Liputan6.com, Cirebon - Sulaeman (50) seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) harus mendekam di sel Rutan Klas 1 Cirebon selama tiga hari.
Pada penahanannya, Sulaeman melanggar Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2016 tentang Penataan dan Pembinaan PKL Kota Cirebon. Sulaiman ditahan setelah tidak mampu membayar denda saat terjaring razia di jalan Sudarsono pada Selasa, 4 Februari 2020 lalu.
Sulaeman mengaku sudah berjualan di jalan tersebut selama satu tahun lamanya. Beberapa waktu lalu, Sulaeman pernah terjaring razia Satpol PP dan didenda Rp100 ribu.
Advertisement
Baca Juga
Pada tanggal 16 Januari 2020 lalu, Sulaeman kembali terjaring razia Satpol PP Kota Cirebon. Namun, saat itu dia mengaku tidak mampu membayar denda yang sudah diatur sesuai ketentuan.
"Saya tidak punya uang untuk bayar denda segitu untuk makan sehari-hari saja masih kesulitan. Uang segitu mending untuk makan keluarga saja," kata dia.
Padahal sebelumnya, Satpol PP Kota Cirebon pernah memberi kelonggaran waktu untuk Sulaeman membayar denda. Seiring berjalannya waktu, Sulaeman dijemput oleh tim eksekusi dan dijeblosakan ke Rutan klas 1 Cirebon pada Selasa, 4 Februari 2020.
Seminggu berlalu, Sulaeman tak mampu membayar denda dan terpaksa harus menjalani hukuman penjara selama tiga hari. Dia mengaku sempat beralih profesi dengan mengayuh becak, tetapi pendapatannya tidak maksimal mencukupi keluarganya.
"Petugas Satpol PP nagih saya pembayaran dendanya tapi saya tidak punya uang jadi ya mau bagaimana lagi saya pasrah saja," ungkap dia.
Tiga hari berlalu, Sulaeman dinyatakan bebas dari hukuman penjara. Dia disambut dan dijemput oleh rekan sesama PKL Kota Cirebon untuk diantarkan pulang.
Sulaeman tetap berharap agar bisa berjualan di jalan tersebut dengan kondisi yang aman. Dia mengaku sempat beralih profesi menjadi tukang becak, namun pengasilannya tidak cukup banyak untuk menafkahi keluarganya.
"Dari becak saya paling dapat Rp20 ribu palin banyak Rp40 ribu per hari. Itu juga harus dipotong uang sewa becak harian Rp5 ribu," ujar dia.
Selama di tahanan, Sulaeman mengaku diperlakukan dengan baik oleh petugas. Bahkan, sejak ditahan, Sulaeman mengaku tak membawa apa pun ke dalam sel.
"Makan cukup. Sel saya disebutnya kamar santri karena memang banyak santri yang ditahan dan ditempatkan di kamar tersebut," ujar dia.
Bertemu Wali Kota
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengaku prihatin atas apa yang menimpa Sulaeman. Sebab, Sulaeman merupakan warga Kota Cirebon. Namun demikian, Azis mengaku harus menegakkan aturan yang sudah ditetapkan. Azis mengundang Sulaeman setelah dia bebas dari penjara.
"Prihatin karena Pak Sulaeman itu warga saya, tapi di lain pihak aturan harus ditegakkan," kata Azis saat mengundang Sulaeman di ruang kerjanya, Kamis (6/2/2020).
Pada pertemuannya, Azis mengaku sempat memberi pemahaman bahwa Sulaeman tidak melarang PKL untuk berjualan. Menurut Azis, aturan tersebut dibuat untuk dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Jika aturan tidak ditegakkan, dampak buruk bisa terjadi pada PKL maupun yang lain. Azis mengaku akan memprioritaskan Sulaeman sebagai upaya pencarian solusi maraknya PKL berjualan di Kota Cirebon.
"Saya juga meminta kepada Pak Sulaeman memberitahu kepada PKL lainnya untuk tidak berjualan di tempat yang dilarang," kata dia.
Menurut Azis, salah satu solusinya mengatasi banyaknya PKL yakni dengan memperbanyak shelter. Shelter tersebut akan dibangun di kawasan yang berada dari luar zona terlarang untuk PKL.
"Saya juga minta KTP nya pak Sulaeman untuk nanti kalau ada shelter akan diprioritaskan. Intinya kita terus upayakan menyelesaikan masalah PKL secara baik, sehingga pemberdayaan PKL terus meningkat, tapi ini harus dilakukan bertahap," sambung Azis.
Sulaeman merupakan pedagang kopi yang biasa mangkal tiap hari di sekitar jalan Sudarsono. Sulaeman tidak sendiri, sejumlah pedagang lainya juga berjualan di ruas jalan tersebut.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement