Suasana Magis dalam Ritual Kiat Damar Jelang Pilkades Cirebon

Kiat Damar merupakan tradisi yang sudah diwariskan turun temurun pada setiap momen pemilihan kepala desa di sejumlah wilayah Pantura Cirebon.

oleh Panji Prayitno diperbarui 27 Okt 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2019, 10:00 WIB
Kiat Damar Pilkades Cirebon dan Pilpres di Amerika Serikat
Tradisi Kiat Damar para calon kades di Cirebon menyalakan sesajen pada malam pemilihan kepala desa. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Hilir mudik warga desa di Kabupaten Cirebon pada akhir pekan ini tampak berbeda. Mereka memadati kantor desa untuk melihat ritual Kiat Damar pada malam pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak.

Bukan hanya rentan ricuh, dalam pemilihan kuwu tersebut dipenuhi suasana magis. Pada malam pencoblosan, calon kepala desa selalu menggelar ritual yang oleh masyarakat setempat disebut Damar.

"Iya di sini ramai biasanya sampai tengah malam bisa sampai pagi lagi," kata salah seorang warga Desa Keraton Reno, (27/10/2019).

Dalam ritual Kiat Damar Cirebon sendiri semua calon kepala desa membakar kemenyan lengkap dengan sesajen yang disediakan di suatu ruangan. Mereka biasanya memiliki dukun pilihan sendiri untuk menggelar ritual tersebut.

Ritual tersebut dilakukan setiap malam sebelum pemilihan kepala desa berlangsung.

"Itu juga bisa menjadi media gaib. Calon yang akan menang biasanya ditandai dengan nyala api yang lebih besar dibanding yang lain," ujar dia.

Momen tersebut kemudian menjadi peluang warga lain mencari rezeki. Sejumlah pedagang ikut memadati malam Kiat Tradisi Damar di desa yang menggelar Pilkades.

Reno mengaku pada kontestasi Pilkades tersebut, para calon kepala desa membagikan uang kepada pemilih dalam jumlah yang terbilang besar.

Oleh karena itu, Reno mengaku tidak heran jika ongkos politik yang dikeluarkan Pilkades Cirebon mencapai miliaran rupiah.

"Karena Pilkades ini lebih terasa pesta demokrasinya calon kades fokus kampanye di desa mereka dan itu suasananya terasa sekali," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pelopor Demokrasi di Tanah Air

Kiat Damar Pilkades Cirebon dan Pilpres di Amerika Serikat
Tradisi Kiat Damar para calon kades di Cirebon menyalakan sesajen pada malam pemilihan kepala desa. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Tradisi Kiat Damar dalam setiap pemilihan kepala desa tidak lepas dari sejarah asal muasal pemilihan kepala desa. Sejarawan Cirebon Nurdin M Noor menyebutkan, pemilihan kuwu atau kepala desa menjadi ajang pemilihan pemimpin di desa yang sangat riuh.

Kuwu, kata dia, asal kata dari bahasa Sanskerta dengan padanan kata dari Cakradara, berarti 'penguasa setingkat adipati', seperti Akuwu Tunggul Ametung di Singosari.

Sementara di Cirebon disebut Kuwu sejak sebelum abad ke-14 Masehi. Dari catatan sejarah, pemilihan Kuwu di Cirebon lebih dulu berlangsung dibandingkan dengan pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Nurdin menyebutkan, pemilihan kepala desa pertama di Cirebon dilakukan sejak tahun 1604 dengan model pemilihan One Man One Vote, sementara pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 1774 dengan dipilih langsung oleh lembaga pemilihan umum.

"Jadi kalau ada yang bilang demokrasi kita meniru gaya Barat, saya kira keliru. Dari model pemilihan pemimpinnya saja lebih dulu kita di Indonesia, tepatnya Cirebon," ujar Nurdin.

Rata-rata para kuwu berkuasa selama belasan tahun, dipilih berdasarkan ilmu, akhlak dan tanggung jawabnya. Pemilihan kuwu sebelum Belanda berkuasa diserahkan kepada masyarakat dan mendapat restu Sultan.

Saat Belanda berkuasa penuh, harus mendapat restu Belanda.

"Pada akhir abad 19 atau awal abad 20 kemungkinan kuwu mulai dipilih secara langsung, bebas dan rahasia oleh masyarakat di kotak suara," kata dia.

Kotak suara pada masa pemilihan kuwu berupa bumbung bambu. Setiap pemilih mendapat sebuah koin atau biting kayu yang dimasukkan ke dalam bumbung kuwu yang mengikuti pemilihan. Calon kuwu dibungkus dengan kain berwarna tertentu sebagai lambang kuwu pilihannya.

"Inilah perubahan dari musyawarah mufakat para pemuka desa, menjadi pemilihan langsung oleh seluruh masyarakat. Sementara untuk kuwu yang sudah tidak menjabat disebut kuwu manten, berdasarkan kaidah bahasa Sunda.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya