Upaya Warga Maumere Mendulang Untung dari Minyak Kelapa Murni Olahan Rumah

Yosep Hendarsa (47) menjadi salah satu dari sedikit orang yang punya kegigihan mengolah kelapa menjadi Virgin Coconut Oil.

oleh Ola KedaDionisius Wilibardus diperbarui 21 Jul 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2020, 07:00 WIB
Virgin coconut
Foto: Hasil produksi minyak kelapa murni UD Rahmat di Kabupaten SIKKA, NTT (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Kupang - Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dikenal sebagai kota nyiur melambai. Di wilayah ini, tumbuh banyak pohon kelapa. Tanaman bermarga cocos ini hampir tumbuh di setiap kebun-kebun petani.

Sebagian besar petani menjual kelapa gelodongan ke Jawa. Ada juga yang mengolahnya menjadi kopra, lalu dijual. Masih jarang petani memanfaatkan kelapa untuk bahan dasar pembuatan minyak kelapa murni (virgin coconut oil/VCO).

Yosep Hendarsa (47), menjadi salah satu dari sedikit orang yang punya kegigihan mengolah kelapa jadi VCO. Menurut Yosep, cikal bakal industri rumahan ini bermula pada tahun 2004. Usahanya mendapat status legal pada tahun 2006.

"Saya pernah bekerja di tambang. Tahun 2014, saya berhenti, lalu pulang kampung dan jadi petani. Saya fokus olah minyak kelapa," tutur Yosep saat ditemui Liputan6.com, akhir pekan lalu di kediamannya di Waiara, Desa Ribang, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka.

Ia tertarik mengolah minyak kelapa karena bahan bakunya tidak sulit dicari. Memanfaatkan kelapa di kebunnya dan kebun warga lain, Yosep tak kesulitan mendapatkan persediaan bahan baku.

"Kita kan punya kelapa. Memang orang kita itu sulit untuk diyakinkan untuk berusaha dari apa yang kita punya. Untuk pikir jauh-jauh, kita olah hal yang ada di sekitar kita saja," katanya.

Dibantu oleh tiga pekerja, Yosep memproduksi VCO secara rutin. Kemasannya botolnya bervariasi. Ada yang kecil, sedang, dan pula yang berukuran lebih besar.

Besaran harga mengikuti ukuran botol yang tersedia. Ke mana ia akan menjual VCO sangat menentukan brand yang diusungnya. Bahkan, ia juga sempat menggantikan brand. Jangkauan wilayah pasar, baik lokal maupun nasional, juga memiliki nama masing-masing.

"Brand awal minyak VCO dengan dengan nama UD St Mikael. Seiring berjalannya waktu saat VCO dikirim keluar, ke pangsa pasar nasional. Sepertinya kurang bersahabat. Dari situ saya munculkan lagi satu brand dengan nama UD Rahmat. Dengan nama brand rahmat ini semua orang dapat menerima," tuturnya.

Jangkauan pasar VCO yang diolah Yosep sampai wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, melalui pesanan online. Khusus untuk menjaga keberlanjutan, ia menargetkan pasar lokal.

"Coba pikir, kita terkenal di daerah lain. Atau kita sudah kuasai pasar luar negeri. Tapi kalau pasar lokal kita tidak kuasai, sama saja," imbuhnya.

Saat ini, beberapa produk VCO-nya juga dipasarkan di apotek-apotek di kota Maumere, khusus apotek K-24. Minyak goreng dan sabun produk turunan lain dari kelapa yang dikembangkan oleh Yosep adalah minyak goreng dan sabun.

Minyak goreng, kata Yosep, dikemas dengan label sederhana. Semula ia bereksperimen dengan kemasan berlabel. Namun, karena prosesnya lama, ia kemudian mengemas minyak goreng dalam botol-botol aqua berukuran sedang dengan harga Rp10 ribu per botol.

"Target kita hanya mau memperkenalkan keunggulan kelapa, bisa diproduksi lokal melalui kemasan dan bisa mempengaruhi pasar lokal. Juga minyak-minyak itu sampai ke dapur-dapur di Sikka," sebutnya.

Sedangkan, produk sabun diolah dari minyak kelapa dan bahan-bahan alami lainnya, sehingga melahirkan varian rasa seperti rasa kopi dan jeruk.

"Kita menggunakan bahan baku alami yang ada di sekitar kita. Sebanyak 30 persen bahan dari minyak kelapa dicampur bahan-bahan alami dengan bahan pemicu untuk dijadikan sabun," jelasnya.

Produk sabun belum dipasarkan dan masih dalam proses uji coba. Meski demikian, sabun produksinya sudah dipakai untuk kebutuhan rumah tangga.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya