Ratusan Dokter Residen Kembali Demo, Tuding Rektor Unsrat Tidak Peka

Koordinator Forum Komunikasi Residen Faked Unsrat Jacob Pajan mengatakan, kebijakan yang diambil itu tidak mengurangi beban mereka, karena BOP sebesar Rp24 juta terasa sangat berat di masa pandemi Covid-19 ini.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 25 Jul 2020, 20:14 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2020, 19:00 WIB
Sejak pukul 13.00 Wita, ratusan dokter residen mulai memadati pintu gerbang kampus Unsrat, di bawah pengawasan ketat satuan pengamanan kampus.
Sejak pukul 13.00 Wita, ratusan dokter residen mulai memadati pintu gerbang kampus Unsrat, di bawah pengawasan ketat satuan pengamanan kampus.

Liputan6.com, Manado - Aksi unjuk rasa kembali dilakukan ratusan dokter residen atau calon dokter spesialis di kampus Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Jumat (24/7/2020). Tuntutan mereka masih sama, yaitu mendesak pengurangan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Sejak pukul 13.00 Wita, ratusan dokter residen mulai memadati pintu gerbang kampus Unsrat, di bawah pengawasan ketat satuan pengamanan kampus. Terlihat juga Dekan Fakultas Kedokteran (Faked) Unsrat dr Billy Kepel serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni dr Frans Wantania SpPD di tengah para dokter residen.

Kepel mengatakan, untuk pengurangan biaya, skema cicilan, skema penghapusan itu hanya berlaku kepada mahasiswa Strata 1 dan Diploma 3, dan itu sudah dilaksanakan.

"Untuk skema yang lain itu harus dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," jelasnya.

Terkait dengan tuntutan dokter residen mengenai kebijakan rektorat soal BOP, Kepel menuturkan, akan ada surat penundaan dari rektor batas waktu pembayaran dari 26 Juli ke 5 Agustus tahun 2020.

"Yang kedua skema pembayaran BOP dengan cicilan," tuturnya.

Menurutnya, jika dokter residen menginginkan cicilan maka akan diberi kesempatan membayar maksimal 50 persen sampai dengan 5 Agustus.

"Untuk 50 persen sisanya sampai tanggal 5 Oktober tahun 2020 dan itu yang dapat kami sampaikan," terang Kepel.

Koordinator Forum Komunikasi Residen Faked Unsrat Jacob Pajan mengatakan, kebijakan yang diambil itu tidak mengurangi beban mereka, karena BOP sebesar Rp24 juta terasa sangat berat di masa pandemi Covid-19 ini.

“Kebijakan itu sama dengan menyandera kami, bahwa harus tetap membayarnya. Tanpa ada pengurangan,” tegas Pajan.   

Setelah bernegosiasi dengan satu pengamanan, di bawah kawalan ketat aparat kepolisian dari Polresta Manado dan Polsek Malalayang, ratusan calon dokter spesialis ini bergerak masuk ke dalam kampus dengan membawa berbagai poster tuntutan mereka. Tepat di depan patung Dr Sam Ratulangi, mereka mulai berorasi.

“Jika tidak ada pihak rektorat yang temui kami, maka kami akan mengadu kepada patung Sam Ratulangi. Karena Rektor Unsrat enggan menemui kami, dan tidak peka terhadap persoalan yang terjadi,” ujar Jacob.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Debat Terbuka Dokter Residen dengan Adik Rocky Gerung

Yang terjadi kemudian adalah debat terbuka antara para dokter residen dengan Gerung dan Gosal. Perdebatan hampir 30 menit itu tak berujung pada solusi.
Yang terjadi kemudian adalah debat terbuka antara para dokter residen dengan Gerung dan Gosal. Perdebatan hampir 30 menit itu tak berujung pada solusi.

Jacob dan kawan-kawan kemudian memberikan waktu 10 menit agar pimpinan Unsrat bisa menemui mereka. Beberapa saat kemudian muncul Wakil Rektor Bidang Akademik, Grevo Gerung dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Ronny Gosal.

“Bukan hanya dokter residen yang terdampak, tapi ada 23 ribu mahasiswa Unsrat yang terdampak pandemi Covid-19,” papar Gerung.

Adik Rocky Gerung ini menerangkan, Unsrat tidak bisa berbuat banyak karena sudah ada Peraturan Mendikbud terkait skema pengurangan, dan pembayaran secara bertahap UKT.

“Permendikbud ini tidak mengatur untuk mahasiswa S2, S3, dan profesi serta spesialis. Sehingga kami tidak punya dasar untuk melakukan pengurangan BOP,” papar Gerung.

Gerung mempersilakan para dokter residen untuk langsung mengadu ke Mendikbud terkait tuntutan mereka tersebut. Menurutnya pihak Unsrat bukan tidak peduli, melainkan sudah diperjuangkan sehingga turun lah Permendikbud tersebut.

Menanggapi hal ini, Jacob meminta tranparansi dari pimpinan Unsrat tentang poin-poin yang diusulkan ke Mendikbud. Karena dia menduga, usulan yang disampaikan itu hanya terkait UKT untuk mahasiswa D3 dan Strata 1, dan tidak termasuk BOP untuk program profesi dan spesialis.

“Kami minta transparansi soal ini. Kami semua mahasiswa Unsrat terdampak, tetapi dokter residen tidak mendapat pengurangan BOP. Ini menunjukan Rektor Unsrat tidak punya sense of crisis di tengah pandemi ini,” tegasnya.

Yang terjadi kemudian adalah debat terbuka antara para dokter residen dengan Gerung dan Gosal. Perdebatan hampir 30 menit itu tak berujung pada solusi.

“Kami menilai pimpinan Unsrat tidak peduli dengan nasib kami, 500 dokter residen yang tiap hari berada di garda terdepan penanganan Covid-19,” ujar Jacob.

Menemui jalan buntu dengan pimpinan Unsrat, ratusan dokter residen ini berencana bakal menemui Gubernur Sulut Olly Dondokambey untuk mengadukan nasib mereka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya