Dugaan Pelanggaran dalam Izin Penambangan Pasir Laut Pulau Rupat

Kapal pengangkut pasir sewaan PT LMU yang ditangkap Kementerian Perikanan dan Kelautan karena penambangan pasir laut di Pulau Rupat rusak lingkungan.

oleh M Syukur diperbarui 18 Feb 2022, 01:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2022, 01:00 WIB
Kapal pengangkut pasir sewaan PT LMU yang ditangkap Kementerian Perikanan dan Kelautan karena penambangan pasir laut di Pulau Rupat rusak lingkungan.
Kapal pengangkut pasir sewaan PT LMU yang ditangkap Kementerian Perikanan dan Kelautan karena penambangan pasir laut di Pulau Rupat rusak lingkungan. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Penangkapan Kapal KNB-6 oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) patut diapresiasi. Hal ini membuat PT LMU yang melakukan penambangan pasir laut di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, berhenti beroperasi.

Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) sebagai pelapor aktivitas PT LMU mengakui perusahaan penambangan pasir laut tersebut memang punya izin. Hanya saja sudah tak sesuai dan tak bisa dilanjutkan karena diduga merusak lingkungan.

Ketua YLBHR, Dempos TB menyatakan, di areal penambangan pasir itu ada pulau-pulau kecil. Selanjutnya ada mangrove yang harus dilestarikan dan nelayan jaring mencari nafkah.

"Ada dugong di sana, kemudian menyebabkan abrasi, kami sudah investigasi ke sana bersama Ormas Petir," kata Dempos, Rabu petang, 16 Februari 2022.

Dempos mengingatkan Pemerintah Provinsi Riau jangan lalai terkait perizinan tambang dan rekomendasi. Perubahan lingkungan karena aktivitas pertambangan harus diperhatikan.

"Pemprov Riau dengan segala kemampuan instrumen pemerintahannya diduga tak memperhatikan perubahan ini semua," tegas Dempos.

Dempos berharap pemerintah benar-benar menghentikan aktivitas tambang di Pulau Rupat itu secara permanen. Pasalnya, ada sejumlah aturan yang dilanggar meskipun perusahaan punya izin.

"Presiden Jokowi juga sudah memperingatkan agar para pemegang izin tambang yang tidak melakukan produksi untuk dievaluasi," kata Dempos.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

Bayar Jaminan

Peringatan Presiden ini membuat perusahaan tambang mulai mengurus rencana kerja di daerah. Tahun lalu, Pemprov menyetujui rencana kerja dan bahkan menerima uang jaminan reklamasi dari PT LMU.

Padahal, lanjut Dempos, ada regulasi baru tahun 2019 dari Gubernur Riau mencadangkan kawasan Pulau Rupat itu sebagai kawasan konservasi.

"Aneh kan? Apa maunya Pemprov ini? Gubernur Riau harus evaluasi tuntas oknum-oknum yang memuluskan hal-hal semacam ini yang tidak memperhatikan perubahan lingkungan," ungkap Dempos.

Seandainya Pemprov mengevaluasi dan memverifikasi dengan benar sebelum IUP dan rencana kerja dikeluarkan dan produksi dimulai, sambung Dempos, maka mungkin perusahaan ini dapat berbenah.

"Sekarang, kabarnya Gubernur Riau merekomendasikan untuk dicabut izinnya oleh KemenESDM setelah mereka bayar jaminan," kata Dempos.

Tidak Relevan

Sementara itu, Sekretaris DPD YLBHR Riau, Nardo Pasaribu menjelaskan, izin penambangan pasir laut di Pulau Rupat tidak mengindahkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut.

"Inpres Nomor 2 tahun 2002 itu kuncinya, wajib memperhatikan segala aspek, lembaga-lembaga terkait, terutama ekosistem perairan, makanya kita laporkan ke Presiden," katanya.

Nardo menyebut Amdal PT LMU pada tahun 1998 tidak relevan lagi. Anehnya, Amdal ini dijadikan acuan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT LMU oleh Pemerintah Provinsi Riau pada 2017.

"Amdal itu tidak relevan lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 serta Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009," kata Nardo.

Selain itu, lokasi penambangan pasir laut berada pada jalur pelayaran dan pulau terluar. Ini bertentangan dengan Peraturan Menteri KKP Nomor 23 Tahun 2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sehingga dapat mengancam keberlanjutan pulau terluar.

"Wilayah IUP LMU juga berada di jalur pelayaran Dumai, Sumatera, Indonesia dengan Port Dickson, Malaysia," ungkap Nardo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya