Terlanjur Utang di Pinjol untuk Konsumtif? Ini Cara Mengatasinya

Pinjaman online (pinjol) semakin mudah diakses, namun tidak sedikit orang yang akhirnya terjebak dalam penggunaan yang tidak terkendali, terutama untuk keperluan konsumtif.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 31 Jan 2025, 20:20 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2025, 20:20 WIB
Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)
Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pinjaman online (pinjol) semakin mudah diakses, namun tidak sedikit orang yang akhirnya terjebak dalam penggunaan yang tidak terkendali, terutama untuk keperluan konsumtif. 

Bagi mereka yang sudah terlanjur mengambil pinjol untuk kebutuhan yang kurang mendesak, Perencana Keuangan Andy Nugroho memberikan beberapa langkah yang dapat diambil agar kondisi keuangan tidak semakin memburuk.

Menurut Andy, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami seberapa besar total utang yang dimiliki. Ia menekankan cicilan utang idealnya tidak boleh melebihi 30 persen dari penghasilan bulanan. 

“Namun, dalam banyak kasus, orang justru memiliki cicilan yang jauh lebih besar dari batas aman tersebut, sehingga menyulitkan mereka untuk memenuhi kebutuhan lainnya,” kata Andy kepada Liputan6.com

Fokus Pelunasan Utang

Jika sudah dalam kondisi seperti ini, Andy menyarankan agar segera menghentikan pengambilan pinjol baru. Selain itu, Andy menekankan pentingnya fokus pada pelunasan utang yang sudah ada. 

Jika beban cicilan terasa berat, seseorang bisa mencari alternatif lain seperti menjual aset yang tidak terlalu dibutuhkan atau meminta bantuan dari keluarga atau teman yang bisa memberikan pinjaman tanpa bunga. 

“Cara ini bisa meringankan beban dibandingkan terus-menerus membayar bunga pinjol yang tinggi,” ujar Andy.

 

Restrukturisasi Cicilan

Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada... Selengkapnya

Beberapa penyedia pinjol legal juga menawarkan opsi restrukturisasi cicilan bagi peminjam yang mengalami kesulitan keuangan. Andy menyarankan agar pengguna yang kesulitan membayar cicilan mencoba bernegosiasi dengan pihak pinjol untuk mendapatkan skema pembayaran yang lebih ringan. 

“Dengan begitu, mereka bisa tetap memenuhi kewajiban tanpa harus mengorbankan kebutuhan pokok lainnya,” jelasnya.

Namun menurut Andy menyelesaikan utang saja tidak cukup. Setelah berhasil keluar dari jeratan pinjol, Andy menekankan pentingnya mengubah kebiasaan finansial agar tidak kembali terjebak dalam pola konsumtif. 

Andy menilai banyak orang yang menggunakan pinjol karena dorongan emosional atau keinginan sesaat, seperti membeli barang yang sebenarnya tidak mendesak hanya karena gengsi atau mengikuti tren. 

“Oleh karena itu, evaluasi pola pengeluaran dan membangun kebiasaan menabung menjadi langkah yang sangat penting setelah lepas dari utang pinjol,” lanjutnya.

 

Pinjol Perlu Digunakan dengan Bijak

Banner Infografis Pinjol Ilegal Bikin Resah dan Cara Hindari Jeratan
Banner Infografis Pinjol Ilegal Bikin Resah dan Cara Hindari Jeratan (Liputan6.com/Triyasni)... Selengkapnya

Andy juga mengingatkan pinjol bukanlah musuh, namun harus digunakan dengan bijak. Jika digunakan untuk keperluan yang benar-benar mendesak, pinjol bisa menjadi solusi keuangan yang membantu. Namun, jika digunakan tanpa perhitungan hanya untuk memenuhi gaya hidup, dampaknya bisa sangat merugikan dalam jangka panjang.

"Kunci utama dalam mengelola keuangan adalah memahami prioritas. Jangan sampai hanya karena ingin memenuhi keinginan sesaat, kita justru mengorbankan kestabilan finansial di masa depan," pungkas Andy.

Andy juga menekankan ketika seseorang mengambil pinjol untuk barang konsumtif, mereka sebenarnya menambah beban finansial yang tidak perlu.

Menurutnya barang yang dibeli dengan pinjol mungkin tidak terlalu penting, tapi yang jelas cicilannya akan tetap berjalan dan harus dibayar dengan tambahan bunga. Ia mencontohkan kasus renovasi rumah untuk gengsi sebagai contoh penggunaan pinjol yang kurang bijak. 

"Misalnya, seseorang melihat tetangganya merenovasi rumah dan merasa tidak mau kalah. Akhirnya, dia nekat mengambil pinjol untuk memperbaiki rumahnya juga, padahal sebenarnya rumahnya masih dalam kondisi layak," ungkapnya.

Hal yang sama berlaku untuk pembelian gadget terbaru hanya demi tren. Menurut Andy jika gadget yang lama masih berfungsi, tapi tetap membeli yang baru dengan pinjol hanya karena ingin terlihat mengikuti tren, itu keputusan yang buruk. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya