Liputan6.com, Gunungkidul - Ironi, itulah satu kata yang bisa menggambarkan keadaan Muflih Fathoni (27), warga Padukuhan Tenggaran, Gedangrejo, Karangmojo. Punya predikat mahasiswa berprestasi saat kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tak membuatnya mulus di dunia karier. Buktinya, sampai saat ini dia masih kesulitan mendapat pekerjaan yang diimpikannya.
Muflih bukan pemuda biasa, ayah satu orang anak ini semasa kuliah punya seabrek prestasi, termasuk prestasi internasional di ajang balap profesional tingkat Asia. Andilnya di Garuda UNY Racing Team bahkan telah diakui dunia internasional sebagai perakit mobil hybird terbaik di kelasnya.
Toni begitu ia dipanggil, dirinya mengawali pendidikan di Diploma III Jurusan Teknik Otomotif, Fakultas Teknik, UNY. Sejak sekolah di SMKN 2 Wonosari, dirinya sudah menekuni Teknik Kendaraan Ringan. Kecintaannya terhadap otomotif makin menjadi saat dirinya masuk ke kampus.
Advertisement
"Bahkan saya dulu disuruh bapak jadi guru dengan kuliah mengambil S1 keguruan, tapi saya matur sama bapak, kalau ndak di bidang otomotif saya trimo ndak kuliah," katanya, Rabu (28/10/2020).
Baca Juga
Tidak ada pilihan lain, orangtuanya lantas mengizinkan ia menekuni dunia otomotif dengan menyekolahkannya di UNY. Seperti mahasiswa pada umumya, di awal kuliah tahun 2011 silam ia mengikuti kuliah baik teori maupun praktik secara seksama.
Hobinya melakukan riset sederhana kemudian dilirik oleh para dosen pembina Unit Kegiatan Mahasiswa bidang Rekayasa Teknologi yang memang hendak memulai debut internasional. Tim balap kebanggaan kampus Karangmalang tersebut memang tengah menargetkan Green Car Competion di Korea Selatan.
"Saya memang tertarik, ada kesempatan saya fokus. Saat itu saya jadi ketua tim teknik, nambah pengalaman juga bagaimana menggaet sponsor, membeli sparepart mobil listrik dari Amerika bagaimana merakit mobil balap ramah lingkungan," katanya.
Setelah sekitar dua semester merakit mobil, tibalah pada Mei 2014, ia bersama puluhan tim lainnya dikirim UNY ke Korea Selatan. Bersama tim, ia memastikan kondisi mobil sudah sesuai dengan ketentuan lomba.
"Memadukan teori teknologi mobil hybird dan listrik ternyata memang tidak sesederhana yang kami bayangkan, tapi kami juga rajin konsultasi dengan dosen pembimbing," katanya.
Benar saja selama seminggu perlombaan, mobil yang berbulan-bulan ia rakit bersama tim berhasil meraih peringkat satu dan tiga di kategori acceleration dalam kejuaran International Student Green Car Competition 2014, di Korea Selatan. Mereka berhasil menyabet gelar dari kejuaraan yang mempertandingkan dua kategori lomba untuk mobil hybrid dan listrik, yaitu acceleration dan maneuverability.
"Di masa-masa krisis menjelang pengumuman kami satu tim hanya diam sambil zikir, tegang sekali. Tapi begitu pengumuman, lagu Indonesia Raya bisa dinyanyikan di kompetisi atas capaian kami rasanya bangga terharu sekali," ungkapnya.
Sekembalinya di Tanah Air, ia sebetulnya sudah meminta izin kepada dosen pembimbing Tim GURT untuk tidak lagi mengikuti kompetisi. Hal ini karena sejumlah pertimbangan seperti masa studinya sebagai mahasiswa diploma yang harusnya ditempuh cukup enam semester telah habis.
"Tapi saya ingat betul dosbing (dosen pembimbing) marah-marah saya izin keluar dari tim karena ada kompetisi di Jepang tahun 2015. Kompetisinya cukup bergengsi, Student Formula Japan," ujarnya.
Sempat merasakan gejolak dilema, Toni memutuskan kembali berkiprah bersama tim perakit mobil sesuai dengan kriterianya.
Mobil yang diberi nama Garuda F15 dirancang dapat mencapai kecepatan hingga 120 km/jam dengan 0 – 100 m dalam 4 detik. Untuk meningkatkan kemampuan akselerasi, kata Toni, kemampuan mesin ditingkatkan dari 40 HP menjadi 45 HP.
"GURT F15 menggunakan mesin 1 silinder 600 cc, pemilihan material dan komponen 80 persen bahan lokal dan mudah didapatkan, capaian prestasi di penghujung tahun 2015 kala itu menjadi runner up pendatang baru terbaik," paparnya.
Â
Â
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Selesai Studi
Usai perlombaan itu, dirinya kembali fokus menyelesaikan studinya. Setahun kemudian ia diwisuda pada awal 2016 dengan gelar Ahli Madya Teknik.
"Alhamdulillah saat wisuda saya dinobatkan menjadi mahasiswa beprestasi, haru campur bangga saya rasakan betul," kenang Toni.
Seusai lulus, tibalah masa ia mencari pekerjaan. Berbekal seabrek piagam penghargaan dan juga pengalaman ternyata tak membuat pemuda ini mudah mendapatkan pekerjaan.
"Sekitar setengah tahun saya ke sana ke sini mencari pekerjaan. Bahkan di sela-sela menanti panggilan interview saya pernah berhari-hari menjadi buruh lepas Event Organizer di Jogja dengan kerja jadi sopir dan angkat-angkat barang dengan upah Rp50ribu sehari," ucapnya.
Ia mengaku beberapa kali mendaftar di salah satu bengkel resmi kendaraan dengan posisi Service Advisor dan berkali-kali pula sampai tahap wawancara HRD. Namun demikian hingga kini tak ada pengumuman diterima.
"Padahal dalam cita-cita saya pengen mengembangkan teknologi hybird dan kelistrikan pada mobil, tapi ya mau gimana tidak ada peluang," keluhnya.
"Sampai saya bener-bener mentok, ada lowongan di salah satu leasing, saya daftar," ujar dia.
Menjadi pekerja sebagai surveyor leasing yang tidak sesuai dengan keahlian yang ia miliki ternyata merupakan hal yang sulit bagi dia. Hingga kurang dari dua tahun bekerja target nasabahnya tidak terpenuhi.
"Saya akhirnya dirumahkan karena sudah dua kali dapat SP antara penjualan dan nasabah hasil survay saya tidak tepat waktu dalam pembayaran," katanya.
Padahal, lanjut Toni, istrinya yang hanya merupakan guru honorer di salah satu SMK Negeri di Kapanewon Ngawen sedang mengandung anak pertamanya. Kala itu ia mengaku sangat kesulitan finansial.
"Akhirnya teman tim di Garuda UNY ada yang join usaha persewaan dan servis alat berat, saya diajak gabung. Tanpa pikir panjang kondisi butuh mepet walaupun nglaju ke Sleman tapi tidak saya pikir," katanya.
Hingga kini, ia masih bergabung dengan rekan-rekan timnya untuk membesarkan tempat kerjanya. Meskipun kala menjadi mahasiswa ia bermimpi mudah mendapatkan pekerjaan yang sebanding untuk saat ini ia tak lagi muluk-muluk memasang target.
"Yang penting kebutuhan anak dan istri tercukupi, masalahhya kalau sekarang sudah kepepet butuh," kelakarnya.
Di hari Sumpah Pemuda ini ia berharap, pemerintah makin tanggap dengan potensi muda-mudi generasi harapan bangsa. Jangan sampai kemampuan yang dimiliki muda-mudi tak dilirik bangsa sendiri.
"Ya paling tidak jangan seperti saya ini, cita-cita muluk-muluk tapi mau gimana lagi tidak ada peluang dan fasilitas untuk mengembangkannya," tutup Toni.
Advertisement