Perjuangan Keluarga Tukang Panjat Kelapa di Gorontalo, Bertahan Hidup dalam Gubuk Reyot

Meski hidup dalam rumah beratapkan jerami, tukang panjat kelapa dan istri terus berupaya memberikan kehangatan bagi keempat anaknya. Mereka akan mengamankan anak-anaknya agar tidak basah saat air hujan menyusup ke dalam rumah reyot itu.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 18 Nov 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 17:00 WIB
Kondisi rumah milik Inggo Tuluki warga Kabupaten Pohuwato, Gorontalo (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Kondisi rumah milik Inggo Tuluki warga Kabupaten Pohuwato, Gorontalo (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Gorontalo - Tepatnya di Desa Manawa, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato. Di sini tinggalah sepasang suami istri beserta keempat anaknya di rumah kecil yang tak layak huni.

Mereka di rumah reyot tersebut harus rela tidur beralaskan tanah dan beratapkan jerami yang kini sudah rusak dan berlubang. Rumah yang berukuran tidak lebih dari 2x4 meter itu dihuni oleh enam jiwa.

Rumah milik Inggo Tuluki (36) itu mendadak viral di media sosial usai setelah salah satu warga yang prihatin kemudian mengunggah kondisi keluarga itu. Sehingga, hal ini mengundang banyak simpati dan menuai beragam komentar dari warganet.

Pemilik rumah, Inggo Tuluki, kepada Liputan6.com mengaku, bahwa kondisi rumah mereka memang sudah seperti itu sejak lama. Dari awal dibangun rumah tersebut belum pernah berubah. 

Hujan menjadi salah satu momok bagi Inggo dan keluarga. Terlebih kalau hujan tersebut datang pada malam hari. Dia dan suaminya pasti sibuk mengamankaan anak-anak mereka ke tempat yang aman agar tidak basah.

"Kalau hujan, air pasti masuk dalam rumah melalui atap yang bocor," kata Inggo.

"Bahkan Kalau hujan tak kunjung reda, kami pasti cari rumah keluarga yang bisa untuk menginap sementara," ujarnya.

Simak Video Pilihan Berikut Ini

Tak Pernah Dapat Bantuan

Kondisi rumah milik Inggo Tuluki warga Kabupaten Pohuwato, Gorontalo (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Kondisi rumah milik Inggo Tuluki warga Kabupaten Pohuwato, Gorontalo (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Menurutnya, mereka bukannya tidak mau memperbaiki rumah itu, akan tetapi tidak ada biaya. Mata pencaharian sang suami sebagai tukang panjat kelapa, upahnya hanya habis untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

"Memang ingin hati memperbaiki rumah ini, akan tetapi upah suami untuk kebutuhan sehari-hari saja tak cukup," ungkapnya.

Selain itu, kata Inggo, selama ini mereka belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah yang prihatin dengan kondisi rumah.

"Setiap tahun mereka datang hanya foto-foto saja, mereka mengatakan akan dapat bantuan. Tetapi hingga kini tidak ada," tuturnya.

Selama ini, kata Inggo, dirinya hanya menerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) senilai Rp250 ribu yang diterima setiap tiga bulan sekali.

"Untuk bantuan hanya itu saja yang saya terima selama ini," jelas Inggo.

Sementara Kepala Desa Manawa, Marlulu Djafar saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa kepengurusan bantuan perbaikan rumah untuk keluarga tersebut terhambat masalah administrasi.

Sertifikat hak milik tanah waktu itu belum selesai. Namun, saat ini terinformasi sertifikat tersebut sudah selesai akan tetapi, syarat untuk pengambilan belum dipenuhi oleh mereka.

"Saya sebagai pemerintah desa akan terus berusaha. Ini menjadi pekerjaan rumah saya sebagai kepala desa Manawa," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya