Maraknya Pinjol Ilegal dan Ketidaksiapan Masyarakat Jadi Konsumen Digital

Banyaknya pinjol atau pinjaman online harus diimbangi dengan kesiapan masyarakat dalam menjadi konsumen digital.

oleh Dewi Divianta diperbarui 25 Sep 2021, 05:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2021, 05:00 WIB
Ilustrasi korban pinjaman online atau fintech lending
Ilustrasi korban pinjaman online atau fintech lending ( Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi ekonomi yang terkontraksi akibat pandemi seolah menjadi tanah yang gembur bagi pertumbuhan oknum pinjaman online (pinjol) ilegal untuk menjerat lebih banyak masyarakat.

Satgas Waspada Investasi (SWI) pun mencatat lonjakan pengaduan masyarakat yang dirugikan pinjol ilegal hingga 80%, periode Januari-Juni 2021. Sepanjang Juli 2021, satgas telah memblokir 172 platform pinjol ilegal. 

Industri fintech sendiri telah berkembang pesat di Indonesia, terlebih dengan potensi pangsa pasar yang besar dan penetrasi internet yang hampir mencapai angka 75%.

"Maraknya kehadiran fintech di Indonesia layaknya sebagai game-changer perubahan pada lanskap industri keuangan dan adopsi layanan keuangan di masyarakat yang menjadi serba digital. Faktor lain yang mendukung cepatnya penetrasi fintech di Indonesia adalah terbatasnya penyaluran kredit dari sektor lembaga pembiayaan konvensional, dengan penetrasi kartu kredit yang masih rendah, yaitu sekitar 3%,” kata Lily Suriani, General Manager Kredivo dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Kamis (23/9/2021).

Menurutnya, meskipun mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun 2016, indeks literasi keuangan belum bisa mengimbangi kenaikan inklusivitas layanan keuangan.

"Masih berada pada 38,03% untuk indeks literasi keuangan dan indeks inklusi keuangan di 76,19%. Kebutuhan masyarakat yang tinggi akan penyaluran kredit dan ketidaksiapan masyarakat dalam perubahan di era layanan keuangan digital, akan berdampak pada tidak kondusifnya ekosistem ekonomi digital diiringi dengan kolaboratif dari regulator dan fintech lending legal," katanya.

Sementara itu, Lily menyebut adopsi teknologi yang meningkat signifikan, masyarakat mudah mengakses berbagai informasi, terutama melalui media sosial.

“Harus disikapi secara cermat karena pada awalnya banyak dari oknum pinjol ilegal yang memanfaatkan kekurangpahaman sebagian masyarakat melalui penyebaran informasi di berbagai kanal atau website. Meningkatkan literasi keuangan menjadi kunci preventif yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak agar masyarakat semakin cerdas dan bijak dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara digital,” ucap Lily.

Lily juga menyoroti pentingnya pengetahuan masyarakat untuk menyaring informasi hoaks tentang layanan keuangan yang beredar luas. 

"Platform pembiayaan digital yang legal dan terdaftar resmi di OJK. Inovasi teknologi yang dikembangkan akan mampu memberikan alternatif penyaluran kredit bagi masyarakat secara aman dan mudah,"ujar dia.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Teliti Ulang Izin Akses Aplikasi

Untuk diketahui, yang harus menjadi perhatian untuk meningkatkan kesiapan masyarakat di tengah transformasi layanan keuangan menjadi serba digital, agar terhindar dari transaksi bodong yang dilakukan pinjol ilegal, perhatikan informasi di berikut:

Pertama bedakan antara fintech lending legal dan pinjol ilegal Sebelum bertransaksi, pastikan selalu platform pembiayaan tersebut sudah terdaftar resmi di OJK. Informasi tersebut dapat diakses secara mudah melalui website OJK di www.ojk.go.id.

Kedua OJK juga bekerjasama dengan Google terkait syarat aplikasi pinjaman pribadi di Indonesia yang sering disalahgunakan oleh pinjol ilegal. Sejak tanggal 28 Juli 2021, Google menambahkan persyaratan tambahan kelayakan bagi aplikasi pinjaman pribadi antara lain berupa dokumen lisensi atau terdaftar di OJK, sehingga pinjol ilegal tidak dapat mengunggah aplikasi mereka di Google. 

Ketiga, pahami bunga yang diberlakukan, konsumen fintech lending harus mempertimbangkan bunga yang diberlakukan setiap penyedia layanan kredit. Pertimbangan ini bisa berdasarkan kemampuan konsumen untuk membayar besaran bunga tersebut, serta apakah masih dalam koridor batas wajar besaran bunga yang ditetapkan oleh OJK.

Keempat, pelajari hak dan kewajiban transaksi, di mana konsumen melewatkan penjelasan hak dan kewajiban, padahal informasi tersebut penting untuk dipelajari. Konsumen harus paham secara keseluruhan mengenai hak dan kewajibannya serta resiko yang akan ditanggung di kemudian hari. 

Kelima, gunakan aplikasi dari sumber resmi, Pastikan Anda menggunakan aplikasi pinjaman resmi dan mengunduhnya hanya dari dari Play Store (untuk ponsel Android) dan App Store (untuk ponsel iOS), karena jika aplikasi yang diunduh berasal dari sumber tidak resmi akan berpotensi memberikan akses pada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil data pribadi Anda melalui berbagai malware hingga adware. 

Keenam, teliti kembali izin akses aplikasi. Masyarakat juga perlu dengan seksama seluruh persetujuan dan data apa saja yang hendak diakses aplikasi dari smartphone. Jangan terlalu cepat menggunakan aplikasi tersebut, karena oknum yang tidak bertanggung jawab bisa dengan mudah mengakses seluruh data pribadi yang ada dalam smartphone. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya