PWI Garut Kampanyekan Konten Pemberitaan Ramah Anak

Media dituntut lebih hati-hati dan bijaksana dalam menyampaikan pemberitaan persoalan hukum yang menyangkut anak-anak.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 20 Feb 2020, 03:00 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2020, 03:00 WIB
Kamsul Hasan, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, tengah memberikan materi mengenai Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang disusun Dewan Pers, dalam workshop jurnaistik di Garut, Jawa Barat.
Kamsul Hasan, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat, tengah memberikan materi mengenai Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang disusun Dewan Pers, dalam workshop jurnaistik di Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Kalangan wartawan Garut, Jawa Barat mengkampanyekan konten berita ramah anak. Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang disusun Dewan Pers saat ini, harus menjadi rujukan utama bagi mereka, dalam penyampaian informasi soal anak.

Penggunaan inisial pelaku termasuk korban anak di bawah umur, harus menjadi fokus perhatian bersama kalangan media, dalam penyampaian konten berita anak, yang lebih santun dan ramah bagi masyarakat.

“Saat ini eranya citizen journalism, semua masyarakat bisa menjadi wartawan dengan medsosnya,” ujar Iyan Kameswara, Program Manajer Yayasan Serikat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN), dalam workshop jurnalistik yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Garut, dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN), Selasa (18/2/2020).

Menggandeng Universitas Garut (Uniga) dan Pemkab Garut, kalangan pekerja media yang tergabung dalam wadah PWI Garut itu, mengkampanyekan pemberitaan ramah anak, agar tercipta lingkungan yang peduli pada mereka.

“Dan ini tentu harus menjadi perhatian dari kalangan wartawan juga,” ujar dia mengingatkan.

Kamsul Hasan, Ketua Bidang Kompetensi PWI Pusat mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pasal 19, identitas anak wajib dirahasiakan dalam pemberitaan.

“Jika melanggar ketentuan ini, wartawan bisa dipidana dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun dan denda Rp 500 juta,” ujar dia mengingatkan.

Menurutnya, penggunaan PPRA dianggap tepat dalam pemberitaan soal anak, sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

“Sekarang ini wartawan tidak cukup hanya memahami kode etik jurnalistik, tapi ada PPRA ini soal pemberitaan tentang anak,” ujarnya.

Dengan acuan itu, wartawan wajib merahasiakan identitas asli anak dalam setiap pemberitaan mengenai mereka, sesuai dengan UU SPPA pasal 19 ayat 2.

“Semua hal yang dapat mengungkap identitas anak juga tidak boleh dibuka, mulai dari alamatnya, sekolah, orangtua dan hal lainnya yang identik dengan anak yang bersangkutan,” ujarnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Perlu Sosialisasi

Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Sugeng Hariadi, bersama Rektor Uniga Abdusy Syakur Amin dan kalangan wartawan Garut yang tergabung dalam PWI, setelah workshop jurnalistik di Garut, Jawa Barat.
Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Sugeng Hariadi, bersama Rektor Uniga Abdusy Syakur Amin dan kalangan wartawan Garut yang tergabung dalam PWI, setelah workshop jurnalistik di Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Hal senada disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Sugeng Hariadi. Menurutnya, sudah waktunya kalangan wartawan di lapangan, lebih hati-hati dan bijak dalam menyampaikan pemberitaan persoalan hukum yang menyangkut anak.

 “Jangan sampai mereka (anak-anak) menjadi korban dua kali, sudah kena masalah, juga menjadi korban akibat pemberitaan, wartawan harus pintar-pintar soal ini,” ujarnya mengingatkan.

Sebagai aparat penegak hukum, lembaganya ujar dia, mengapresiasi upaya PWI dalam mensosialisasikan pemberitaan ramah anak, termasuk kehadiran PPRA yang menjadi pedoman baru bagi wartawan.

Dengan upaya itu, wartawan dituntut bijak dan lebih ramah dalam pemberitaan soal anak, terutama mereka yang bermasalah dengan persoalan hukum.

“Kita akan ajak APH (Aparat Penegak Hukum) lainnya dari kepolisian dan pengadilan untuk memahami ini, karena ini sangat penting,” ujar dia.

Rektor Universitas Garut, Abdusy Syakur Amin menambahkan. Sebagai pilar kelima demokrasi, sudah saatnya wartawan menyampaikan informasi terutama mengenai anak, agar lebih ramah dan santun.

“Anak itu amanah, jangan sampai karena pemberitaan tidak proporsional, masa depan mereka terancam,” kata dia.

Menurutnya, program peningkatan kapasitas jurnalistik yang dilaksanakan PWI Garut, memberikan informasi baru bagi masyarakat, terutama dalam hal penyampaian informasi lebih ramah mengenai anak.

 “Makanya saat ini kita tandatangani nota kesepahaman dengan PWI Garut, untuk program-program peningkatan kualitas jurnalistik di Garut,” ujarnya.

Dengan upaya itu, para mahasiswa terutama jurusan jurnalistik mampu memahami materi yang diberikan, terutama soal PPRA yang berhubungan dengan penyampaian pemberitaan mengenai anak.

”Kebetulan kami juga memiliki program studi jurnalistik, jadi materi ini sangat membantu,” ujar dia bangga.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya