Tak Bisa Sita Agunan Kredit Macet, BPR Lestari Bali Ajukan Uji Materiil ke MK

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) resmi mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 12 huruf a Ayat 1 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Akibat kebijakan itu BPR kesulitan menyita agunan dari kredit macet melalui lelang.

oleh Dewi Divianta diperbarui 06 Jan 2021, 10:46 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2020, 23:00 WIB
Tim Kuasa Hukum BPR Lestari Usai Ajukan Yudicial Review ke MK
Tim Kuasa Hukum BPR Lestari Usai Ajukan Yudicial Review ke MK (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Denpasar PT BPR Lestari Bali mengajukan uji materiil atau yudicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 12 huruf a Ayat 1 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998.

Melalui Kuasa Hukum I Made Sari, BPR Lestari Bali mengajukan uji materiil terhadap pasal 12 huruf a Ayat 1 UU Perbankan No 10 Tahun 1998.

"Kami menganggap UU Perbankan, hanya memberikan hak kepada bank umum untuk mengambil alih agunan kredit macet nasabahnya melalui lelang," katanya kepada Liputan6.com di Kampus Hukum Universita Udayana (Unud), Jumat (27/11/2020).

Menurutnya, lantaran aturan itu BPR tidak diizinkan atau diperbolehkan mengambilalih agunan kredit macet nasabahnya melalui lelang di kantor lelang.

"Itulah yang menyebabkan kami ajukan, agar hak [BPR Lestari](4021043 "" )untuk mengambil alih agunan krediet macet melalui lelang, apabila peserta lelang tidak ada, sehingga kredit macet di BPR bisa diselesaikan, agar sama dengan bank umum. Inilah yang kami mohonkan,"  ucap dia.

 

Mengancam Likuiditas BPR

Lantaran tak bisa mengambil alih agunan nasabah melalui kantor lelang, maka kredit BPR tidak bisa diselesaikan, terkatung-katung sehingga bisa mengganggu atau mengancam likuiditas.

"Ini, tidak hanya dialami BPR Lestari Bali saja namun BPR lainnya juga terancam likuiditasnya, karena dia tidak bisa menyelesaikan kredit macet nasabah," ujarnya.

Bank umum dan BPR lestari juga sama-sama menjalankan kegiatan, ia melanjutkan simpan pinjam atau perkreditan, namun kenapa dalam konteks ini, kemudian dibedakan oleh lembaga di hawah UU yakni antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DJKN.

"Ini yang kami mohon uji materiil tentang penafsiran agar frase bank umum dalam UU Perbannkan dimaksudkan adalah bank umum dan BPR, itu maksudnya," kata dia memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya