong Gading dan Arwana Super Red Terancam Punah

Rangkong Gading dan Arwana Super Red hewan kharismatik di Kalimantan. Terancam punah.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 09 Sep 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2019, 00:00 WIB
Burung Rankong Gading
Burung rangkong gading (rhinoplax vigil) merupakan burung asli Indonesia yang keberadaannya terancam punah akibat perburuan dan perdagangan ilegal. (Foto: Dok KLHK/Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dijuluki sebagai negara mega-biodiversity karena memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Namun, tingkat kehilangannya pun juga sangat tinggi. Ancaman ini juga terjadi pada Rangkong Gading dan Arwana Super Red, satwa kharismatik di Kalimantan.

Di Kalimantan Barat, berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN), rangkong gading berstatus critical endangered (sangat terancam punah/kritis) dan Arwana Super Red berstatus endangered (terancam punah) alias satu dan dua langkah menuju kepunahan di alam.

“Rangkong gading misalnya, selain berfungsi sebagai petani hutan sejati yang membantu menanam pohon secara alami, juga sebagai simbol Kalimantan Barat yang merepresentasikan keberanian dan keagungan Suku Dayak. Punahnya satwa Indonesia berarti hilangnya identitas budaya Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kondisi populasi rangkong gading di alam mengalami tekanan berat. Tercatat dari tahun 2012 sampai 2015 rangkong gading mengalami loncatan tigastatus dari tidak terancam (not threaten) menjadi kritis (critical endangered).

Ancaman terbesar terhadap kepunahan rangkong adalah perburuan liar yang dipicu oleh permintaan pasar, kemiskinan, dan penegakan hukum yang lemah. Sebagian besar perburuan di Indonesia terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dan saat ini diperkirakaan populasi dan habitat yang menjanjikan berada di kawasan hutan tersisa di Kabupaten Kapuas Hulu.

Untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya, rangkong membutuhkan areal jelajah hutan yang luas, oleh sebab itu konservasi rangkong harus dilakukan dalam skala bentang alam. Sampai saat ini, informasi dasar biologi dan ekologi, serta penelitian rangkong di Indonesia masih sangat minim.

Kajian Rangkong Indonesia menemukan hanya terdapat 55 penelitian rangkong yang sudah di publikasikan dalam kurun waktu 1980-2016. Minimnya jumlah penelitian ini termasuk sebab sulitnya mengukur dampak akibat perburuan rangkong gading.

Sebagai bentuk dukungan dan pelaksanaan dari Strategi Rencana Aksi Rangkong Gading 2018-2027, TFCA Kalimantan bersama LSM Rangkong Indonesia melakukan program konservasi rangkong gading di Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Program ini memiliki beberapa kegiatan yaitu, pertama, melakukan prakiraan populasi dan monitoring habitat serta populasi angkong gading.

Kedua, melakukan kampanye penyadartahuan konservasi rangkong gading dengan melibatkan unsur penting masyarakat dan pemerintah di Kalimantan Barat. Ketiga, menyusun rencana pengelolaan rangkong di tingkat unit manajemen taman nasional (TNBKDS).

Untuk program konservasi arwana super red (Scleropages formosus), TFCA Kalimantan mendukung lembaga lokal mengembangkan model konservasi lokal ikan arwana menjadi atraksi pariwisata di Kabupaten Kapuas Hulu. Hal yang menarik dari praktik konservasi lokal ikan arwana yaitu adanya aturan zonasi perlindungan kawasan, aturan praktek pemanenan, pembudidayaan dan pelepasliaran, serta pengawasan.

Di area danau masyarakat, terdapat zonasi untuk pemanfaatan ekonomi, pemanfaatan terbatas, dan area lindung yang tidak boleh dimanfaatkan. Dalam pemanfaatan, masyarakat mengatur pola giliran panen dengan batasan ukuran, dan kewajiban pelepasliaran ikan arwana besar sebagai sumber indukan baru. Pengawasan dilakukan dengan ketat, dimana masyarakat pelanggar bahkan bisa dikeluarkana dari desa.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya