Liputan6.com, Balikpapan - Suara jurnalis media lokal Balikpapan di Kalimantan Timur (Kaltim) Rusli bergetar membuka cerita. Di ruang sempit kamarnya lewat sambungan daring bertutur beratnya kehidupan pada masa pandemi Covid-19.
"Beberapa redaktur, wartawan, divisi layout dirumahkan tanpa kejelasan," katanya saat melaporkan persoalannya ke Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan, Jumat (22/1/2021).
Advertisement
Baca Juga
Wabah virus menghantam seluruh sendi perekonomian dunia termasuk industri media massa Tanah Air. Fenomena penjualan iklan merosot drastis karena klien-klien besar mengevaluasi belanja iklan pada masa pandemi.
Merosotnya bisnis media sudah terasa sejak awal 2020 lalu. "Manajemen sempat menetapkan pemotongan gaji karyawan hingga 20 persen," kata Rusli.
Saat itu, mayoritas karyawan bisa memaklumi kebijakan pemotongan gaji diterapkan perusahaan. Apalagi, kebijakannya demi mempertahankan keberlangsungan bisnis yang sedang sulit.
Mereka rela gajinya dipotong termasuk penghapusan berbagai insentif karyawan, tunjangan hari raya (THR), bonus, dan lainnya. "Karyawan sebenarnya bisa mengerti kebijakan perusahaan di masa sulit," ujar Rusli.
Meskipun demikian, berjalannya waktu pandemi Covid-19 akhirnya mematik konflik baru di antara perusahaan dan karyawan. Permasalahan yang mengganggu harmonisasi kinerja mereka.
"Timbul masalah seperti persoalan absensi, kualitas artikel, dan hal lain yang tidak ada kaitan dengan pekerjaan," papar Rusli.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
19 Karyawan Media Dirumahkan
Puncaknya terjadi ketika perusahaan media utama di Balikpapan ini menindak tegas jurnalisnya yang dianggap berseberangan kebijakan pimpinan. Totalnya, ada 19 karyawan divisi redaktur, wartawan, layout, pracetak, dan sirkulasi sudah dirumahkan.
"Kami dirumahkan sejak bulan Oktober tahun lalu hingga sekarang," ungkap Rusli.
Sebelumnya, para karyawan menyoal kebijakan pemotongan gaji yang melebihi persentase disepakati bersama. Gaji karyawan dipotong 40 persen dari semestinya hanya 20 persen.
Karyawan pelbagai divisi pun menggelar mogok kerja sebagai bentuk protes.
"Pimpinan perusahaan langsung mengancam menindak karyawan membangkang," papar Rusli.
Saat itu, karyawan mengalah dengan menjalankan rutinitas pekerjaan. Proses liputan, editing, percetakan media cetak ini berjalan lagi.
"Tapi sejak ini perusahaan mulai mengincar karyawan dianggap tidak loyal," sebut Rusli.
Perusahaan tidak secara langsung menjatuhkan sanksi para penentang. Pertama-tama, pentolan aksi mogok kerja dirotasi ke divisi bukan menjadi keahlian.
Seperti Rusli ini, ia semula seorang redaktur kota dilempar mengurusi sirkulasi pengantaran koran ke pelanggan. Suatu bidang pekerjaan yang bertolak belakang dengan kompetensinya sebagai wartawan.
Ia sebelumnya bertanggung-jawab proses editing hasil liputan artikel wartawan lapangan. Level karir menengah di divisi redaksional.
"Ini sebuah penghinaan, seorang redaktur disuruh menjadi tukang antar koran," sergahnya.
Nasib Rusli sedikit lebih baik dibanding rekannya sesama redaktur bernama Hasan. Wartawan senior ini dipindahkan menjadi petugas kebersihan alias cleaning service di kantor media mereka.
"Hasan dipindahkan menjadi cleaning service dari sebelumnya redaktur olahraga," tutur Rusli.
Beberapa karyawan bahkan tidak diperpanjang kontrak kerjanya termasuk diputus hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon.
“Sebanyak 19 karyawan akhirnya resmi tidak aktif lagi bekerja sejak November lalu,” ungkap Rusli.
Mewakili rekannya, Rusli lantas melaporkan permasalahan ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Balikpapan. Karyawan ingin pemerintah daerah memediasi penyelesaian ketenagakerjaan diantara buruh dan perusahaan.
Dalam kesempatan itu, direktur perusahaan malah balik menantang agar masalahnya diselesaikan ke pengadilan hubungan industrial (PHI).
Selain itu, karyawan pun lantas berjuang memperoleh dukungan moral dari organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan AJI Balikpapan. Mereka sudah siap maju proses persidangan jalur PHI.
"Kami hanya menuntut hak-hak seperti pesangon seluruh karyawan. Karyawan menyadari hubungan dengan perusahaan sudah tidak bisa diperbaiki sehingga tinggal penyelesaian hak-hak," tegas Rusli.
Advertisement
AJI Balikpapan Siap Bantu Mediasi
Sementara itu, AJI Balikpapan prihatin pandemi Covid-19 mulai berdampak negatif kelangsungan industri media. Padahal, media massa bermasalah ini merupakan salah satu perusahaan jurnalistik lama dan sudah terdaftar di Dewan Pers.
"Pandemi Covid-19 sudah menerpa industri media lokal dan nasional," kata Ketua AJI Balikpapan Defi Alamsyah.
Dalam kasus ini, AJI merupakan organisasi profesi menaungi seluruh insan pers Tanah Air. Setidaknya, AJI Balikpapan bisa menfasilitasi mediasi penyelesaian di antara direksi dan karyawan perusahaan.
"Agar kepentingan karyawan dan perusahaan bisa diselesaikan bersama," tutur Defi.
Dalam waktu dekat ini, AJI Balikpapan berniat menyurati direksi perusahaan bersangkutan tentang permasalahan dikeluhkan karyawan. Perusahaan semestinya menghargai kompetensi jurnalis sebagai profesi intelektual di Indonesia.
Kasus ini juga menjadi catatan bersama pengurus AJI Indonesia.
"Bidang advokasi AJI bisa mendampingi perjuangan karyawan," tegas Defi.
Di sisi lain, AJI Balikpapan pun meminta jurnalis terus mengindahkan kompetensi terlebih di masa-masa pandemi Covid-19. Sehingga jurnalis mempunyai kesiapan menghadapi kemungkinan terburuk nasibnya selama melambatnya perekonomian nasional.