Mahasiswa Desak Polisi Seret Keluarga Pelaku Kekerasan Seksual Anak di Aceh Timur

Mahasiswa mendesak polisi menyeret keluarga pelaku ke dalam kasus ini karena diduga telah ikut serta memfasilitasi tindakan rudapaksa terhadap korban.

oleh Rino Abonita diperbarui 04 Nov 2021, 03:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2021, 03:00 WIB
Aksi mengusut kekerasan seksual terhadap anak di Polres Aceh Barat (Liputan6.com/Ist)
Aksi mengusut kekerasan seksual terhadap anak di Polres Aceh Barat (Liputan6.com/Ist)Aksi mengusut kekerasan seksual terhadap anak di Polres Aceh Barat (Liputan6.com/Ist)

Liputan6.com, Aceh - Mahasiswa kembali menggelar aksi demonstrasi di Polres Aceh Barat terkait kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang anak (14). Sebelumnya korab diculik seorang pemuda yang tinggal di desa tetangga korban. Dalam aksi tersebut, mereka turut mendesak agar polisi menyeret keluarga pelaku ke dalam kasus ini, karena diduga kuat ikut serta memfasilitasi tindakan rudapaksa terhadap korban.

Berdasarkan pengakuan korban, setelah diculik di bawah ancaman todongan pisau dari Aceh Barat ke Aceh Timur, dirinya disembunyikan pelaku di rumah milik familinya yang ada di sana. Selain ikut mendesak korban menikah dengan pelaku, kerabat pelaku bahkan menyarankan agar pelaku memerkosanya, termasuk sengaja menjauh dari rumah saat pelaku merudapaksa korban, dan tidak memedulikan permintaan tolong korban.

Aksi yang didominasi oleh kalangan mahasiswi ini turut membawa sejumlah tuntutan lainnya. Seperti mendesak otoritas terkait untuk menindak oknum polwan yang diduga menghentak meja di depan korban, dalam suatu kesempatan didampingi oleh psikolog dari DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Aceh Barat, yang disebut-sebut tidak berempati terhadap korban.

"Kami juga mendesak polisi untuk menindak oknum di kepolisian sektor yang menurut pengakuan ayah korban telah meminta sejumlah uang Rp 2 juta jika ingin anaknya dijemput dari Aceh Timur. Padahal, itu situasi darurat, di mana korban sedang berada di dalam mara bahaya karena pelaku bersamanya," ujar Koordinator Lapangan, Rona Julianda, diwawancarai Liputan6.com, Rabu (3/11/2021).

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Melapor Malah Diminta Uang

Selain itu, Rona juga memberi catatan khusus terkait dengan pengakuan ayah korban, yang mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum polisi jika ingin petugas menjemput anaknya di Aceh Timur. Pada saat itu, lokasi korban telah terdeteksi, namun, kata ayah korban, dirinya tidak bisa menyanggupi syarat tersebut karena tidak memiliki uang sama sekali membiayai akomodasi petugas.

"Padahal, itu situasi darurat, di mana korban sedang berada di dalam mara bahaya karena pelaku bersamanya. Oknum tersebut harus ditindak. Sebagai catatan, kami akan mengawal ini, di mana harus ada jaminan tidak ada tekanan kepada ayah korban atas pengakuannya tersebut," tegas Rona.

 

Aparat Tidak Serius?

Keberadaan pelaku yang kini dalam Daftar Pencurian Orang (DPO) dinilai sebagai bukti bahwa penanganan kasus ini terkesan langsam, padahal ayah korban telah melapor ke polres sejak 28 Agustus lalu. Kasus ini dilanjutkan ke tingkat polda melalui kuasa hukum korban yang berasal dari LBH Banda Aceh setelah ayah korban merasa kepolisian di tingkat kabupaten kurang reaktif.

"Hari ini baru bekerja? Apakah bapak ibu tidak pernah mempertanyakan, bagaimana psikologis si anak, bagaimana hari ini masa depan si anak, pernah enggak terpikir? Enggak pernah!," pekik Rona dalam orasinya. 

Para demonstran disambut oleh Wakil Kepala Polres Aceh Barat Kompol Asa Putra. Dia mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut sudah ditangani oleh pihaknya.

"Dalam hal ini, proses sedang berjalan, proses sedang berjalan, terus kemudian, yang adik sebutkan tadi tentang permintaan uang, itu diproses juga oleh provost, sudah kita tindaklanjuti," ujar Asa. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya