Angka Perceraian di Jambi Meningkat, Psikolog Ingatkan Dampaknya terhadap Anak

Tak hanya berdampak terhadap pasangan suami istri, bercerai juga bisa berdampak pada psikologis yang panjang anak korban perceraian orangtua.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 14 Feb 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2020, 15:00 WIB
Cerai
Ilustrasi perceraian (iStockphoto)

Liputan6.com, Jambi - Perceraian di dalam rumah tangga menjadi salah satu konsekuensi mengarungi bahtera rumah tangga. Kadang bercerai satu pilihan yang harus diambil oleh orangtua setelah mengalami berbagai konflik rumah tangga.

Memang urusan perceraian adalah hak setiap pasangan rumah tangga jika hubungan sudah tidak lagi harmonis. Namun, sebelum memutuskan untuk becerai sebaiknya dipikirkan terlebih dulu.

Perselisihan orangtua yang berakhir pada perceraian sering kali juga akan memengaruhi mental dan emosional anak. Kondisi ini akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak-anak.

Pengajar Psikologi di Fakultas Kodokteran Universitas Jambi, Yun Nina, mengatakan, perceraian rumah tangga akan memiliki dampak yang luas terhadap psikologis anak, seperti trauma hingga ketakutan yang akan dialami anak.

Proses perceraian yang sering berdebat atau konflik antara pasangan suami istri akan memberikan contoh yang tidak baik. Ketika sudah terjadi perceraian, anak-anak juga akan kehilangan figur orangtua, baik ayah atau ibu.

"Juga ada trauma dan ketakuan anak untuk menjalin hubungan lawan jenis," kata Yun Nina kepada Liputan6.com, Kamis petang (13/2/2020).

Dampak psikologis anak terhadap perceraian kata dia, juga bisa membawa emosi sang anak. Anak yang menjadi korban perceraian atau broken home akan dibayangi perasaan kehilangan, kemarahan, dan banyak lainnya.

Sama halnya dengan anak-anak yang telah mengerti pertengkaran orangtuanya, juga akan mengalami dampak psikologis. Mereka akan kehilangan orang yang selama ini dipercaya.

"Biasanya cenderung lebih diam, diam bukan berarti tidak apa-apa, tapi ada masalah yang menyelimutinya, jadi butuh penguatan," katanya.

Angka Perceraian di Jambi Masih Tinggi

Pengadilan Agama Jambi
Tampak plang depan Pengadilan Agama Jambi di Jl Jakarta, Kecamatan Kota Baru, Jambi. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Berbagai faktor dianggap bisa memicu perceraian, mulai dari faktor ekonomi, perselingkuhan, dan ketidakharmonisan keluarga. Bahkan, kehadiran media sosial juga bisa memengaruhi perceraian itu.

Selama tahun 2019, angka perceraian di Kota Jambi mencapai 1.490 kasus perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Jambi. Angka tersebut meningkat sekitar 6 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan, pada tahun 2019 perkara yang diputus berjumlah 1.413 perkara.

Dari perkara perceraian yang masuk tersebut, sebanyak 755 kasus dilatarbelakangangi oleh masalah perselisihan dan pertengkaran. Kemudian masalah kekerasan 19 kasus dan selebihnya masalah ekonomi dan ditinggalkan satu pihak.

Sementara itu, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Jambi, perkara perceraian yang teregister untuk bulan Februari 2020 ini mencapai 43 perkara.

Dari jumlah perkara yang terdapat di SIPP PA Jambi itu, didominasi cerai gugat (cerai yang diajukan pihak istri) mencapai 37 perkara. Sedangkan cerai talak (cerai yang diajukan suami) mencapai 6 perkara.

Perceraian tak hanya berdampak pada psikologis anak, menurut Pengajar Psikologi pada Fakultas Kodokteran Universitas Jambi, Yun Nina, percerian juga bisa berdampak terhadap pasangan yang bercerai.

"Secara sikologis pasangan bisa kelelahan kalau proses percerainnya yang ribet. Apalagi kasus suami menikah lagi, tentu ada beban," dia menambahkan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya