Liputan6.com, Balikpapan - Pelan-pelan stigma negatif bagi penyintas Covid-19 di tengah masyarakat mulai berkurang. Jika ada sebagian warga lakukan penolakan hingga pengusiran, berbeda dengan warga Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Hal ini dialami oleh Muhammad Wahib Herlambang, penyintas Covid-19 yang pulang pada Kamis (9/4/2020) siang. Dia dinyatakan sembuh setelah menjalani isolasi 23 hari di RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Saat pulang di kediamannya, dia sedikit heran ada spanduk ucapan selamat datang. Tak hanya itu, ada penyambutan warga meski kecil-kecilan.
Advertisement
Baca Juga
“Di luar yang saya bayangkan di saat banyak media massa memberitakan penolakan dan pengusiran,” ujar Wahib penuh haru.
Penyambutan diinisiasi oleh Ketua RT dan pengembang perumahan tempat Wahib dan keluarga tinggal. Beberapa warga bersama lurah, personel Babinsa dan Babinkamtibmas tampak menunggu di depan gerbang Perumahan Sepinggan Pratama.
Tak ada raut emosi, apalagi wajah penolakan. Semua membaur, meski dengan jarak yang sudah diatur dan menggunakan masker, menyambut kepulangan seorang penyintas Covid-19.
“Meski dari balik masker, saya tahu itu sambutan penuh kehangatan dan kekeluargaan. Sesuatu yang membuat kita semangat lagi menghadapi bencana ini,” katanya.
Hal paling penting bagi seseorang yang terjangkit Covid-19, kata Wahib, adalah dukungan banyak pihak. Jika mental tidak siap, upaya untuk sembuh jadi semakin sulit. Bahkan bisa membangkitkan penyakit lain yang berisiko kematian.
“Perasaan saya sangat terharu karena warga-warga di sini sangat luar biasa, masya Allah, mereka memberikan dukungan kepada saya semenjak masuk isolasi,” katanya.
Simak juga video pilihan berikut:
Bantuan Mengalir Sejak Diisolasi
Warga di lingkungan RT 47, Kelurahan Sepinggan Baru, Balikpapan Selatan ini memang patut dicontoh. Selama salah satu warganya diisolasi, keluarga yang ditinggalkan menjadi tanggung jawab bersama.
Bantuan tak henti mengalir ke rumah keluarga Wahib. Mulai dari makanan pokok, hingga buah-buahan tak pernah sepi datang ke rumahnya.
“Bahkan voucher listrik di rumah saya diisikan tetangga,” kata Wahib dengan nada terbata-bata menahan haru.
Istri dan tiga anaknya memang harus menjalani isolasi secara mandiri di rumah. Sebab, sesuai protokol penanganan Covid-19, orang yang punya kontak erat dengan pasien terjangkit juga wajib menjalani isolasi.
“Bayangkan saja, saya diisolasi sementara istri juga diisolasi di rumah bersama anak. Kalau mental tidak kuat, bisa hancur saya,” katanya.
Wahib berulang kali ucapkan rasa syukur punya tetangga dan lingkungan yang sangat mendukung dalam upaya penyembuhannya. Berkat dukungan warga Balikpapan, terutama di lingkungan sekitar rumah, Wahib bisa menjalani proses isolasi dan penyembuhan dengan tenang.
“Stres atau tidak adalah kunci utama kita kuat melawan virus ini dan itu butuh dukungan semua pihak,” ungkapnya.
Advertisement
Sempat Stres Gara-gara Warganet
Di gerbang rumah, wahib disambut dua anak laki-lakinya yang masih kecil. Dua buah hati menggandeng tangan Wahib kanan dan kirinya menuju pintu rumah.
Di pintu rumah, pelukan hangat datang dari anak perempuannya yang masih remaja. Istrinya lalu menyambut dan ikut memeluk sambil menangis haru.
Dahaga rindu yang tertahan selama 23 hari tertuntaskan. Tangisan dan senyuman kembali menghiasi rumah mereka.
Menjadi pasien pertama di Kota Balikpapan yang dinyatakan terjangkit Covid-19 sebenarnya tak semudah dibayangkan. Ada tekanan mental yang begitu kuat, terutama dari warganet yang membanjiri komentar tanpa pengetahuan memadai.
Hal ini pula yang dirasakan Muhammad Wahib Herlambang saat pertama kali diisolasi. Hal itu wajar, mengingat edukasi soal Covid-19 masih sangat kurang.
“Setelah dinyatakan positif itu rumah saya sempat direkam oleh warganet kemudian disebarkan, dibumbui dengan komentar macam-macam. Tekanan mentalnya begitu luar biasa,” katanya.
Dia bersyukur kini sudah bisa melewati itu semua. Hampir setiap saat Wahib berkomunikasi dengan istrinya untuk saling memotivasi.
“Saya minta untuk tidak dulu membuka grup-grup whatsapp, untuk menghindari tekanan mental dari luar,” ungkap Wahib.
Wahib tidak mengerti siapa pelaku penyebar video itu. Namun kejadian itu sempat viral dan menjadi tekanan besar dalam proses isolasinya.
“Saya bilang sama istri waktu itu, kita tidak boleh kalah. Ibarat pertandingan, kita harus menang 5-0,” ungkap Wahib.
Inisiasi Warga dan Ketua RT
Sehari sebelum kepulangannya, Ketua RT bersama warga memasang spanduk di jalur utama menuju lingkungan mereka. Spanduk itu berisi ucapan selamat datang kepada Wahib, penyintas Covid-19.
“Selamat datang kembali Pak Wahib di lingkungan RT 47, mari bersama melawan Covid-19,” isi tulisan spanduk itu.
Ketua RT 47, Unggul Alamin, menyebut sengaja membuat spanduk untuk menyambut kepulangan warganya. Pemasangan spanduk dan penyambutan merupakan bentuk kesyukuran bersama atas kepulangan salah satu warga mereka yang sudah sembuh.
“Ini bentuk kesyukuran kami atas kepulangan beliau saja, pak” kata Unggul.
Soal ketakutan, Unggul menyebut warganya sudah memahami Covid-19. Edukasi yang penting soal virus ini menjadi kekuatan bersama untuk mencegah penularannya.
“Alhamdulillah tidak ada ketakutan dari warga, semua menerima dengan terbuka dan menjadi motivasi kita semua untuk terus mempertahankan pola hidup sehat dan mencegah penyebaran Covid-19,” tambahnya.
Dia pun berharap seluruh warga ikut bersama-sama mencegah penularan Covid-19 dengan mengikuti himbauan dari pemerintah. Jaga jarak fisik, hingga selalu memakai masker di luar rumah adalah kewajiban bersama.
“Kita lawan virusnya, bukan memususi orangnya. Mereka butuh motivasi dan itu adalah kewajiban kita semua,” ujar Unggul.
Meski ada satu warganya yang baru sembuh dari Covid-19, mereka tetap membaur seperti biasa. Pengalaman yang didapat Wahib selama isolasi, menjadi pelajaran warga yang lain.
Hal itu tampak saat Wahib dan beberapa warga berdiskusi di depan rumahnya. Semua berjalan normal tanpa perlu ada stigma negatif.
Advertisement